1

55 2 0
                                    

     Pintu pagar ku buka dengan kasarnya. Air mata yang sudah setengah jam ku bendung akhirnya bobol. Dan ketika pintu depan terbuka, tangisan keras terdengar di ruang tamu.

     Entah sudah berapa lama aku menangis. Meski menangis sampai air mataku dingin, perasaan malu itu belum juga hilang. Aku sama sekali nggak bisa membayangkan apa yang akan terjadi esok hari.
Pasti aku bakal diomongin banyak orang. Soalnya, banyak sekali yang melihat kejadian memalukan itu.

     Kuhembuskan nafas pasrah, kusandarkan tubuhku di sofa. Kupandangi langit-langit rumah yang kini diterangi cahaya matahari sore.
Tak terdengar suara apapun di sekelilingku. Benar-benar sunyi dan senyap.

     Dengan tubuh yang masih lemas, aku pun bangkit.
Setelah mengunci pintu depan, aku pun menuju kamar. Di kamar, aku hanya membersihkan wajah dan berganti baju. Usai itu, aku menonton teve.

     Hanya terdengar suara merdu sang pembaca berita di layar teve 14 inci itu. Nggak ada suara yang lain. Aku jadi kesepian dan rindu dengan keluargaku lagi.

     Hampir satu tahun sudah aku hanya tinggal berdua bersama Ama di sebuah kontrakan, karena jarak antara rumah dan kampus yang lumayan jauh.

     Setiap menjelang malam aku selalu kesepian. Ya, kayak sekarang ini. Ditambah lagi tiga bulan belakangan ini Ama lebih sering menginap di rumah neneknya, karena sakit yang diderita neneknya sering kambuh.

     Aku jadi teringat lagi dengan kejadian memalukan sore tadi.

Seulas Senyum Untuk ZahwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang