SIX

811 210 29
                                    

Istilah kebetulan itu kadang kala memang ada, tergantung bagaimana kita memandangnya. Takdir pun demikian, tidak ada yang namanya mustahil jika Tuhan sudah menentukan jalannya. Tapi kadang kala, kita sebagai manusia lupa jika apa yang kita lakukan di dunia sudah menjadi kehendak-Nya. Apa yang kita rencanakan, tentu kalah dengan rencana-Nya.

Setelah insiden di restauran beberapa saat lalu, Henry memutuskan untuk menjamu para tamunya makan malam terlebih dahulu. Selain karena dia juga lapar, tentu tidak sopan membuat tamu pulang dengan perut kosong. Jadi, mereka makan dengan khidmat dan tanpa ada suara. Hanya ada denting suara sendok, garpu dan pisau yang bersentuhan dengan piring.

Hingga akhirnya makan malam itu tandas dan para pelayan menyajikan pencuci mulut sebagai penutup. Atensi Henry jatuh pada Karin yang tengah memainkan segelas es cream di depannya. Pria tua tersebut menghembuskan nafas panjang. Berdehem untuk menarik perhatian para manusia yang ada di meja makan, tentu cara Henry berhasil.

"Karin," Henry memanggil cucunya itu dengan lembut, membuat Karin menoleh. "Bisa kita diskusi sekarang? Atau kamu masih mau bermain es cream?" Karin otomatis menjauhkan segelas es cream-nya untuk menatap Henry. "Bisa Ojisan mulai?"

"Bisa, Ojisan." Karin menjawab dengan lemah.

"Untuk Marisa dan Tyo, aku minta maaf atas kelakuan tidak menyenangkan cucuku. Biasalah, remaja kasmaran memang begitu," Karin menundukkan wajahnya, namun terkesirap saat tangannya merasakan dekapan hangat. Dia menoleh kesamping dan melihat Keanu tengah tersenyum manis padanya. "Aku sebenarnya tidak tega menjodohkan Karin, hanya saja, cucuku itu sedikit keras kepala."

Dih nggak nyadar, batin Kimmy mendengus samar.

"Maaf, jika aku melibatkan kalian-"

"Tapi Pak Henry," suara pria bernama Tyo mengintrupsi Henry. "Ada yang harus di luruskan disini." Dahi Henry mengerut tidak paham.

"Betul, Pak. Ini hanya salah paham saja." Marisa ikut angkat bicara.

"Maksudnya?" Henry menatap Marisa dan Tyo bergantian.

Marisa menampilkan senyum lembutnya menatap Keanu lalu beralih kepada Henry, "Keanu sudah seperti anak saya sendiri, mendiang kakak saya, menitipkan dia kepada saya, untuk jangan sampai salah memilih pasangan." Marisa melemparkan senyum kepada suaminya untuk tidak menyela ucapannya. "Dan sewaktu Dinar membicarakan anak gadisnya, entah kenapa saya meng-iyakan ucapan Dinar. Mungkin Tuhan sudah menggariskan."

"Tapi Mar, bukannya waktu itu kamu bilang anakmu juga masih lajang?" Tanya Dinar tidak paham.

"Reno memang masih lajang, Di. Tapi untuk menikah, Reno masih belum memikirkannya."

"La-lalu, kenapa Reno-"

"Karena Mas Ken menolak untuk datang kemari, tante." Itu suara Reno yang menjawab. "Mas Ken menyuruh Reno untuk melihat, seperti apa wanita yang akan di kenalkan sama dia." Karin tentu saja menoleh pada Keanu dan menyorotnya tajam. "Ya, mana tahu kalau ternyata itu pacarnya sendiri." Reno berucap santai sambil mengangkat bahunya.

"Jadi, bukan Reno yang mau dijodohin sama Karin?" Cicit Dinar tak percaya.

"Ya nggaklah, Di. Lagian Reno juga udah punya pacar kok."

Sungguh, Karin benar-benar tak habis pikir jika rencananya malah berbalik seperti ini. Niat hati ingin melawan sang Ojisan, justru malah mendapatkan restu. Karin benar-benar merasa dipermainkan oleh takdir. Diam-diam, dia melirik Keanu yang menyunggingkan senyum padanya. Ah, senyumannya benar-benar bikin hati Karin kebat-kebit ya Tuhan.

***

"Ciee yang udah tunangan, cieee...yang nggak jomblo lagi ciieee," ledek Kimmy yang melihat Karin senyum-senyum sendiri sambil melihat cincin yang melingkar di jari manisnya.

Miss SaladTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang