Pemberhentian Terakhir

1.6K 58 32
                                    

"Aku akan selalu menunggumu.."

*Bacanya pelan-pelan*

...

Dengan susah payah ia melangkahkan kaki masuk ke dalam kereta. Sekujur tubuhnya gemetar, berusaha melawan dingin yang menusuk tulang. Dikancingkanlah jaketnya, kemudian dibelitkanlah syal pada lehernya yang kurus.

Udara yang dingin dan mencekam membuat setiap nafas yang dihembuskannya bergetar. Namun tak dihiraukannya rasa dingin itu, karena dirinya telah mati rasa, baik tubuhnya, maupun hatinya.

Anak 14 tahun itu duduk perlahan sambil merapatkan kedua tangan pada tubuhnya. Pandangannya begitu sayu dan redup, seperti tidak ada warna kehidupan terpancar di dalamnya.

Dalam diam, dipandanginya jendela kecil di sebelah tempat duduknya. Ditatapnyalah langit hitam dan salju putih lekat-lekat, sebagai pemandangan terakhirnya.

Pikirannya melayang melintasi waktu, membawa kembali dirinya pada ingatan-ingatan yang sempat ia lupakan. Ia membiarkan kepingan-kepingan memori itu terputar di kepalanya, meninggalkan bekas luka yang amat menyakitkan.

Ia seperti kembali pada masa itu. Masa ketika dirinya masih ditemani oleh seulas senyuman palsu yang penuh kepedihan. Senyuman yang sekarang sudah pergi dan takkan kembali lagi.

Perlahan, sosok seorang pria memenuhi pikirannya. Senyumannya, genggamannya, kehangatannya. Ia merindukan semua itu.

"Hei.."

Suara itu terngiang di kepalanya. Suara yang amat familiar di telinganya.

"Apa yang sebenarnya kau inginkan..."

Ia menggigit bibirnya keras, menahan rasa sesak dalam dadanya. Ia sedikit menyesal, telah membiarkan sosok pria itu kembali menggores hatinya. Namun setidaknya, ia ingin merasakan kenangan pahit itu untuk yang terakhir kalinya.

Kenangan berlatarkan langit malam yang penuh dengan kilapan bintang.

"Ayah, mengapa, bintang tak bersinar di siang hari?"

Sang ayah tersenyum.

"Mereka bersembunyi, bintang-bintang itu."

"Bersembunyi? Di mana?"

Sang ayah hanya tersenyum kecil dan tak menjawab.

Pikirannya kembali hampa. Tak sanggup ia memikirkan kelanjutan peristiwa itu.

"Ayah...tak akan meninggalkanku, kan?" kata sang anak pada suatu hari.

Anak itu mengulurkan tangannya yang segera dibalas oleh sang ayah. Ia kemudian menaikan sang anak ke atas bahunya.

"Tak akan..." jawabnya kemudian.

Ia tahu, bahwa saat itu ayahnya berbohong. Ia tahu, bahwa sebentar lagi ayahnya akan pergi meninggalkannya. Namun, ia juga mengetahui, bahwa ayahnya tak sanggup untuk mengatakan semua itu, dan lebih memilih untuk berbohong kepadanya.

"Ayah, kau akan pergi kemana?" tanya sang anak ketakutan.

Dalam terowongan yang gelap, bersama pria bermantel hitam dengan wajah yang menyeramkan, sang ayah tersenyum tipis, lalu berbisik pelan.

"Pemberhentian terakhir," ujarnya.

Setelah itu, sang ayah membalikan badannya dan meninggalkan anak itu sendirian.

Sang anak menyadari, bahwa ayahnya telah meninggalkan dirinya. Dan mungkin sosoknya takkan kembali lagi, untuk selamanya.

Tangannya mengepal dengan sangat kencang. Ia membencinya sekaligus merindukannya.

"Sebenarnya, apa yang kau inginkan?"

Lagi-lagi kalimat itu muncul di pikirannya.

"Apa yang kuinginkan, katamu?"

Ia tersenyum pilu.

"Aku ingin, bertemu denganmu."

"Temui aku, di pemberhentian terakhir" kata suara itu.

"Ya, pemberhentian terakhir. Aku akan menemuimu, di sana. Tunggulah...sebentar lagi."

Nafasnya semakin bergetar. Seluruh tubuhnya gemetaran. Tangannya meremas kertas di tangannya dengan kuat, kertas pemberian terakhir ayahnya.

Dengan susah payah, dibukanyalah mata yang tadi terpejam. Dan betapa terkejutnya ia, melihat sosok ayahnya berada tepat di sebelahnya.

Tanpa berkata sepatah katapun, sang ayah menggenggam tangannya dengan lembut. Anak 14 tahun itu hanya terdiam.

"Kenapa, waktu itu kau pergi?" tanyanya.

"Kau, tidak akan meninggalkanku lagi, kan?"

"Kau, akan selalu..bersamaku, kan?"

Sang ayah tak menjawab. Perlahan-lahan, genggaman tangannya mengendur. Sosoknya mulai memudar.

"Sebenarnya, apa yang kau inginkan?" tanya sosok sang ayah yang kini telah menghilang.

Anak itu tersenyum.

"Aku hanya ingin, bertemu denganmu."

Beberapa saat kemudian, kereta berhenti. Ia telah sampai pada pemberhentian terakhirnya.

Ia telah sampai, pada akhir hidupnya.

"Tunggu aku, ayah..."


End.

Navy Blue ( Cerpen & Oneshoot )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang