🌻🌻🌻
Atiqa tidak mendapatkan informasi mendetail tentang lelaki yang akan menikahinya tanpa proses khitbah. Ia hanya mengantongi asal lelaki tersebut yang berasal dari kota empek-empek dan usianya. Sedangkan pendidikannya sudah ia baca saat kabar rombongan lelaki itu datang.
Pandangannya tertuju pada lelaki yang sedang memberi kata sambutan di atas panggung yang telah dihias sedemikian rupa oleh santri dan tim panitia acara isra' mi'raj.
Tutur kata lelaki itu santun, wibawa kelihatan sesuai dengan umurnya yang sudah menginjak usia 37 tahun. Senyumnya sesekali merekah di sela ucapannya.
Lelaki itu Asyraf. Dia yang akan mengakadnya lusa. Bijak dan dewasa dalam bertutur, namun belum bisa dipastikan dewasa dalam bersikap, pikir Atiqa.
Gadis itu mengehela nafas berat. Konsentrasinya terganggu saat ada pesan yang masuk ke ponselnya dari nomor tak dikenal.
"Jangan terlalu dipandang. Nanti lena pada Makhluk-nya."
Gadis itu mengedarkan pandangan, mencari sosok yang mencurigakan. Namun mustahil. Di tengah keramaian santri, dewan guru dan tamu undangan mana bisa ia menemukannya.
Ceramah yang di sampaikan ustadz Wahed cukup menyentuh. Kebenaran Rasul saat naik ke langit atas perintah Allah di ingkari oleh kaum Quraisy kala itu. Rasul tidak mempermasalahkan, beliau bertambah semangat dalam berdakwah setelah menerima perintah sholat. Sahabat keluarga dan kaum muslimin yang gugur saat berjuang bersamanya pada masa itu harum aroma kasturi darah mengental hingga ke syurga nanti.
"Begitupun bidadari yang mau berjuang dengan suaminya. Allah janjikan jannah untuknya."
Atiqa gemas, melihat pengirim chat yang sama. Tidak mungkin dewan guru yang iseng. Mengingat bagaimana dewan guru baik yang tua maupun muda sangat segan pada gadis tersebut. Hanya ustadz Irwan yang sering bergurau dengannya, walau tidak pernah ditanggapi Atiqa. Apalagi semua nomor ponsel dewan guru tersimpan di kontaknya.
Ia tidak lagi mendengar ceramah tersebut, karena pesan berikut dari nomor yang sama menyita perhatiannya.
"Seperti Abu bakar sangat menyukai Rasulullah bersanding dengan Aisyah, izinkan aku menjadikanmu syurga untukku."
Tidak seperti wanita zaman sekarang yang langsung merona mendapat pesan seperti itu. Wajah Atiqa pucat pasi seperti baru divonis eksekusi mati ketika ia mengetahui pengirim pesan tersebut. Matanya spontan melihat ke arah pengirim chatt yang tak lain adalah Asyraf.
Lelaki itu tampak santai. Jarak mereka dipisahkan dua tenda dengan lekuk huruf L. Atiqa yang duduk di barisan ketiga menoleh ke kanan. Matanya menatap lelaki yang duduk di barisan depan bersama waled dan dewan guru.
"Sebaik-baik wanita yang bisa menjaga pandangannya."
Atiqa beristighfar dalam hati, menahan kekesalannya pada pria tersebut. Kalau saja pria itu tidak mengganggunya ia tidak akan bersikap seperti ini.
Sekali lagi, ia beristighfar, kala syaitan membangun api amarah dalam hatinya.
Memasuki waktu dzuhur, acara selesai ditutup dengan santunan kepada anak yatim piatu dan santri kurang mampu serta doa bersama.
Atiqa bergegas masuk ke kamar saat acara selesai. Ponselnya kembali menandakan pesan masuk saat ia mengambil mukena di lemarinya.
"Selipkan nama Abang dalam sujud terakhirmu."
Mengucapkan istighfar berulang kali sebelum ia menggelar sajadah. Empat rakaat selesai ia laksanakan. Harap - harap cemas Allah menerima ibadahnya. Melupakan pesan-pesan yang tadi sempat menyita perhatiannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PURNAMA DI UFUK MESRA ✔
General FictionFOLLOW DULU AGAR BISA BUKA BAB LENGKAP💕 "Assalamu'alaikum zaujati." "Wa'alaikumsalam." "Hanisya, kenalkan istri Abang, Syarifah maula atiqa." Dua wanita tersebut saling berpandangan, Hanisya istri pertama Asyraf mengulurkan tangan terlebih dahulu m...