4

3.7K 330 10
                                    

🌻🌻🌻

"Sudah sholat?" tanya Asyraf sekembalinya dari mesjid untuk sholat maghrib. Atiqa mengangguk. Ia tidak berani melihat wajah lelaki itu.

Asyraf meletakkan peci di atas meja rias. Ia mendekati Atiqa yang berdiri menundukkan kepala. Perlahan ia mengangkat dagu istrinya. Tatapan keduanya beradu.

"Apa wajah Abang tidak menarik untuk dipandang?"

Atiqa menggeleng, "Maaf."

Asyraf menangkup wajah istrinya dan mencium keningnya dalam.

"Tadi ibu-ibu di KBM nanya, sebelum kita melakukan sunnah. Adek sempat minum atau tidak?"

Wajah Atiqa memerah, ia malu dan sedikit kesal. Kenapa ibu-ibu kepo dengan urusannya. Tapi ia segera beristighfar mengingat kalau ibu-ibu tersebut kepo berarti mereka peduli dengan dia.

Betul nggak ibu-ibu?

Ummi memanggil Atiqa, menyerahkan hidangan makan malam yang telah disediakan.

Keduanya makan dalam diam, menikmati rezeki yang Allah titipkan mengharap berkah dalam setiap butiran putih tersebut.

Ba'da Isya, rumah waled Hasan Asyari kedatangan tamu. Asyraf dan Atiqa berada di kamar saat Ummi memanggil keduanya.

Ketika melihat tamu yang datang, Asyraf tersenyum lebar. "Masya Allah Adam, apa kabar?" pelukan sahabat yang sudah lama tidak bertemu, saling menyapa.

"Alhamdulillah." tamu yang bernama Adam tersebut melepaskan rangkulan dan menepuk punggung Asyraf.

Asyraf menarik lembut tangan istrinya, "Dek, kenalkan Adam dan istrinya. Teman kajian Abang dari Al ma'ruf, Jakarta."

Atiqa menganggukkan kepala pertanda salam dan hormat pada Adam dan bersalaman dengan istri Adam yang mengenakan pakaian serba hitam dan bercadar.

"Silahkan duduk, saya tinggal sebentar." Atiqa bertolak ke dapur, menyiapkan minum untuk tamu suaminya. Tidak lama ia kembali dengan nampan di tangan dan menyaksikan obrolan kedua lelaki tersebut yang kelihatan sangat akrab.

"Mina pasti sudah besar," kata Asyraf di sela obrolan. Adam dan istrinya mengangguk.

"Alhamdulillah sudah masuk SD," timpal Adam.

"Wah, kapan-kapan aku main lagi ke jakarta. Mau kan Dek?"

Atiqa mengulum senyum seraya mengangguk. Ia sebenarnya ingin mengajak istri Adam bicara. Tapi merasa risih karena ada kaum pria di depannya.

Akhirnya, sampai tamu tersebut pulang ia tidak berbicara dengan istri Adam. Hanya mengatakan kata perpisahan saat wanita berniqab itu masuk ke dalam mobil.

Tapi melihat mata wanita itu, Atiqa yakin sosok itu pasti baik dan menyenangkan.

"Kalau tidak buru-buru, mereka pasti menginap," kata Asyraf saat sudah di kamar.

Atiqa tidak menjawab, tapi ia mendengar apa yang dikatakan suaminya.

"Perjuangan cinta mereka patut diacungin jempol. Tunangan, putus, dijodohkan dan akhirnya break karena keputusan sepihak." Asyraf menghela nafas mengingat cerita cinta sahabatnya.

"Untungnya Mina, putri mereka bisa menerima keadaan tersebut. Sampai Ayahnya harus memilih-"

Asyraf tidak melanjutkan kalimatnya karena ada panggilan masuk di ponselnya.

Atiqa memperhatikan Asyraf yang sedang berbicara di telepon dengan seksama. Ada gelenyar aneh menyusup ke dalam relung kala kalimat lelaki tersebut terangkai.

PURNAMA DI UFUK MESRA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang