1

13.5K 483 11
                                    

🌻🌻🌻

Nyiur cemara melambai membawa hawa sejuk bagi semua santri dan penghuni pesantren Darul Istiqamah. Hiruk pikuk lalu lalang manusia, suara lantunan ayat suci alquran di Ma'had dan juga suara mikrofon yang menggema menyebut nama para santri yang dikunjungi keluarganya.

Atiqa, gadis berumur 28 tahun, salah seorang putri Waled Hasan pemilik pesantren Darul Istiqamah yang juga seorang ustadzah di pesantren tersebut. Lulusan kairo dengan segudang prestasi dan juga seorang hafidzah, Atiqa di segani di kalangan para dewan ustadz dan ustadzah.

Terlebih wanita itu cukup pendiam, tidak mau berinteraksi dengan lawan jenis, baik masalah pekerjaan ataupun romansa yang membawa pada fitnah.

Ia mempercayakan masalah pekerjaan dalam mengurusi santri yang menyangkut dengan sosok ustadz pada seorang asistennya, Maisarah.

Di akhir tahun ajaran para santri sedang di sibukkan dengan segudang tugas dari para dewan guru.

Ada yang menyelesaikan hafalan quran dan hadits, Khatam kitab dan juga sidang-sidang yang mereka jalani akibat keteledoran mereka saat belajar.

Pesantren Darul Istiqamah terletak tidak begitu jauh dari kota, pun tidak dekat. Sehingga proses belajar mengajar tidak terganggu dengan kebisingan kota.

"Ustadzah, Abi memanggil anda." Atiqa yang sedang memeriksa hasil ujian maktab para santri mendongak saat Maisarah memanggilnya. Ia membereskan lembaran putih yang sudah di tandai dengan tintanya dan memasukkan ke dalam lemari di belakang meja kerjanya.

"Kamu duluan, saya menyusul," kata Atiqa melihat sekilas ke arah Maisarah. Maisarah mengangguk dan meninggalkan Atiqa.

Tidak lama, Atiqa sudah berada di rumah walednya. Hasan Asyari pemilik pesantren Darul Istiqamah yang memiliki empat orang putra dan tiga orang putri. Pria berusia 73 tahun itu memiliki sikap bijaksana. Tegas dan santun dalam mengambil setiap keputusan. Pembawaan Hasan Asyari sangat tenang, sehingga siapapun yang berdekatan dengannya seolah terhipnotis ikut merasakan ketenangannya baik dalam berbicara maupun bersikap.

Atiqa melihat kedua abangnya, ustadz Mansyur dan ustadz Firdaus sudah duduk bersebelahan dengan waled.

Dari tujuh bersaudara, hanya ada empat
orang yang aktif di pesantren milik walednya.

Ustadz Sayed Mansyur anak pertama, sudah menikah dan mempunyai tiga orang putra. Beliau juga tinggal di lingkungan pesantren. Yang kedua ustadz Sayed Firdaus juga sudah menikah dan belum dikaruniai keturunan setelah lima tahun menikah. Ustadz Sayed Kafrawi, beliau sudah menikah dan menetap di kairo bersama keluarganya.

Atiqa memilih duduk di sofa panjang, sisi kanan Waled Hasan.

"Abi, mengumpulkan kalian untuk memberitahu lusa kita akan kedatangan tamu dari Malaysia. Sebagian dari mereka termasuk alumni dari pesantren ini." Waled Hasan Asyari memulai pembicaraan ketika putra-putrinya sudah berkumpul.

Meskipun tidak semua, karena anak-anaknya yang lain ada yang masih menuntut ilmu di luar negeri dan ada juga yang di bawa suaminya. Hanya empat orang  putra-putrinya yang berada di sisinya.

Ustadz Mansyur saling bertatapan dengan ustadz Firdaus, merasa bingung dengan kunjungan yang tiba-tiba. Biasanya Waled akan memberitahu mereka jauh-jauh hari.

"Kenapa tiba-tiba, Abi?" tanya ustadz Mansyur, mewakili kebingungan mereka bertiga.

"Sebenarnya tidak tiba-tiba, Abi saja yang lupa. Ini tadi ummi kalian yang ingatin Abi."

Atiqa mengangguk mendengar jawaban walednya. "Dalam rangka apa mereka ke sini, Abi?" tanyanya.

"Seperti biasa, setiap akhir semester alumni pesantren ini akan mengunjungi kita. Kini setelah enam tahun yang lalu kunjungan terakhir, giliran mereka lagi yang datang," papar Waled Hasan.

PURNAMA DI UFUK MESRA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang