"Kereta terakhir memangnya pukul berapa?"
Lelaki ini terlihat sangat sibuk. Tangannya merapikan buku-buku dan telepon genggamnya dijepit diantara bahu dan telinga. Jalannya tidak benar, sedikit membuat tubuhnya bertabrakan dengan orang-orang.
"Maaf, maaf, aku buru-buru."
Tapi, tidak ada yang begitu peduli. Dia hanya mendapat tatapan kurang bersahabat saja.
"Lima belas menit lagi? Baik, aku segera kesana."
"Sial!"
Dia mengumpat, tangannya masih sangat sibuk memegang erat buku agar tidak jatuh. Laporan, buku-buku rujukan, kertas-kertas denah rumah yang memenuhi tangan sibuknya. Dan tidak lupa roti selai coklat kacang -kesukaannya.
Mungkin kebaikan Tuhan masih mau mengikutinya. Sebutan 'lelaki yang beruntung' mungkin memang cocok melekat dengan namanya. Karena dalam waktu empat belas menit, dia sudah berdiri di depan stasiun pemberhentian kereta sore ini.
Sedikit berlari dan berkeringat juga. Lumayan, satu menit untuk mengatur nafas dan melihat perempuan yang cantik.
Perempuan cantik yang berjalan di pandang matanya. Memasuki gerbong yang sama. Dan duduk di depannya.
"Hai!"
Si bodoh Lino yang menyapa lebih dulu karena alibi jatuh cinta pada pandangan pertama.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHINKANSEN || Lee Minho ✔
Historia Corta❝ If a train doesn't stop at your station, then it's not your train. ❞ - Marianne Williamson . . . Terima kasih, kalian!❤ # 1 - leeknowskz (3-07-2020) # 2 - leeknowskz (5-07-2020) # 3 - leeknowskz (22-06-2020)