Suatu sore di tanggal 16 Agustus, sebelum upacara peringatan kemerdekaan.
Ibu mengajakku duduk berdua dan berbincang santai di teras rumah.
Ibu bertanya tentang bagaimana sekolahku, apa cita-cita, dan rencana melanjutkan pendidikan. Aku dapat menjawab semua pertanyaan itu dengan baik seolah sudah di luar kepala. Namun, ketika Ibu mengucapkan satu pertanyaan selanjutnya, tubuhku menegang, begini kira-kira bunyinya,
"Lalu, siapa anak laki-laki yang membuatmu tertawa malam-malam dan hampir lupa belajar?",
Lidahku kelu seketika, itu dirimu yang dimaksud Ibu.
Aku segera membuka lockscreen ponselku dan menunjukkan foto wajahmu pada Ibu karena bingung harus menjelaskan bagaimana.
Ibu mengamati wajahmu hati-hati lalu berkata kalau wajahmu sudah tidak asing lagi, artinya Ibu pernah melihatmu sebelumnya.
Iya benar, kalian sudah pernah bertemu walau tidak sengaja, waktu berangkat kemah angkatan di bulan Mei dan pembagian rapot kenaikan kelas di awal Juni.
"Pernah berharap menjadi miliknya?", tanya Ibu.
"Pernah, Bu", jawabku takut-takut. Aku takut kalau kamu dinilai buruk, aku tidak suka itu. Aku takut kalau kamu dibandingkan dengan anak teman Ibu yang pernah dikenalkan padaku satu tahun lalu.
"Yasudah tidak apa-apa, tapi sebaiknya jangan berangan-angan menjadi miliknya ya? Kalau dia sendiri berangan-angan menjadi milik orang lain, bagaimana?".
KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan April
Fiksi Remajateruntuk pemeran kisah di bulan April. terimakasih telah menjadi bagian dari isi pikiran.