4. Chaos

3.2K 379 49
                                    

Disclaimer: Naruto and all the character are Masashi Kishimoto's, the idea of this story is mine.


Naruto ingat pertama kali mendaratkan pandang pada Hinata. Ketika itu ia masih sekolah dasar, sekitar sepuluh tahun. Rumah kosong di sebelah kediaman Uzumaki kedatangan penghuni baru, sebuah keluarga dengan dua anak, yang laki-laki remaja dan perempuannya umur lima tahun. Demi apapun, Naruto belum pernah melihat orang-orang secakep mereka. Terutama gadis kecil hiperaktif yang langsung cari perhatian. Deskripsi yang tepat untuk Hinata saat itu adalah indah. Yep, manusia kecil yang saking cantiknya terlihat seperti karya seni.

Sayang kekaguman artifisial itu tak berlangsung lama. Semenjak Minato dan Kushina memproklamirkan diri ingin memiliki Hinata, kekaguman surut jadi sebal, lama-lama benci. Lalu naik taraf menjadi bigot ketika si Hyuuga mengumumkan perasaannya. Bayangkan, dia sepuluh tahun ketika bilang mau jadi istri Naruto. Catat ya, istri, bukan pacar. Siapa yang tak senewen dilamar anak sepuluh tahun, padahal dirinya masih SMA. Kemudian hari-hari Naruto sampai detik ini dilalui dengan memohon pada Tuhan supaya dijauhkan dari Hinata.

She is unstoppable.

Termasuk ketika Naruto kira Hinata akan menghindar. Heck, ia kira telah melakukan kesalahan sehingga didiamkan seminggu ini. Naruto terus bertanya-tanya saat perempuan Hyuuga itu absen dari segala aktivitas menguntit. Kedamaian membuatnya merasa bersalah. Meskipun seharusnya tidak, ekshibisi Hinata kemarin sungguh sinting. Naruto tidak bodoh, dari artikel yang dipelajarinya, orang yang pamer alat genital dan organ sensual memang mendamba ekspresi syok, kagum dan ketakuan dari korbannya. Untung Naruto telah berpengalaman mengalami kegilaan Hinata, sehingga ia tidak terjerumus dalam trauma atau malah bekerja sama melakukan aktivitas erotis. Ah, mengingat malam itu sejujurnya Naruto kagum pada diri sendiri.

Makanya sedikit aneh pada hari-hari selanjutnya Hinata seolah menghindar. Tiap kali berpapasan di depan rumah, Hinata segera masuk ke dalam atau berlari entah ke mana, juga tak ada lagi kunjungan malam di rumah Uzumaki. Baguslah!

"Kak Naruto. . ."

Bulu kuduknya meremang, kepala terasa berat menengok, tak ingin mendapati pemilik suara itu. Naruto sedang menunggu bus malam karena hari ini motornya dibengkelkan, tak ada manusia lain yang cukup sengsara sampai duduk di halte selain ia. Jadi ketika menangkap suara itu, Naruto langsung tahu bahkan membayangkan bagaimana ekspresi sang pemilik.

Tanpa membalas, Naruto turun dari halte, berjalan ke manapun yang tak harus berhadapan dengan Hinata.

"Kak tunggu!"

What the hell. Tidak cukupkah gestur menolak terang-terangan ini sehingga masih harus diikuti?

"Kak..." Panggil Hinata memelas. "Tunggu kak. Hinata minta maaf."

Siapa yang butuh maaf. Sudah bagus kemarin-kemarin menghilang.

Tidak mempedulikan panggilan-panggilan memohon, Naruto terus berpacu dengan langkah, dengan harapan perempuan itu enyah. "Pergi!" Tegasnya.

Hari yang gelap sedikit membutakan sehingga keduanya tanpa sadar telah memasuki gang sepi. Saat melirik, Naruto baru sadar bahwa gadis yang sedari tadi mengejarnya masih berseragam sekolah. Apa sih yang ada di kepala Hinata, bisa-bisanya semalam ini masih berkeliaran dengan identitas anak sekolahan.

Kala Naruto hendak mengonfrontasi, dua sosok lain muncul, baik yang bercodet maupun bertubuh bantet sama-sama tak berwajah positif. Mereka terkekeh-kekeh entah menertawakan apa. Si gendut mendekati Hinata, meraih rambut panjang dan menghidu baunya.

OBSESI (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang