ONE

1.3K 342 44
                                    

Karin menatap jam di pergelangan tangannya sambil mengerang, jari-jari rampingnya begitu lihai di atas tuts keybord. Matanya fokus oada layar komputer tanpa menghiraukan seruan teman-temannya yang sudah menunggunya untuk makan siang. Karin tidak peduli dia telat makan siang, karena yang terpenting adalah deadline laporan pekerjaannya sudah harus siap besok. Bukan karena Karin menunda pekerjaan, tapi karena dirinya sibuk di lapangan selama dua hari ini, membuat dia tidak bisa menyelesaikan laporan bulanan.

Bekerja di salah satu perusahaan majalah terkenal, Karin menjabat sebagai kepala marketing. Itulah yang membuatnya terkadang harus terjung langsung ke lapangan, untuk memastikan tidak ada hambatan pada bagian penjualan. Pecapaian target tidak pernah gagal diraihnya, hingga Karin mendapat penghargaan dari perusahaan. Berkat kerja kerasnya, Karin bahkan ikut menanam saham di perusahaan tersebut meski hanya 2%, tapi hal itu justru lebih bagus. Anggap saja investasi untuk masa depan.

"Rin, lo makan dulu deh, nek." Suara Tyo yang kemayu, membuat Karin meliriknya sekilas. "Gue pesenin go-food aja, gimana?" Tawar Roy yang memang sangat perhatian kepada Karin.

Tyo adalah teman se-kantor Karin, tapi dia bagian programmer. Meskipun terlihat biasa saja, Tyo memiliki otak yang bisa dikatakan cerdas. Bahkan, berkat Tyo juga, Karin tetap bisa menjalankan usaha online-nya tanpa menggangu pekerjaan utamanya. Ya, berjualan rasanya sudah nendarah daging pada diri Karin. Bahkan saat ditawari untuk naik jabatan, Karin menolak dengan tegas. Jiwanya ada pada marketing, jadi Karin tetap pada pilihannya dan tidak ingin serakah.

"Lo mau apa, deh? Sop buntut mau?" Tanya Tyo yang sudah mengutak-atik ponselnya.

"Nggak usah, Yo. Gue jam dua nanti ada meeting penting di luar, jadi sekalian makan siang." Jawab Karin yang tetap konsentrasi pada pekerjaannya.

"Se-nggaknya, lo kudu isi amunisi kali, bok! Lo mau meeting dengan perut kosong? Lo lagi ngigo?" Sebab Tyo sangat tahu, jika Karin tidak akan bisa berkonsentrasi jika perutnya kosong.

"Ini udah mepet, deadline-nya besok." Tyo mencebik gemas kepada Karin yang keras kepala.

"Gue suruh si Sarah bawain salad, awas lo kalo nggak di makan!" Ancam Tyo yang membuat Karin menghentikan kegiatannya sejenak dan menatap Tyo dengan senyum lebar.

"Oke, thanks Tyo." Karin memberikan senyum lebarnya kepada Tyo dan kembali melanjutkan kegiatannya. Andaikan ini bukan deadline, Karin pasti bisa bersantai sambil menikmati makan siangnya. Tapi dia tidak ingin melalaikan tanggung jawabnya, bagaimanapun, Karin harus mengutamakan tugasnya sebagai karyawan.

***

Seperti biasa, Karin selalu mampir di restauran langganannya. Restauran yang dia kunjungi pertama kali bersama teman-temannya, saat acara ulang tahun salah satu rekannya. Karin jatuh cinta pada suasananya yang sangat nyaman dan begitu tenang. Pelayanan yang sangat memuaskan dan masakan yang sangat memanjakan lidah, membuat Karin selalu menyempatkan diri datang ke Vinci Restaurant. Tidak hanya masakan Indonesia, disini juga terdapat masakkan Jepang dan Western.

Dan Karin selalu memesan makanan kesukaannya, Salad. Kecintaannya pada salad sudah sangat tinggi. Bahkan semua teman-temannya mengetahui hal itu. Karin dan Salad, bagaikan Bra dan Celana dalam. Ya, begitu kata mereka.

Ah, teman-temannya memang selucu itu untuk memberi pengandaian.

"Permisi, mau pesan apa, Kak?" Tanya seorang pelayan sambil tersenyum ramah kepada Karin.

"Iga bakar, salad buah dan jus jambu, aja, mbak." Jawab Karin yang memang sudah sangat hafal semua menu di restauran tersebut. Bagaimana tidak, selama tiga bulan menjadi pelanggan, Karin sangat menghafal semua menu dengan baik.

"Ada lagi, Kak?"

"Emm, banana kayang ada?"

"Ha?"

Karin terkekeh melihat wajah polos pelayan tersebut, "Banana split satu pakai ice cream rasa vanilla dan strowberry aja."

"Oke, ada lagi?"

"Ada diskon nggak?" Pelayan tersenyum tertawa kecil menerima gurauan Karin. Namanya juga usaha, kali aja dapet.

"Nanti saya tanya Manager-nya, ya, Kak," ucapnya sambil terkekeh. "Kakak 'kan pelanggan disini, semoga saja ada." Biasanya orang baik di sayang Tuhan, semoga saja dapat potongan harga, hitung-hitung irit pengeluaran.

"Ada-ada aja sih, bercanda kok. Udah itu aja mbak, nanti timbangan saya nganan lagi, kan gawat, mbak." Kekeh Karin dengan senyum lebarnya. Sebenarnya sok jul mahal, kalau di kasih juga nggak bakalan nolak.

"Ditunggu lima belas menit, ya, Kak. Terima kasih."

Dan saat pelayan tadi pergi, mata Karin bertatapan dengan pria bertubuh tegap, memakai setelan jas formal serta wajahnya yang datar. Entahlah, sudah sebulan ini, Karin merasa di perhatikan oleh pria tersebut. Bukan maksud hati mau narsis, tapi kenyataannya memang begitu.

"Atau dia Manager disini kali, ya?" Gumam Karin sambil mengangkat bahunya tak acuh dan mengeluarkan ponsel dari tasnya. "Mungkin aja dia hafal sama muka gue yang sering nongol disini." Lanjutnya yang sudah membuka aplikasi permainan.

Selagi menunggu makanan, Karin memang sering main game. Atau saat pekerjaan kantor harus di bawa pulang, Karin menyelesaikan di restauran ini. Mumpung ada wifi gratis, kenapa harus dianggurin? Hitung-hitung hemat paketan data, karena di apartemen-nya tidak ada wifi jadi sekalian saja mencari yang gratisan. Presiden tidak melarang, kok.

Ngomong-ngomong, Karin ini tinggal sendirian di apartemen yang di fasilitasi oleh kantor. Dulunya Karin nge-kos dari kuliah sampai kerja, tapi karena dia termasuk karyawan yang sholehah, akhirnya mandapat hadiah fasilitas apartemen dari kantor. Keluarganya sendiri, berada di Lembang dan Karin biasanya pulang saat weekend.

Tapi semenjak Mamanya suka nanyain "Kapan nikah?", Karin menjadi malas untuk pulang. Padahal, untuk punya pacar saja, Karin masih mikir 1000 kali, dan Mamanya bertanya nikah? Dikira nikah segampang buka celana dalam waktu pipis kali ya.

Memang banyak pria yang berusaha mendekati Karin, tapi Karin terlalu cuek untuk menanggapi mereka. Bukan apa-apa, dia masih fokus untuk berkarir. Sudah banyak temannya mengeluh yang pacarnya posesiflah, yang suka main tanganlah, yang ngajakin main di ranjang, yang ngekang nggak boleh ini dan itu. Hhzzz, kepala Karin bisa pecah jika memikirkan hal itu.

Karin pecinta kebebasan, dia tidak suka dibatasi. Bakan untuk memilih jurusan kuliah dulu, dia tidak ingin diatur oleh siapapun. Dan saat dia masuk pada jurusan yang diinginkan, Karin belajar dengan semangat dan totalitas hingga mendapatkan Cum Launde. Dan siapa yang bangga? Ya tentu saja Mamanya tercinta, dan langsung membuat selametan di rumahnya bersama tetangga.

"Silahkan, Kak, pesanannya," seorang pramusaji menghidangkan pesanan Karin. Iga bakar, salad buah, jus jambu dan banana split dengan ice cream vanilla dan strowberry.

"Makasi, mbak."

"Oh iya, Kak, ini ada pesan." Pramusaji itu memberikan selembar kertas putih kepada Karin. Belum sempat Karin bertanya, pramusajinya sudah pergi.

"Dari siapa?" Karin membaca sebuah kalimat di kertas tersebut.

Banana Split itu gratis untukmu

Keanu

"Keanu sapa? Mana gue kenal? Ini orang ngingo kali, ya? Masa iya gue punya secret addmier, berasa artis aja." Gerutu Karin dan meletakkan secarik kertas itu di atas meja tanpa memperdulikannya.

Ya begitulah Karin, dia tidak pernah menganggap seseorang yang ingin mendekatinya serius. Karin masih belum bisa membuka diri dengan lawan jenis, selain teman. Karin masih menikmati kesendiriannya yang entah sampai kapan. Yang pasti, tidak untuk waktu dekat ini.

***

Karena mood nulis aku masih belum pulih sepenuhnya, kalian cukup berpuas hati kalo pendek ya. Hehehe
Tapi kalo lagi mood, pasti aku bakalan kasih part panjang, tapi mbuh kapan, okaayyyy

Miss SaladTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang