2

33 3 0
                                    

     Seperti biasa, setelah kelas usai aku tak langsung pulang. Aku dan beberapa temanku duduk di bawah pohon rindang belakang gedung Rektorat kampus, lebih tepatnya lagi depan lapangan bola.

    Sekedar untuk ngobrol dan bercanda atau melihat orang-orang bermain bola, untuk mempererat hubungan kami.

     Sore ini cuaca sangat bersahabat. Beberapa temanku melontarkan candaan renyah untuk mencairkan suasana.

"Rena, kamu tau nggak bedanya kamu sama motor ?" tanya Riko.
"Nggak tau ? Emang apa bedanya ?"
"Kalau motor muternya di jalan, sedangkan kamu muternya dipikiran aku" jawab Riko.
"Aduh, Riko, kamu buat hatiku meleleh" kata Rena genit.
"Cie..ciee" sorak teman-temanku bersamaan.

     Aku yang tengah sibuk dengan buku jurnal dan buku bacaan pun ikut tertawa lepas.

"Zahwa..Zahwa.. Kamu tau nggak bedanya kamu sama matahari ?" tanya Riko kepadaku.
"Apa ya ? Nggak tau" jawabku singkat
"Kalau matahari menyinari dunia, sedangkan kamu menyinari hatiku" jawab Riko cekikikan.
"Ah kamu, Riko, bisa aja" kataku senyum-senyum.
"Cieee, Zahwa, dirayu sama Riko" sorak teman-teman.

     Hanya seulas senyum yang terlontar dari bibirku, yang lalu aku kembali sibuk dengan buku bacaan.

    Suara riuh suporter bola tak membuyarkan konsentrasiku dalam mengerjakan tugas.
Hingga seseorang berdiri di tengah lapangan dengan membawa sebuah microfon, menyita perhatian ku dan semua mahasiswa yang ada saat itu, terlihat juga beberapa dosen dan karyawan diantara mereka.

"Oke, sorry, guys, gue ganggu waktu loe sebentar. Gue Riyan, ketua Himpunan Mahasiswa Fakultas Hukum. Gue memberanikan diri berdiri di sini, di hadapan loe semua demi cinta" katanya yang lalu menatap tajam ke arah kami.

"Cieeeeeeeee" sorak sorai seluruh mahasiswa.

"Gue mau buktiin ke cewek yang gue cinta, kalu gue bener-bener serius sama dia, nggak main-main seperti yang ia kira selama ini. Dan kalian semua, saksi keseriusan cinta gue" katanya yang lalu berjalan kearah dimana aku dan teman-teman duduk.
"Wah, beruntung banget cewek yang di cintai Kak Riyan" gumam Selvi.

     Seluruh mata menatap tajam, mengikuti langkah sosok laki-laki berbadan tinggi itu, termasuk aku.

    Dan dia berhenti tepat dihadapanku. Aku yang bingung dan tak mengerti hanya terdiam. Tiba-tiba dia berlutut dihadapanku. Membuatku terkejut dan keheranan.

"Zahwa, selama ini aku memendam rasa yang begitu dalam sama kamu, aku juga selalu merhatiin kamu. Tapi kamu tak pernah peduli dengan itu semua. Beberapa kali aku menyatakan cinta, tapi kamu selalu bilang aku bercanda dan hanya main-main saja. Kamu selalu bilang kalau kita ini hanya sebatas kakak beradik. Padahal aku berharap lebih dari itu. Dan dihadapan mereka semua, aku mau menyatakan sekali lagi kalau aku sangat mencintai kamu". katanya melalui microfon sembari tangan kanannya berusaha mengambil sesuatu dari dalam saku jas yang ia kenakan.

"Will you merry me, Zahwa ?" tanyanya padaku sambil membuka kotak berbentuk hati berwarna merah yang di dalamnya terdapat sebuah cincin emas.

     Bagai tersambar petir di siang bolong. Aku terdiam seribu bahasa. Mukaku kaku kayak dikasih formalin. Tubuhku panas dingin. Aku cuma bengong tak percaya.

     Jantungku berdetak cepat. Sampai rasanya aku bisa merasakan peredaran darahku yang mengalir deras.

     Aku malu. Sangat malu! Atau tepatnya, campuran malu, kaget dan bingung.

     Dan kemudian, mataku mulai berkaca-kaca. Aku nggak berani menatapnya. Aku pun menunduk dalam-dalam. Aku benar-benar kalut sekaligus takut.
Apalagi, semua tatapan tertuju padaku. Rasanya aku mau mati saja.

     Dengan susah payah, aku berusaha tenang. Dari sudut mata, kulihat salah seorang temanku yang tengah berjalan keluar kampus. Tanpa pikir panjang, aku berlari menghampirinya, dan meninggalkan Kak Riyan dengan kebingungannya.

     Suara adzan memecahkan kristal lamunanku, teve pun kumatikan lalu bergegas menunaikan kewajibanku sebagai seorang muslimah.

Seulas Senyum Untuk ZahwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang