Chapter 9 "Suatu Saat Kamu Ceritakan"

93 4 7
                                    

Disela ngobrol dengannya terlihat langit semakin murung, menggelap setiap menit. Desir angin mengencang beraroma tanah basah menandakan hujan sudah terjadi di area lain. Setelah beberapa saat, akhirya air pun berjatuhan menyerbu.

Bersamaan dengan jatuhnya serbuan hujan, rahma berucap.

"Ujan man" ucapnya.

"Iya ma, gimana dong? Aku gabawa jas" balasku.

"Yaudah gak papa, tunggu reda aja" jawabnya,

"Kalo pulang kemaleman gimana? Gaenak aku ke mama kamu ma" kutatap wajahnya.

"Nyantai aja, tadi aku udah telpon ke mama, aku bilang lagi sama kamu" dia menjawab santai dengan membalas tatapanku lalu tersenyum.

"Terus, mama kamu?" tanyaku.

"Katanya hati-hati kalo pulang malem, berarti itu kode mama ngizinin hehe",

"Mama suka sama kamu, dia bilang kamu mirip sama mantannya dulu hahaha" dia tertawa.

"Bodo amat" jawabku singkat, karena menurutku dia hanya sedang berusaha meyakinkan bahwa ibunya memberi izin dia pulang malam.

"Ihh kamu mah, aku serius".

"Tau dari mana coba?" tanyaku.

"Mama cerita ke aku" dia mencoba meyakinkan.

"Oh" jawabku singkat.

"Kamu nyebelin banget si" balasnya.

"Bodo" jawabku singkat.

"Dimaaaaannnnnnnn!!"dengan raut kesal tapi sedikit menahan tawa.

Aku tertawa, dia ikut tertawa.

Kenapa di hujan sebelumnya aku tidak merasa sehangat ini Tuhan? Terima kasih telah Kau hadirkan dia disekitarku.

Obrolan terus berlanjut, suara deras air jatuh menghantam benda yang ada di bawahnya seakan menjadi musik pengantar obrolan kita.

Hampir sejam kita duduk, makan dan bercerita banyak hal, akhirnya hujan pun reda.

"Akhirnyaaa" ucapnya.

"Aku bayar siomaynya dulu ya ma, tunggu bentar" ungkapku dengan bergegas mendekat ke si akang penjual siomay yang sedang duduk berteduh di pinggir gerobaknya.

"Kang sabaraha? Dua piring. (Kang berapa? Dua piring.)".

"Di endogan teu jang? (Pake telor gak dek?)".

"Oh kela kang, taroskeun heula. (Oh bentar kang, tanyain dulu.)".

"Ma! Tadi pake telor gak?" teriaku ke arah Rahma.

"... Enggak" balas teriaknya.

"Teu kang, teu make endog. (Enggak kang, gak pake telor.)"

"Sapuluh rebu jang. (Sepuluh ribu dek)"

"Yeuh Kang, nuhunya. (nih kang, makasih ya.)"

"Di tampi jang, nuhun. (Sama - sama dek)" si akang tersenyum.

Setelah beranjak dari tempat nyaman tadi (Minimarket), beberapa menit kemudian kita sampai ke tempat yang dituju, Palasari.

Bandung ternyata juga memiliki julukan kota seribu buku, banyak pasar buku terkenal di Bandung satu diantaranya yaitu disini. Dilokasi ini terdapat puluhan toko buku yang menyediakan berbagai macam buku, mulai dari pelajaran SD hingga tingkat universitas. Selain itu, novel, komik dan majalah juga berserakan disini. Tak hanya menyediakan buku baru, seluruh toko yang ada disini juga menyediakan buku bekas dan langka. Ketika harus keliling kios mencari buku yang diinginkan susah dicari, itu menjadi keseruan sendiri.

Hampir dua jam kita keliling, baca-baca sejenak, tanya-tanya, termasuk dengar ghibahnya Rahma ketiap pedagang, salah satunya: "Man, man, pedagang tadi lucu ya".

"Kenapa emang?" tanyaku.

"Dalam lima detik, dia bisa kedip hampir dua puluh kali lho, hahaha".

"Serius kamu hitung ma?".

"Iya serius".

"Tapi pas aku hitung cuman lima belas kali kedip" sedikit menahan tawa.

"Ih kamu hitung juga?".

"Enggak, yakali kedip dihitung, gaada kerjaan. Aku tidak se julid kamu rahma.".

Dia tertawa dengan memukul mukul lenganku.

"Kirain beneran kamu hitung, hahaha".

..........

Akhirnya tiga buku yang dicari sudah ada di genggamanku, langit mulai menguning mendandakan terang akan berganti gelap. Aku dan Rahma pulang.

Ku antar Rahma sampai kedepan rumahnya, tidak lupa mengucapkan terima kasih dan memberikan semua buku yang sudah di beli tadi, karena memang niat dari awal semua buku itu untuknya,

"Maksudnya?" Rahma bingung ketika kusodorkan tiga buku itu.

"Kamu baca ya, nanti hasilnya ceritain pas ketemu, aku malas baca" jawabku.

"Ihh kamu, tapi makasih ya diman, iya nanti aku ceritain" dengan nada semangat.

"Aku pamit pulang ya, kamu hati – hati buka gerbangnya" ungkapku, lalu membelokan motor ke arah jalan pulang.

"Apaan sih, haha. Tapi makasih ya diman, aku janji nanti aku ceritakan, hati – hati dijalan" teriak rahma.

-----------------------------------------
Aku, Dia dan Sekolahku

Aku, Dia dan SekolahkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang