"HYUNG sudah berkemas?"
Chenle bertanya dari tempat ia berbaring santai dengan kaki yang diangkat mendekati pangkal tempat tidur. Seperti biasa, terdapat Renjun yang sibuk memuat beberapa barang ke kopernya di samping tempat tidur milik pemuda berdarah Tiongkok tersebut. Sementara itu, Yangyang kini tengah menggunakan produk kecantikan di depan cermin pribadinya.
Dan Haechan?
Pemuda itu duduk termenung di bangku belajarnya dengan dagu bertopang. Ponsel miliknya ia biarkan begitu saja di samping ranjang, sama sekali tidak berminat untuk memainkannya barang sedetik pun.
"Hyung?" Chenle kembali bertanya, kali ini sambil memainkan telinga boneka Dumbo-nya. "Aku tanya―kau sudah berkemas belum?"
Seolah kembali terbawa arus menuju alam kesadaran, Haechan mengerjapkan kedua matanya. "Apa? Apa?"
"Sudah berkemas atau belum?!"
Bukan. Itu bukan Chenle. Melainkan kekasih tersayangnya yang berucap dengan nada yang terdengar sinis dan tidak menyenangkan di telinga. Sadar akan hal tersebut, Chenle segera melempar Renjun dengan boneka Dumbo-nya yang berukuran sedikit lebih besar sedari pada boneka pada umumnya.
"Oh, itu," Haechan terkekeh, merasa bersalah karena tidak mendengarkan pertanyaan Chenle. "Sudah ku lakukan separuhnya. Tinggal memasukkan beberapa barang tambahan seperti lip balm, peralatan perawatan wajah, dan buku tulis kecil yang ku bawa."
Chenle mengangguk. "Baiklah, terima kasih sudah menjawab," katanya canggung.
Keheningan melanda kamar―yang biasanya memiliki suasana sangat ramai―tersebut. Haechan sibuk melongo, Renjun menutup kopernya, Chenle memainkan boneka Dumbo kesayangan-nya, dan Yangyang beralih menggunakan seperangkat make up ringan.
Semuanya sibuk akan aktivitas mereka sendiri-sendiri.
Tetapi, keheningan itu tidak mampu bertahan lama sebab Chenle yang mulai suntuk kini merasa bosan dan ingin membicarakan sesuatu yang menurutnya cukup penting.
Alasan di balik terjadinya keheningan.
"Haechan-hyung," ia memanggil dan membuat sang pemilik nama menoleh kepadanya. "Kenapa kau tiba-tiba menjadi diam dan memandangi dedaunan yang jatuh dari dahannya?"
Tepat sesuai dugaannya, Haechan tersenyum lebar hingga matanya menyipit sedemikian rupa. "Hanya sekadar bertanya-tanya di dalam hati," jawabnya.
"Oh?" Chenle sedikit terkejut. "Mengenai apa?"
"Sesuatu yang cukup penting sepertinya."
"Sepertinya...?"
"Kau tahu―" Haechan menghela nafas. "―aku tidak yakin, Chenle."
"Kalau kau tidak yakin, kau bisa bertanya kepada ku," pemuda berdarah Tiongkok itu tersenyum lebar dan bangkit dari posisi berbaringnya. "Tetapi jangan bertanya kepada Renjun-ge dan Yangyang-hyung. Yang satu pasti akan menjawab dengan sinis dan yang lainnya pasti hanya akan mengoceh dalam bahasa Jer―AH!"
Renjun mencubit kaki mungil milik kekasihnya hingga pemuda itu menjerit. Sudah disibukkan dengan koper yang tidak bisa tertutup rapat akibat begitu banyak barang di dalamnya, kini ia harus mendengar sesuatu yang tidak menyenangkan keluar dari mulut Chenle.
"Makanya," ia berkata. "Kalau berbicara jangan sembarangan!"
Chenle mengaduh kesakitan sebelum pemuda itu memutuskan untuk kembali tersenyum kepada Haechan. "Pokoknya―aduh―tanyakan saja pada ku."
YOU ARE READING
Too Kind • Markhyuck ✓
FanfictionHaechan was just too kind for a competitor like Mark. © Rayevanth, 2019