UNINVITED GUEST

32 1 8
                                    

A day without coffee is a like something without something
—unknow

       Haruka mengabaikan rasa penasaran itu dan harus mengurusi pekerjaan yang sebelumnya ia tinggal. Dari koridor tempat ia  berdiri, terlihat bahwa tidak tersedia cukup kursi di meja bagian dalam, sementara untuk hall, semua tenda medi sudah terisi penuh. Pengunjung banyak datang dengan berkelompok, mengingat hari ini adalah hari Jumat, para pekerja di wilayah Ropponmatsu akan menghabiskan malamnya pergi kedai kopi yang tersebar di sekitar stasiun.

       Melihat situasi tersebut Haruka segera mengambil tindakan; meraih apron merah bata di gantungan sebelah kanan, memosisikan tubuh tingginya di belakang espresso maker dan segera membuat pesanan. Dengan cermat, Haruka mengaktifkan fitur pressure gauge, mengendalikan tekanan brewing hingga ia merasa keseluruhan ekstrasi sudah tepat.

       Di sebelahnya, Mizuki terlihat agak kerepotan menangani beberapa pesanan. Haruka melihatnya dengan seksama. Pemuda jangkung itu baru belajar teknik manual brewing beberapa bulan lalu, sebelumnya ia sudah lancar menggunakan espresso maker. Juniornya itu  menyiapkan sebuah cangkir yang ia sisihkan di sebelah kiri. Di hadapannya, corong gelas berbentuk V berdiri tegak siap digunakan, filter yang dialaskan pada drip telah ia bilas sebelumnya. Tangan kanan Mizuki memegang kattle berleher panjang—berisi air mendidih—dengan hati-hati.

        Sebelum menuangkan air panas pada filter yang sudah ditambahkan bubuk kopi gerakan Mizuki terhenti, "Kau melupakan pelajaran pertama tentang manual blewing, Mizuki."

        Mizuki tertegun di tempat. Detik berikutnya ia menyadari kesalahan dan memberi permintaan maaf pada Haruka. Seniornya itu hanya tersenyum memaklumi.

       "Gomennasai(15)!" Mizuki membungkukan badannya.

        "Tidak masalah, yang harus kau ingat adalah kopi terbaik lahir dari beberapa faktor. Salah satunya adalah suhu air. Bisa juga itu salah satu yang terpenting. Temperatur air paling baik dalam menyeduh secangkir kopi adalah 90-96℃. Lebih dari itu, kopimu akan pahit dan rasa pada kopi bisa saja hilang," terang Haruka ketika matanya melirik pada kattle yang dipegang Mizuki.

      Aura penyesalan nampak di wajah pria yang sebentar lagi menginjak umur dua puluh tahun itu. Pada usia mudanya ini, ia terlihat seperti Haruka beberapa tahun silam. Belajar meracik dan memahami tentang kopi yang tidak hanya sekadar menyeduh dan mengaduk dalam cangkir.

       "Gunakan suhu air dengan tepat, jadi kopimu tidak terlalu cepat larut dan tidak lama juga menggenangi kopi. Masaklah air sampai mendidih, tapi tunggu 4 menit sebelum menuangkannya ke dripper," jelas Haruka.

       Mizuki mengangguk paham. "Aku akan terus mengingat itu Haruka-senpai. Arigatou!"

       Sekali lagi Mizuki membungkuk kali ini untuk ucapan terima kasih, lalu ia siap menuangkan air panas dengan gerakan memutar. Setelahnya, uap hangat bercampur bubuk kopi mengudara, menggenangi kopi dan perlahan cairan hitam pekat itu luruh. Haruka tersenyum kemudian melanjutkan kegiatan yang tertunda. Ia menatap  digital order  dihadapannya, ada lima pesanan kopi yang harus disajikan; dua doppio, satu americanno, dan dua long black.

       Dalam riuh-rendah suasana counter, Mizuki melihat cara bekerja Haruka yang cermat; tidak tergesa-gesa tapi juga tidak terlalu lambat. Semua terkendali dan berada dalam jangkauan. Sejak masuk kerja di Omoteshizu dua tahun yang lalu, Mizuki sudah menaruh rasa kagum dan hormat pada sosok seniornya itu.

       Haruka yang terlihat dari luar adalah sosok yang biasa menarik perhatian orang. Tidak ada penyangkalan bahwa yang ada pada diri Haruka adalah magnet untuk penggemar kopi khususnya kaum wanita. Tubuhnya tinggi, semula Mizuki mengira kalau di kehidupannya sebelum menjadi barista, Haruka adalah pemain basket. Pendapatnya salah, pria itu adalah seorang drummer ketika sekolah menengah atas. Mizuki terpingkal-pingkal saat Haruka bercerita pada malam penerimaan karyawan baru. Dan, tersembunyi di dalam adalah sosok penyendiri yang tidak banyak orang  tahu.

OmoteshizuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang