Awal Oktober, ruang kelas saat jam kosong.
Akan aku ceritakan bagaimana sebenarnya sampai aku memutuskan untuk mulai mengabaikanmu.
Hari ini, pelajaran pertama dan syukurlah gurunya tidak masuk.
Kamu tahu kebiasaanku saat seperti ini, kan?
Iya. Aku akan berkeliling kelas untuk sekadar berbasa-basi dengan teman.
Sampai akhirnya, secara tidak sengaja aku melihat di ponsel salah satu teman perempuan kita, namamu bertengger di urutan paling atas dalam sebuah aplikasi chatting.
Artinya sampai di sekolah pun kalian masih berbalas pesan, benar?
Aku menormalkan ekspresiku agar tidak kelihatan begitu terkejut.
Karena nyatanya, aku sudah tahu hal ini, bahkan jauh sebelum kita dekat seperti sekarang.
Mungkin saja dari 20 teman perempuan sekelas kita, pesan darimu ada di lebih dari 9 orang, benar? Dan satu di antara mereka adalah aku.
Sampai di penghujung hari aku menghela napas sambil tetap mengetikkan pesan balasan untukmu sejak pulang sekolah. Mataku memanas, tapi untuk menangis aku tidak berhak.
Aku menghela napas sekali lagi, kali ini lebih berat dari sebelumnya sambil berkata,
Yasudah, tidak apa-apa, aku syukuri.
Kamu sedang cari nyaman tapi bukan untuk pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan April
Teen Fictionteruntuk pemeran kisah di bulan April. terimakasih telah menjadi bagian dari isi pikiran.