10. Depression?

19 4 4
                                    


Aku tahu, kau sering kali kesal dengan sikap konyolku ini. Itu karena perhatian yang kau berikan tidak pernah cukup untukku. Dan, mungkin dengan cara ini kau bisa menyadari jika aku menyukaimu.


Choi Youngjae





"Menyusulnya, kayaknya lebih baik? Nggak ada lagi pemisah diantara kita." ujar Jaebum lirih sambil menggesekkan gunting di nadinya secara perlahan.

"Kak Jae udah gila?!" dengan cepat, Jian merampas gunting tersebut dan membuangnya ke sembarang arah.

"Sadar, kak! Apa cewek itu lebih berharga dari pada nyawa kakak sendiri?" Jian menangkup kedua sisi bahu Jaebum dan mengguncangnya berulang kali. Sedangkan Jaebum, ia hanya menatap kosong dengan mata berair. Masih mencerna apa yang terjadi barusan.

"Kakak lebih milih mati dan ninggalin aku sendiri di sini? Kejam banget, tau nggak!" ujar Jian frustasi.

"Nggak! Kakak nggak kejam! Itu pilihan kakak, dan aku nggak berhak ngelarang."

Jian kembali mengambil gunting yang terkapar di lantai, lalu mengarahkannya pada Jaebum.
"Terserah! Lakuin apa yang kakak mau! Aku nggak akan ngelarang lagi."

Jaebum masih terdiam. Tidak ada tindakan sama sekali.

"Ayo, cepet! Hidup kakak udah nggak berguna lagi, kak? Aku mau lihat, apa setelah ini hidup kalian akan lebih bahagia dari sekarang?"

Pranggkkk....


Jaebum melempar gunting tersebut ke dinding yang membuat benda itu terbagi dua.

"Maafin kakak!" ujar Jaebum sambil mengusap kepalanya kasar. "Kakak cuma rindu sama dia." lanjut Jaebum.

Jian tersenyum remeh. "Denger, kakak harus terima kenyataan kalau Jihyo itu udah mati. Aku tau kakak Cinta banget sama dia, tapi hidup harus terus lanjut." Jian berlutut, menyamakan posisinya dengan sang kakak.

"Kakak bisa mencintainya dengan cara lain. Seperti mengirimkannya doa atau datang ke pemakamannya setiap minggu. Aku yakin, dia pasti akan lebih senang kalau kakak ngelakuin itu? " Jian mengenggam kedua tangan Jaebum untuk memberikannya semangat.

"Maaf, kakak cuma belum siap. Kakak terlalu bodoh untuk memilih mengakhiri hidup dan pergi meninggalkanmu. Kakak sangat menyesal!" ujar Jaebum lirih.

"Nghak masalah, yang penting kakak sadar. Mulai sekarang, kakak harus terima kenyataan meskipun sulit. Aku akan selalu ada untuk kakak.." Jian mengusap wajah Jaebum yang penuh dengan keringat.

"Terima kasih, Jian."

"Besok pagi kita pergi ke rumah sakit, ya? Kita periksa kondisi kakak. Aku takut kalau kejadian tadi terulang."



*******


Selepas dari kamar Jaebum, Jian pergi menuju dapur. Ia melihat dua orang pria yang sedang berdiri di depan washtafle, sibuk mencuci piring. Jian pun menggeleng ketika mendengar perdebatan kecil diantara mereka. Jian tersenyum, meskipun ia tidak tahu apa yang sedang Jinyoung dan Youngjae bicarakan.

"Woy, kalian berdua ngapain, sih? Berisik banget!" tanya Jian sambil berjalan mendekati dua pria di hadapannya.

"Cuci piring!" jawab mereka kompak. Tapi anehnya mereka menjawab dengan nada tinggi.

"Selu woy!"

Jinyoung dan Younjae pun sontak berbalik ke belakang ketika menyadari siapa yang telah mereka bentak barusan.

Don't Disturb My Life, Please! [SEDANG REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang