TANGAN kanan Haechan memeluk erat boneka lumba-lumba merah muda yang tidak lagi terbungkus oleh plastik. Sementara itu, tangan kirinya menggenggam sebuah gelas kertas berisi tteokbokki pedas di dalamnya. Senyum lebar terpatri di atas wajah manisnya yang mampu membuat para lelaki bertekuk lutut.
Tampaknya, ia menghabiskan waktu berharga bersama pemuda di sampingnya selama keduanya bermain di akuarium tadi.
Sepanjang perjalanan, Haechan banyak berbicara. Mark tidak begitu mempermasalahkannya. Ia senang melihat pemuda di sampingnya itu bercerita macam-macam tentang pengalamannya di akuarium.
"Tadi itu—woah, aku benar-benar kagum dengan beluga di sana! Tidak pernah menyangka jika mereka akan seimut itu."
Masih banyak lagi yang ia bicarakan. Termasuk kejadian dimana ia menghilang di tengah kerumunan orang sebelum Mark berhasil menemukannya sedang melihat-lihat berbagai cinderamata di toko oleh-oleh berkat hasil interogasi singkatnya dengan beberapa pengunjung yang berlalu-lalang.
"Jangan tertawa!" Mark menoyor kepala Haechan. "Kau benar-benar membuat ku pusing, tahu."
"Tetapi pada akhirnya kau membelikan ku boneka ini."
Haechan menunjukkan boneka lumba-lumba barunya dengan bangga. Benda itu merupakan satu-satunya objek yang ia lirik semenjak keduanya mengitari toko oleh-oleh di akuarium tersebut. Walaupun terdapat banyak barang lucu lainnya di dalam sana, kedua manik obsidian Haechan hanya terpaku kepada boneka lumba-lumba itu. Mark yang menyadarinya segera membelikan pemuda itu benda yang ia mau.
"Gomawo, hyung!"
Melihat sosok Haechan yang tersenyum manis kepadanya, Mark tidak tahan untuk tidak menepuk pelan kepala anak yang lebih muda satu tahun dari padanya tersebut.
"Sama-sama," jawabnya.
Tidak terasa, perjalanan kembali menuju kediaman keluarga Lee itu berlangsung dengan cukup cepat. Mobil hitam milik Mark kini tengah memasuki pekarangan luas kediamannya dan berakhir dengan terparkir rapi di halaman rumah.
Sekarang, Haechan bingung.
Kedua tangannya sibuk. Yang satu memegang makanan yang sudah separuh habis dan yang lainnya memeluk boneka lumba-lumba baru yang berukuran cukup besar. Jika ia mengenakan sabuk pengaman, bagaimana ia melepasnya? Bahkan menggapainya saja kepayahan.
"Eung, Mark-hyung?" Perlahan Haechan memanggil pemuda di sampingnya. "B-bisa bantu aku?"
Mark mengangguk. Pemuda itu segera membuka sabuk pengaman milik Haechan dan membantunya keluar dari mobil—membuat anak itu tidak dapat berhenti tersenyum.
"Terima kasih, hyung!" Serunya lantang. Sepertinya suasana hatinya sedang cukup bagus.
Mark mengikuti langkah Haechan untuk segera keluar dari mobil. Tetapi, ia segera berhenti berjalan ketika ia sadar telah melupakan sesuatu yang cukup penting.
"Kau jalan duluan saja," pintanya tiba-tiba, membuat Haechan menoleh heran kepadanya. "Ponsel-ku tertinggal di dalam mobil."
Haechan menahan tawanya. Mark yang mendengarnya hanya bisa mendengus dan membalik badan.
"Berhenti tertawa atau ku tarik kembali boneka lumba-lumbanya—"
"Iya, maaf. Iya!"
Dengan berkata seperti itu, Haechan berjalan mendahului Mark yang justru berlari kembali menuju tempat mobilnya terparkir. Pemuda manis itu menaiki beberapa anak tangga hingga ia sampai di pintu utama kediaman Lee. Beberapa petugas keamanan segera menyambutnya dengan senyum yang hangat sebelum mereka membukakannya pintu.
YOU ARE READING
Too Kind • Markhyuck ✓
Fiksi PenggemarHaechan was just too kind for a competitor like Mark. © Rayevanth, 2019