9. Adversarius

2.8K 315 31
                                    


Disclaimer: Naruto and all the character are Masashi Kishimoto's.

.

.

Perlahan kelopak mata Naruto membuka, seberkas cahaya menyilaukan pandang, membuatnya terbangun penuh. Ia mendecak pelan, setelah ini harus mandi, bersiap kemudian berangkat kantor, seperti selalu. Waktunya akan direnggut delapan jam lebih untuk perusahaan. Saat pulang nanti menghadapi macet, lalu yang tersisa baginya hanya lelah, perasaan muak dan tidak berharga. Seolah hidupnya diciptakan demi menghidupi perusahaan orang. Tak ada waktu untuk cinta, terlebih, orang yang dicintai sudah tak mau.

Mengingat Sasuke, Sakura dan kawan-kawannya yang telah berkeluarga, menimbulkan sesak di dada. Umur mereka sama, pekerjaan juga punya, tetapi hanya Naruto yang melajang di usia tiga puluh. Kadang-kadang ia diledek, 'masa 30 tahun kelaminnya buat pipis doang?'. Dan untuk banyolan yang brengseknya tingkat cumlaude itu, Naruto tertawa miris membenarkan. Bagaimana lagi, ia bukan tipe yang kawin di luar nikah. Baginya seks adalah implementasi cinta, dan hatinya milik Hinata seorang. Kalau pun Naruto sampai melakukan seks dengan orang yang tidak dicintai, berarti orang itu istrinya. Ckckck, kedengaran seperti pria baik-baik bukan?

Bangkit dari tempat tidur, Naruto menjalani rutinitas pagi dengan kehambaran super. Penolakan Hinata kemarin-kemarin menguras habis semangatnya. Jika Naruto ngotot mengejar lagi, maka sungguh ia tak tahu diri. Tetapi, berusaha tahu diri pun ternyata tidaklah mudah. Hatinya kosong, seperti tak bertujuan, tak menginginkan apapun – siapapun – dan berada di mana pun. Sederhananya, Naruto ingin menghilang, atau skip fase sengsara ini lalu melompat ke masa depan.

"Makan dulu." Sergah Kushina ketika melihat putranya keluar pintu. Tetapi si bocah hanya menggeleng. Ia memijit pelipis, pusing menyaksikan Naruto seperti mayat hidup. Seingat Kushina, putranya akan seperti ini jika menyangkut satu hal: Hinata.

"Aku berangkat."

Kehampaan berlanjut di kantor, pikirannya tak konsentrasi mengamati algoritma komputer. Dulu, matematika dan teknologi bagi Naruto bak dua hal yang memudahkan kehidupan manusia, sekarang malah memperumit kehidupan. Ia ingin segera hengkang dari angka-angka ini dan melanjutkan realita di luar kubikel.

Pukul dua siang handphone Naruto berdering, panggilan dari nomer tak dikenal. Suara asing mengatakan ibunya masuk rumah sakit, kena serangan jantung kecil. Sesaat Naruto berhenti bernafas, tidak percaya berita itu. Kushina masih menawarinya sarapan tadi pagi, dan sekarang terbaring di rumah sakit?

Secepatnya Naruto berlari, tak ada orang lain di sisi sang ibu, Minato sedang dinas ke luar kota. Tak henti-henti ia merutuk, memarahi diri karena tak becus sebagai anak. Ia terlalu sibuk mengurusi perasaannya pada anak orang, sehingga melupakan tanggung jawab pada orang tua. Jika sedikit saja Naruto perhatian, mungkin ia bisa ingat seberapa pucat Kushina tadi pagi sehingga semua bisa diantisipasi. Fool you, Naruto!

.

.

Hinata baru mendapat kabar dari Neji bahwa Kushina masuk rumah sakit. Diliriknya arloji, masih pukul 7, belum terlalu malam kalau menjenguk sekarang. Maka segera ia mencari taksi ke rumah sakit.

Seingat Hinata, Kushina tidak memiliki riwayat jantung, juga sangat jarang sakit. Tetapi hari ini rupanya satu di luar yang jarang itu. Penyakit dalam tidak pernah sederhana, meskipun pemicunya katakanlah cuma lelah yang ditumpuk. Kalau begini, ia merasa bersalah karena selaku orang dekat, kurang perhatian. Cepat-cepat Hinata ke rumah sakit, takut Kushina ditinggal sendiri jika Naruto sibuk mengurus administrasi.

OBSESI (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang