Chapter 8 "Alasan Rahma Menghilang"

118 8 6
                                    

Sambil menunggu Rahma, isi pikiranku masih sama seperti sebelumnya. Jika kalian berada diposisiku apa yang akan kalian lakukan? Apa yang seharusnya kulakukan? Apa kutinggalkan saja rahma yang sedang bawa helm ke rumahnya? Arrrgghhhhhhhh. Maaf rahma, aku cemburu.
...

Tidak lama kemudian Rahma kembali. Masih mengenakan seragam sekolah dengan balutan sweater warna pink, rambut hitam terurai dan helm yang di gandengnya. Saat itu juga aku sadar mengapa banyak yang mendekatinya di sekolah.

Dia berjalan mendekat kearah ku.

“Kita kemana man?” tanyanya.

“Anter aku beli buku aja ma, ke Palasari” jawabku.

Palasari; terletak di Jalan Palasari, Pasar Lodaya, Kota Bandung. Merupakan lokasi yang cukup terkenal bagi pecinta buku di Kota Bandung, mulai dari buku pelajaran tingkat SD hingga tingkat universitas. Selain itu, pasar buku ini juga menyediakan beragam novel, komik, dan majalah. Buku bekas dan langka pun banyak berserakan disana. Alasan utamaku lebih sering kesana dibanding toko buku konvensional adalah karena harganya murah juga bisa ditawar.

“Buku buat apa? Perasaan, minggu kemarin pak Dedi gak nyuruh beli buku deh” tanya nya bingung karena biasanya para siswa membeli buku hanya karena di suruh oleh pak Dedi guru bahasa kelas 10 saja.

“Enggak, buat baca-baca aja. Minggu depan libur juga,  jadi daripada liburan gajelas mending baca buku” jawabku.

“Ohh, kamu suka baca man?” tanyanya.

“Enggak.” jawabku singkat.

“Terus sukanya apa?”

“Kamu” jawabku setengah sadar. Tidak tau kenapa lidahku seakan bergerak dengan sendirinya, seakan tanpa kompromi mengambil tindakan seperti itu.

“Haahhh!? Serius!? tanyanya dengan ekspresi kaget.

Akupun kaget melihat ekspresi dia.

“Man serius man!?” lanjutnya masih dengan ekspresi yang sama.

Seakan aku terpojok oleh pertanyaan rahma, dengan pura-pura santai untuk mencairkan suasana aku jawab “Maksudnya, aku lebih suka kalo kamu diam aja ma, berisik, hehe” jawabku sambil mencubit pipinya, serius itu adalah pertama kali aku menyentuh kulitnya.

“Iiiihh kamu mah” dia cemberut.

“Cepetan naik, keburu ujan” ajakku, karena sedari pagi langit mendung matahari tidak terlihat, tertutup awan.

...

Di perjalanan Rahma banyak cerita, saat itu juga pertanyaan yang selalu ada di kepalaku soal si lelaki diparkiran dan memboncengnya pun dia ceritakan meski aku tidak menanyakannya. Jadi sebenarnya lelaki itu suka ke rahma tapi rahma tidak. Lelaki yang dimaksud namanya Rangga.

“Lah terus kenapa bisa sampe boncengan?” tanyaku.

“Dia maksa man, kalo nolak aku takut” jawabnya.

Rahma juga cerita soal menjauhnya dia dariku.

“Dia cemburu man aku deket sama kamu” ungkapnya.

“Dia juga ngancem, aku takut kamu kenapa-napa, jadi aku ngejauh dari kamu man maaf” lanjutnya dengan nada memelan.

Dalam hati, kenapa si rahma minta maaf segala, emang aku siapa kamu ma? Kita cuma temen sekelas yang kebetulan tempat duduknya berdekatan aja, udah itu aja, ga lebih.

“Iya di maafin, asal jangan diulangi lagi ya dek” jawabku bercanda dengan mengikuti nada memelan seakan sedang serius.

“Dek? Apaan?” tanyanya bingung.

“Adek (adik)” jawabku singkat.

“Dimaaann ihh seriuus” dia mencubit kencang punggungku dengan sedikit tertawa.

“Aw! Lepasin ma sakit, aku serius sekarang sumpah” jawabku dengan tertawa meskipun beneran sakit karena di cubit dan susah melawan karena dalam keadaan berkendara.

“Males!” jawabnya sembari melepaskan cubitannya.

“Yaudah” balasku.

“Yaudah!” balasnya.

...

Plakkkk!!! Rahma menggeplak punggungku dengan sangat kencang.

“Aw!” teriakku.

Dia langsung memeluk dan bicara “Kamu nyebelin banget”.

“Nyebelin kok meluk, lepasin!” jawabku meledek.

“Iiihh” dengan cepat dia melepaskan pelukannya.

“Ih seriusan dilepasin” aku tertawa.
“Tau ah!” balasnya.

Ku lepaskan tangan kiri yang sedang memegang kopling, kutarik tangan rahma di belakang satu persatu di taruh hingga kedua lengannya melingkari tubuhku seperti sebelumnya.

“Pegangan ya, ada tikungan di depan, hehe” padahal ini masih di jalan by pass yang dimana jalan lurus tidak ada tikungannya sama sekali. Dia tidak menolak tapi sedikit terdengar ucapannya.

“MODUSH!”.

...

Sekitar jam sebelas kita sampai di jalan Buah Batu. Kalo menurut perhitungan mungkin hanya beberapa menit lagi untuk sampai ke Palasari.

“Man, haus gak?” tanyanya masih dalam keadaan memeluk.

“Dikit ma” jawabku.

“Ke Indoapril dulu ya beli minum, itu ada di depan” pintanya.

“Oke” jawabku.

Berhenti di depan ruko itu, aku menunggu di tempat duduk yang disediakan, Rahma masuk, setelah beberapa saat dia kembali dengan menggandeng kresek putih berisi dua botol air putih dan sebungkus cemilan. Setelah itu dia duduk di sebelahku.

“Nih man minum dulu” dia mengambil sebotol yang ada di dalam kresek.

“Iya ma makasih” balasku sembari membuka tutup botolnya lalu meminumnya.

“Kamu gk haus ma? Kenapa gk minum?” lanjut tanyaku.

“Haus, tapi gk bisa buka tutupnya, aku nunggu yang itu aja satu berdua, hehe” sambil menunjuk ke botol yang aku pegang lalu dia tersenyum dengan raut muka imut yang sering kulihat jika sedang ngobrol bertatapan dengannya.

“Ohaha, yaudah nih” ku kasih botol berisi yang di pegang.

Dia minum, selesai meneguk dia bilang “Aku bahagia man”.

“Kenapa?” tanyaku.

“Tadi pagi Rangga bilang capek dengan sikapku” ungkapnya.

“Terus?” lanjut tanyaku.

“Dia janji mau ngejauh dan gak akan ganggu aku lagi”.

“Oh, yaudah selamat ya, haha” candaku.

“Hahaha, kamu ih” dia juga ikut tertawa.

Rahma, asal kamu tau, aku juga bahagia mendengar kabar itu...

--------------------------------
Aku, Dia dan Sekolahku

Aku, Dia dan SekolahkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang