8. Temporal Eternity

3.4K 340 35
                                    


Disclaimer: Naruto and all the character are Masashi Kishimoto's.

.

.

Pengakuan Naruto semalam terasa bagai dengung nyamuk di kepala Hinata. Mengganggu dan menyebabkan insomnia. Satu sisi ia menyukai perubahan sikap Naruto, gentle dan manis. Pria itu seperti tahu benar cara menjerat hati Hinata, seakan telah memahaminya laksana tubuh ke dua. Namun sebagian diri yang lain, menerka seberapa palsu perhatian tersebut, kadang Hinata menyebutnya pseudo-attention. Kepalanya tak henti merekayasa skenario paling mungkin.

Demi mencegah keledai terjatuh ke lubang sama dua kali, Hinata bertekad menjaraki diri. Implimentasi tersimpelnya adalah menghindari Naruto, menjauhi radius yang terjangkau pria itu. Ya, jarak akan memberi ruang pada keduanya bertingkah lebih waras.

Namun siasat itu porak-poranda saat Naruto menghampiri begitu Hinata keluar rumah. Ia menengadah, langit pagi tak menghalangi manusia berjiwa ninja macam Naruto. Apakah menguntit Hinata merupakan sebuah misi? Kalau iya, pasti tingkatnya setaraf rank S karena harus mengorbankan hal tersulit di dunia: bangkit dari gelungan selimut.

"Hai Hinata!"

Tawa itu. Seringai lebar yang dulu berbahaya, berpotensi memekarkan bunga-bunga di hati yang Hinata tanam untuk Naruto. Bunga yang kini sekarat, hidup segan mati tak mau. Berdasarkan ekspresi sekarang, kalkulasi Hinata—Naruto akan bersikap seolah yang semalam tak pernah terjadi. Dia akan merepitisi tingkah romantis dalam rangka memikat Hinata.

"Kudengar dari Neji, kamu sedang mencari tempat untuk romantic scene di novelmu ya?"

Catat, lain kali Hinata perlu berhati-hati ngobrol dengan sang kakak.

"Well, aku tahu suatu tempat."

Nada persuasif Naruto mau tak mau mempengaruhi juga. Hinata memang sedang butuh, pencarian referensinya kali ini bisa minggir sebentar.

"Kakak mau menunjukkannya padaku?" Mata Hinata menyipit, memperjelas kecurigaannya melihat Naruto beraksi pagi-pagi.

"Sure. Kalau kamu nggak keberatan tentu saja."

"Oke."

Jawaban simpel disertai senyuman itu terasa bagai berkah di pagi buta. Dengan segera ia menghela Hinata menuju mobilnya.

Setelah menempuh perjalanan tiga puluh menit dan tidak sampai-sampai, Hinata mengetahui satu hal. Yang Naruto maksud tempat bagus adalah sebuah taman di Suna, di belakang rumah Nenek Tsunade yang berjarak puluhan kilo dari Konoha.

Tempatnya memang bagus, memenuhi sekitar 80% ekspektasi Hinata. Sebuah padang perdu yang dikelilingi berbagai jenis tanaman bunga. Jika digunakan sebagai lokasi pacaran rahasia, memang cukup memuaskan. Beberapa meter dari tempat itu terdapat air terjun. Tidak deras namun masih asli sehingga lumayan memukau.

"How?" Tanya Naruto tak sabar. Alih-alih menikmati hamparan elok di depannya, ia memilih mempelajari ekspresi gadis di samping.

"This is good. Really good. Thanks kak." Ujar Hinata tanpa menghalihkan pandang dari hamparan di depannya. "Aku duduk di sana boleh ya? Mau menulis sesuatu."

Naruto mengangguk, membiarkan Hinata berpacaran dengan tablet dan isi kepala sendiri. Dari kejauhan ia memandangi gadis itu takjub. Lebih tepatnya takjub pada perasaan yang telah berkembang di dada. Semakin sering mereka bersua, detak jantungnya meningkat dalam ritme yang sulit dipahami. Bagaimana ini, apakah Naruto jatuh cinta dan tak tertolong? Apakah Hinata sadar atas sesuatu tak terbendung ini?

OBSESI (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang