Janji Musim Panas

843 59 17
                                    

Seperti menantikan seseorang yang takkan kembali, seperti mengharapkan sesuatu yang takkan bisa kudapatkan, aku terdiam di tempat ini, menunggu keajaiban datang menghampiri.

*Bacanya pelan-pelan*

***

"Wahhh..." seru seorang anak perempuan sembari memandangi hamparan laut luas di depannya dengan takjub. Dengan riang, anak itu berlari kecil di pinggiran pantai. Kemudian ia mengalihkan pandangannya ke bawah, mengamati setiap butiran pasir yang hanyut terbawa oleh air laut.

"Sudah kubilang, tempat ini hebat bukan?" ujar seorang anak laki-laki di sebelahnya. Sambil berkata begitu, ia mengambil segenggam pasir dan memberikannya kepada anak perempuan itu.

"Pasir." katanya lembut.

"Pasir." ulang anak perempuan itu lambat. Pandangannya tertuju pada kedua tangannya yang sekarang sedang menggenggam pasir. Pasir itu turun sedikit demi sedikit, sampai akhirnya tak ada lagi pasir yang tersisa di tangannya.

Anak laki-laki itu tersenyum sambil memandang lautan luas di hadapannya yang seperti tak berujung. Mereka terdiam selama beberapa saat, membiarkan air laut melewatinya, membiarkan angin berhembus menerbangkan rambut mereka.

"Devan, apa ini?" tanya anak perempuan itu sambil menunjuk seekor hewan bercapit dengan tubuh berwarna merah. Anak laki-laki yang dipanggil Devan itu segera berlutut dan menangkap binatang tersebut.

"Kepiting." kata Devan. Ia pun membiarkan kepiting tersebut berjalan di atas telapak tangannya. Beberapa saat setelah menunjukkannya kepada anak perempuan itu, Devan kembali mengulurkan tangannya ke atas pasir, lalu membiarkan kepiting itu pergi.

"Kenapa?" tanya anak perempuan berambut panjang itu penasaran. "Kenapa kau biarkan dia pergi?"

"Dia juga memiliki keluarga." jawabnya. "Ia juga pasti ingin pulang, menemui keluarganya."

Anak perempuan itu mengangguk cepat, tanda bahwa ia sudah mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Devan. "Tempat ini luar biasa." teriaknya. Devan tersenyum. Ia lega melihat kegembiraan anak perempuan di sebelahnya dapat kembali, setelah apa yang dilaluinya selama ini.

"Hei, kapan kita bisa pergi lagi ke tempat ini lagi?" tanya anak perempuan itu sambil memainkan butiran pasir dengan jemarinya.

Devan terdiam. Senyumnya mendadak hilang. Suasana menyenangkan yang tadi ia rasakan dalam sekejap berubah menjadi rasa takut. Ia menyadari, bahwa ini adalah pertemuan terakhirnya dengan anak perempuan itu.

"Musim panas." gumam Devan cepat.

"Eh?"

"Musim panas 10 tahun lagi, kita akan bertemu kembali, di sini."

***

Ingatan itu terus terputar ulang di dalam kepalaku. Memenuhi pikiranku setiap saat, setiap waktu, kapanpun, dan dimanapun. Devan. Nama itu. Nama seseorang yang telah menyelamatkanku. Nama seseorang yang telah memberi secercah cahaya padaku yang waktu itu sedang berada jauh di dalam kegelapan.

Saat aku sedang berada di ambang keputusasaan dan kehancuran, ia menolongku, memberiku alasan untuk tetap bertahan hidup. Devan, seseorang yang tak akan kulupakan sampai kapanpun. Dan janji itu. Janji di pantai itu, akan selalu kukenang, sebagai hadiah terakhir yang ia berikan kepadaku, sebelum kami berpisah.

Sekarang, tepat pada musim panas saat kami bertemu 10 tahun yang lalu, di tempat yang sama, pantai dengan laut biru dan pasir putih, tempat dimana aku pertama kali melihat indahnya pantai, tempat dimana aku pertama kali merasakan kehangatan, aku berjalan lambat menelusuri luasnya pantai.

Aku masih mengingat kejadian itu, dengan sangat jelas. Hangatnya air laut, butiran-butiran pasir, serta hembusan angin di sini masih sama dengan yang kurasakan bertahun-tahun lalu. Seandainya saja, Devan, anak itu, yang sekarang pastinya sudah jauh lebih besar dibandingkan waktu itu masih mengingat janjinya, ia pasti berada di sini.

Aku tertawa pelan. Kalau saja ia mengatakan tanggal pertemuannya, aku tak perlu menunggu sepanjang musim panas, kan.

Aku menghela nafas.

Seandainya saja... Seandainya saja waktu dapat kuputar kembali, seandainya saja aku dapat kembali ke masa itu, seandainya saja aku dapat memaksanya untuk tetap membawa diriku bersamanya, seandainya saja kami tidak berpisah, maka dia pasti berada di sini sekarang.

Aku tersenyum tipis.

Sayangnya, mau berharap seperti apapun, ia tak akan pernah bisa datang kesini dan bertemu denganku.

Sebab ia sudah tidak ada di dunia ini.

End.

Navy Blue ( Cerpen & Oneshoot )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang