Lagu Tak Berirama

548 44 15
                                    

Sori kalo nggak jelas.

***

Gedung-gedung tinggi, langit berwarna kehitaman, dan orang-orang yang berjalan tanpa tujuan. Aku berada di tengah semua itu, menunggu. Seolah waktu terhenti dan hanya menyisakan gambar hitam putih, aku berjalan sendirian sambil menatap cahaya di atasku dan berpikir, kapankah ini semua berakhir?

Semuanya tampak mati, baik makhluk-makhluk bertopeng itu, maupun diriku sendiri. Kehidupan ini penuh kemunafikan, dan dunia hanya memalingkan mukanya, seolah semuanya berjalan dengan lancar.

Aku berjalan menelusuri setiap sudut kota yang kumuh, mendapati orang-orang dengan pakaian lusuh sedang terpuruk di dalamnya. Tiga langkah kemudian kutemukan juga sekelompok orang sedang bersenang-senang dan menghamburkan uang sesuka hati.

Dalam hati aku berbisik, bagaimanakah wujud keadilan sebenarnya?

Dari kejauhan kulihat ada sebuah benda hitam yang bisa mengeluarkan suara. Kudekati benda hitam itu, kusentuhkan jariku pada tuts hitam putih di atasnya yang bergerak naik turun.

Nada-nada mengalun, memenuhi kepalaku, seperti menutup telingaku dari suara latar yang menjerumuskan. Namun sesaat kemudian aku menyadari, yang sedang kudengar ini tak lebih dari sekadar lagu yang hampa, penuh dengan kesunyian. Suaranya hancur, bunyinya memekakan telinga, membuat setiap orang yang lewat menjauhinya.

Perlahan rekaman tentang diriku terputar seperti film di hadapanku, seiring dengan mengalunnya lagu tadi. Aku dibiarkan menontonnya sampai habis, dan dibiarkan untuk menyadari, betapa menyedihkannya diriku.

Sesekali aku berharap, seseorang akan datang ke dalam kota yang membosankan ini, membawa harapan, seperti memperbaiki irama yang rusak.

Seorang anak perempuan berambut coklat, yang melepas penutup wajahnya dan menjadi satu-satunya orang yang bergerak di tengah kerumunan yang terjebak dalam kotak rasa takut. Ia mengangkat tanganku, dan membawaku bersamanya, memberikan peran bagi diriku yang bukan siapa-siapa ini.

Dapat kurasakan, nada yang tadinya tak berbentuk perlahan-lahan mulai tersusun. Not-not yang berserakan terangkat kembali menuju ke tempatnya semula, membentuk sebuah melodi yang menenangkan.

Dengan senyumnya, ia mencairkan hati banyak orang. Ia memberi warna pada setiap tempat yang dilewatinya, mengulurkan tangannya dan mengangkat mereka. Waktu yang terhenti, kota yang mati, makhluk bertopeng itu, serta kehidupan layaknya kayu yang sudah lapuk itu mendadak lenyap.

Kalau aku bertanya, kapankah ini semua akan berakhir, jawabannya adalah sekarang. Kalau aku bertanya, bagaimanakah wujud sebenarnya dari keadilan itu, jawabannya adalah seorang anak perempuan.

Ia adalah keajaiban. Dan keajaiban itu ada padanya. Keajaiban itu nyata dan ada di tempat ini. Ia seperti percikan api di tengah kegelapan yang menghasilkan kobaran api. Topeng-topeng dilepasnya, gemerlap malam di matikannya. Orang yang tadinya egois menjadi pemurah. Orang yang tadinya pencuri menjadi pemberi.

Aku sangat mengaguminya. Ia adalah seorang sosok yang kuharapkan.

Ya, sosok yang kuharapkan.

Hanya sekedar sosok yang kuharapkan.

Perlahan warna hitam putih kembali melahap seluruh kota. Gerakan-gerakan terhenti. Topeng-topeng itu terpasang kembali. Dan anak itu perlahan menghilang, hanya menyisakan diriku bersama benda hitam bersuara tadi.

Nada-nada yang indah dalam sekejap berubah menjadi musik yang tak berbentuk, not-not berwarna hitam berjatuhan ke dasar kertas. Semuanya kembali seperti semula.

Ya, anak perempuan itu memang tak pernah ada.

Dan memang pada dasarnya, dunia ini hanyalah sebuah lagu tak berirama.

End.

Navy Blue ( Cerpen & Oneshoot )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang