Bagian Kedelapan

13 8 0
                                    

Mangga Muda

======================

"Sebenarnya, inti pelajaran dari pak Rendra itu bukan mengajari kita soal sejarah. Bukan, bukan itu." Ucap Oktora menceritakan sesuatu yang baru ia sadari sekarang. Kali ini, Oktora melupakan dulu tentang cerita manusia jadi-jadian yang ia dengar dari cerita Dika kemarin.

"Terus apaan dong?"

"Sebenarnya pak Rendra itu mengajari  soal bagaimana kita mengendalikan pikiran."

"Ra, aku tau kamu suka baca buku fantasi tentang dongeng-dongeng dari negeri entah berantah. Tapi, ini bukan dunia fantasi. Ini dunia nyata." Ucap Ara sambil menikmati mangga muda yang diambilkan Oktora tadi di depan kelasnya. Oktora tidak memanjat pohon mangga yang tumbuh tepat di depan kelasnya itu, tapi ia hanya melemparinya dengan batu. Dan sekarang, Ara menikmati mangga muda itu dengan garam dan satu biji lombok muda yang diambilnya di belakang kelas. Tempat beberapa tanaman tumbuh subur di pinggir empang. Bukan hanya disitu, tapi hampir seluruh tanaman yang ada di sekolah akademi gajah, tumbuh subur. Dan itu yang membuat sekolah ini terlihat seperti sebuah perkebunan yang luas. Ada banyak tumbuhan disana, seperti pohon mangga yang jumlahnya puluhan, pohon pisang yang tumbuh di belakang kelas, satu pohon kurma yang tidak pernah dilihat buahnya, dan masih banyak lagi tanaman yang tidak diketahui namanya.

"Aku serius, Elara Putri Orion." jawab Oktora menyebut nama Ara lengkap.

"Aku juga serius, Oktora Marendra Jaya Putra Sejagad Raya yang selalu percaya pada hal-hal yang tidak masuk akal." Kata Ara menyebut namanya lengkap. Bukan, bukan itu sebenarnya nama lengkap Oktora. Hanya saja ia menambahkannya sendiri. Oktora Marendra Jaya Putra. Ya, cuma itu nama lengkap Oktora, laki-laki aneh yang suka bercerita tentang hal-hal yang tidak masuk akal.

"Eh, tapi aku baru sadar, ternyata kamu punya kesamaan dengan pak Rendra." kata Ara yang baru menyadari sesuatu.

"Apa?" tanya Oktora.

"Nama kamu sama pak Rendra sama, ya? Atau jangan-jangan kamu adalah makhluk dari galaksi lain yang dipilih Tuhan untuk menggantikan pak Rendra." Ara sedikit tertawa mengatakan itu semua. Tapi kalau boleh jujur, apa yang dikatakan Ara itu memang benar. Selain nama Oktora dan pak Rendra sama, mereka berdua juga memiliki kesamaan, yaitu sama-sama aneh. Pikiran mereka berdua terlalu sulit dimengerti oleh makhluk bumi sepertinya.

Oktora tertawa mendengar apa yang dikatakan Ara barusan. Membayangkan dirinya kalau jadi seperti pak Rendra. Memiliki kepala botak.

"Tapi aku lebih ganteng daripada pak Rendra yang rambutnya sudah botak itu." Ucap Oktora sedikit tertawa. Memandangi Ara yang masih asyik menggigiti mangga muda yang dari tadi dinikmatinya. Membuat Oktora menelan ludahnya.

Kalau seandainya Ara tidak terlalu mengenal Oktora, mungkin ia sudah hampir muntah waktu mendengar perkataannya tadi. Ara tahu, Oktora selain suka bercerita tentang hal-hal yang tidak masuk akal, ia juga termasuk tipe laki-laki yang sangat narsis.

"Iya, ganteng. Tapi kegantenganmu itu tidak selamanya, nanti juga akan botak kayak pak Rendra."

"HAHAHAH."

Suara tawa yang terdengar karena obrolan antara Ara dan Oktora di pinggir empang belakang kelas, dekat jalan masuk menuju hutan. Hutan yang letaknya di pinggir kota. Menurut sejarah, kota ini dulunya adalah hutan belantara yang luas. Tapi, semakin banyak orang yang lahir di bumi ini dan tempat yang tersedia untuk membangun rumah semakin berkurang, jadilah pohon-pohon yang ada di hutan ini sedikit demi sedikit di tebang. Dan di bangun menjadi sebuah kota. Sebuah kota yang diberi nama sesuai dengan sejarahnya, Kota Hutan.

Oktora dan Ara saling berpandangan. Mencari sumber suara ketawa itu. Karena bukan salah satu diantara mereka yang baru saja tertawa. Tapi, ada orang lain yang keberadaannya belum sempat terlihat oleh mereka berdua.

SAYAP PATAH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang