Bagian 4

417 51 5
                                    

Mondy mengetuk pintu rumah Rayya yang nampak sepi. Padahal jam menunjukkan pukul enam pagi. Tidak mungkin jika Rayya dan Randy telah berangkat sepagi ini, pikir mondy dalam hati.

Hampir tigapuluh menit menunggu tetapi tidak ada tanda si pemilik rumah akan keluar, Mondy memutuskan untuk berangkat ke sekolah sendiri.

Mondy sudah sampai di sekolah, menatap sekeliling kelas dengan mata menelisik, berharap Rayya ada didalamnya. Tidak ada Rayya di kelas.

“Dimana dia kenapa belum sampai, seharusnya kalau dia berangkat lebih pagi dia sudah sampai di sekolah.” Batin Mondy bermonolog.

“Woii.” Kedua sahabat Mondy mengagetkannya yang tengah melamun.
“Apaan.” Ucap Mondy datar.
“Kenapa, pagi-pagi mendung gitu muka Lo.” Tanya Steff.

“Biar Gue tebak. Mondy belum dikasih makan sama maminya haha.” Aldi menimpali dengan candaan tetapi tidak ada yang tertawa.
“Kenapa kalian tidak ada yang tertawa.”
“Bodoh.” Teriak Mondy dan Steff bersamaan memukul Aldi secara bertubi-tubi sambil tertawa.

Setelah lelah tertawa dan mengerjai Aldi, Mondy dan Steff duduk kembali di kursinya. Aldi membenahi tatanan rambutnya yang berantakan. “Ini namanya KDS kekerasan dalam sahabat. Gue laporin kalian berdua.”
“Terserah Lo Al. Ehh Lo kenapa dari tadi Gue perhatiin ngeliat pintu kelas kita terus. Lo lagi nunggu seseorang Mon.” Tanya Steff lagi.

“Gue tebak___.” Belum juga Aldi menyelesaikan ucapannya sudah dipotong Steff. “Tebak-tebak, Lo pikir kita lagi main tebak-tebakan. Shutttt diem.” Perintah Steff serius setengah bercanda.

“Rayya.” Ucap Mondy ketika melihat Rayya masuk kedalam kelas. Meskipun samar, Steff dan Aldi mengikuti arah pandangan Mondy yang mengucapkan kata Rayya.

Rayya duduk dibangkunya setelah Aldi menyingkir dari kursi Rayya. Dengan sopan Rayya menunduk dan memberikan senyum.

“Jadi Lo nungguin Rayya, Lo hutang penjelasan sama kita.” Bisik Steff lalu mengajak Aldi meninggalkan Mondy dan Rayya menuju tempat duduknya sendiri.

Tidak lama setelah Steff dan Aldi meninggalkan tempat duduk Rayya dan Mondy. Bel masuk berbunyi. Bu Via selaku guru matematika datang.

Belum sempat pula Mondy ingin mengutarakan suaranya, mempertanyakan kenapa Rayya tidak menunggunya. Padahal sudah jelas bahwa Mondy akan menjemputnya dan berangkat sekolah bersama.

Suara melengking milik Bu Via mengintrupsi semua siswanya untuk memperhatikannya.
“Anak-anak hari ini tepat satu bulan kalian berada dikelas ini. Untuk itu Ibu akan merubah kembali posisi tempat duduk kalian agar tidak bosan.” Ucap Bu Via tegas.

Anak-anak tidak setuju. Mereka menyuarakan ketidaksetujuan mereka dengan mengatakan.
“Tidak mau Bu.”

“Bu sudah PW Bu.”

Mondy juga tidak setuju tapi dia diam saja. Ingin ikut menyuarakan ketidaksetujuannya dirasa percuma karena ketika Bu Via sudah bertindak tidak ada yang bisa membantahnya.

Sedangkan Rayya juga tidak ingin berganti teman sebangku. Selama satu bulan satu bangku dengan Mondy membuat Rayya senang. Setidaknya dengan satu bangku dengan Mondy bisa membuat mereka dekat yang tidak akan disertai kesalahpahaman.

Mau tidak mau, Rayya akhirnya pindah tempat duduk paling depan dekat dengan meja guru. Satu bangku dengan Reva yang tidak begitu suka dengannya.

***

“Kenapa Kamu tidak menungguku tadi pagi.” Tanya Mondy tiba-tiba saat Rayya keluar dari kelas.
“Ak..aku mengantar adikku ke sekolahnya. Dia akan kemah selama tiga hari. Maaf.” Jawab Rayya gugup.

Dear RayyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang