Part 08

4.7K 939 117
                                    

"SELAMAT, Mark!"

"Congratulations, Markiepoo."

"Selamat, Oppa."

"Selamat atas kemenanganmu!"

"Kau hebat, Mark!"

"Selamat—"

Mark menutup telinganya.

Kedua tungkai jenjang milik pemuda berdarah Kanada itu tengah membawanya entah menuju kemana. Hanya mengarah tidak pasti. Bergerak sangat cepat mengitari beberapa area di dalam hotel dan sempat mengabaikan beberapa ucapan selamat dari teman-teman seperjuangannya yang telah ia kenal selama bertahun-tahun mengikuti olimpiade nasional.

Bertahun-tahun.

Rasanya, ia masih belum bisa menerima jika impiannya selama ini baru saja terwujudkan.

Menjadi juara pertama.

Siapa pula yang tidak menginginkannya? Semua orang pasti mau—termasuk Mark yang telah mendambakannya sejak tahun pertama ia mengikuti olimpiade.

Bertahun-tahun pemuda itu merasakan betapa panasnya tamparan seorang Ayah yang selama ini memandangnya dengan perasaan kecewa. Bertahun-tahun ia merasakan betapa kerasnya sindiran orang di sekitarnya mengenai posisinya yang selalu menempati juara dua. Bertahun-tahun pula ia mengurung diri di dalam kamar akibat merasa frustrasi dengan kekalahan yang selalu ia alami setiap kali turut ambil bagian sebagai seorang peserta di dalam sebuah olimpiade.

Tetapi, tahun ini?

Pada akhirnya, Mark Lee menggeser posisinya sebagai juara dua dan menempati podium nomor satu.

Terbebas dari tamparan sang Ayah. Terbebas dari sindiran khalayak terhadapnya. Terbebas dari gelapnya kamar yang justru memberi kesan depresif padanya.

Semuanya adalah hal yang ia inginkan selama ini.

"Sialan!"

Mark terus berlari tanpa henti walau beberapa orang mencoba untuk menghentikannya. Peluh terus bercucuran di wajahnya dan kakinya perlahan mulai terasa sakit—seolah-olah seseorang tengah menariknya dari dalam suatu liang.

Beberapa putaran telah ia lalui di dalam hotel yang cukup megah ini, tetapi rasa lelah belum menyerangnya.

Mark tetap berlari, berlari, dan berlari.

Seolah pemuda itu tengah mencari seseorang yang mungkin tidak akan pernah ia temui lagi selanjutnya.

"—LEE HAECHAN!"

Jeritnya dari kejauhan, memanggil nama yang sama berulang kali dalam sekali tarikan nafas.

"LEE HAECHAN! LEE HAECHAN!" ia terus memanggil sang pemilik nama dengan peluh yang bercucuran.

"LEE HAECHAN! JAWAB AKU!"

Benar kata orang—penyesalan datang di saat-saat terakhir yang tidak tepat.

Walau Mark memiliki keinginan yang tinggi untuk memenangkan olimpiade ini, Haechan memiliki keinginan yang jauh lebih besar. Walau Mark membodohinya dan memakinya setiap saat, Haechan tetap duduk di hadapannya dengan senyumnya yang mengembang di atas wajahnya yang lugu. Walau Mark selalu membohongi dirinya sendiri, tetapi ia tahu jika Haechan memang sangat cerdas dan dia—meskipun sulit untuk dikatakan, tetapi dia mengakuinya di dalam hati.

Anak itu bagaikan malaikat—terlalu baik bagi seseorang seperti Mark Lee.

Haechan memberikan waktunya hanya untuk berbincang dengan Mark yang bahkan tidak ingin bertatap muka dengannya. Pemuda itu memberikan pandangan baru bagi Mark yang terlalu sering menganggap dirinya sendiri sebagai satu-satunya pemenang dengan penuh percaya diri. Anak yang lebih muda itu juga mampu memberikan Mark sebuah pelajaran baru.

Too Kind • Markhyuck ✓Where stories live. Discover now