Di sini mereka sekarang, di sebuah tenda pengungsian bersama para korban lainnya. Tenda dibangun cukup banyak, berdiri disebuah bukit yang memiliki dataran cukup luas dan aman dari kemungkinanan banjir susulan.
Dari tadi Fajar asik bercerita dengan warga lainnya, meninggalkan Raya yang lebih memilih bergelung dengan selimut di dalam tenda. Dia merasa tidak enak badan, berjam-jam diguyur hujan dan terserang hyportermia membuat tubuhnya belum pulih.
Fajar begitu antusias dengan beberapa orang laki-laki dewasa di sekelilingnya. Entah berapa lama, Raya tidak begitu peduli.
Mata Raya terbuka saat indra penciumannya menangkap aroma sedap yang membuat perutnya berontak minta diisi. Fajar, masuk ke dalam tenda membawa mangkok yang berisi mie instan yang masih mengepulkan asap.
Dia menyodorkan mie itu kepada Raya, kemudian asik dengan mangkoknya sendiri.
"Kau asik sekali dengan obrolanmu," tegur Raya, setelah berhasil di evakuasi tadi, belum sepatah katapun mereka saling berbicara.
"Iya, banyak warga yang belum ditemukan karena terseret arus banjir," jawab Fajar. Dia bicara tanpa menatap Raya dan lebih tertarik mengaduk mie instannya yang mulai mengembang.
Raya meletakkan mangkoknya, memperhatikan rambut berantakan Fajar yang mulai panjang menyentuh bahunya. Dia benar-benar mengakui, pesona laki-laki itu memancar walaupun dalam keadaan berantakan.
"Ada apa? Kau memperhatikanku terus, hati-hati! Kau bisa jatuh cinta padaku," sindir Fajar.
Raya kesal dan malu ketika dia kepergok oleh Fajar.
"Terlalu percaya diri tidak baik untukmu, membuatku jatuh cinta tidak mudah, kau perlu memiliki bebarapa kriteria yang bahkan tak satupun yang kau miliki," balas Raya, dia tidak mau terlihat kalah.
"Terserah padamu, aku tidak berminat denganmu, buat apa aku harus memiliki kriteria sesuai yang kau inginkan."
"Kau laki-laki yang sombong, pantas saja kau tak punya pacar," ejek Raya, dia meraih kembali mangkok mie instannya.
"Banyak yang menyukaiku, tapi belum berjumpa yang cocok."
"Memang seperti apa kriteriamu?" pancing Raya. Jantungnya kembali berdebar halus.
"Kenapa kau jadi ingin tau? tak satupun kriteriaku ada pada dirimu," balas Fajar.
"Sudahlah, lupakan!" Raya tersudut.
"Aku menyukai wanita yang memiliki sifat ke ibuan, lembut, penyayang dan perhatian. Itu saja, untuk wajah tidak masalah, biar tampangnya biasa biasa saja asalkan aku nyaman, aku mau."
Raya terdiam, benar ... tak satupun kriteria itu ada padanya.
"Jangan berfikir terlalu keras, sudah kubilang semua itu tidak ada padamu," cemooh Fajar.
Mata Raya melotot garang pada Fajar yang tertawa puas.
"Sampai kapan kita disini?" tanya Raya.
"Sampai mendapatkan tempat tinggal baru, rumah yang lama dindingnya sudah jebol, tidak bisa lagi ditempati," jawab Fajar seadanya.
"Berarti untuk beberapa hari ini, kita tinggal di tenda."
"Ya, begitulah. Setidaknya untuk makan dan minum kita dibantu oleh pemerintah."
"Bahkan aku tidak punya pakaian ganti."
"Kalau kau risih dengan pakaianmu, buka saja!" celetuk Fajar. Raya memandang wajah Fajar kesal, namun dia mendapati mata itu menerawang mengamatinya.
"Dasar." Raya berbalik memunggungi laki-laki itu, Fajar mengusap wajahnya kasar, entah kenapa bayangan itu melintas semakin sering beberapa menit ini.
"Sudah berapa usia kandunganmu?"
"Aku tidak tau," jawab Raya.
"Kalau aku hitung sejak malam itu, berarti sudah tiga bulan," jawab Fajar.
"Mungkin."
"Ck ck ck, kau membosankan sekali."
"Terserah padamu, tapi kenapa tidak kau saja yang melakukannya malam itu?" tanya Raya yang membuat Fajar kaget.
" Maksudmu?"
"Iya, kau kan sangat membenciku, seharusnya kau saja yang melakukannya, jadi pernikahan ini menjadi sah karena yang kukandung adalah anakmu, dan kau takkan berniat mengembalikanku ke rumah itu."
Fajar bergidik, pemikiran Raya sangat tidak masuk akal.
"Aku memang tidak menyukaimu, tapi aku bukan orang hina yang melakukan tindakan menjijikkan seperti itu, atau jangan-jangan...." Fajar menyipit curiga.
"Apa?" Tantang Raya.
"Kau ingin aku melakukannya?" pancing Fajar.
"Kalau aku mau, apa kau akan melakukannya?" Raya berniat mengerjai laki-laki sombong itu, menyingkirkan selimut dari tubuhnya dan merangkak menuju Fajar.
Fajar beringsut, matanya waspada.
"Kau takut?" Raya tersenyum menang."Aku tidak takut denganmu," ketus Fajar.
"Lalu kenapa kau beringsut menjauh? buktikan ucapanmu, bahwa tak satupun kriteria wanitamu ada padaku, sehingga...." Raya mendekat, berbisik di sisi wajah Fajar.
"Kau tidak perlu segelisah ini."
Fajar memejamkan mata, tanpa Raya sadari, lengannya dicekal kuat dan dijauhkan oleh Fajar dari dirinya.
"Berhenti bersikap murahan! Aku bukan Marsel," ketus Fajar yang berhasil membuat air mata Raya lolos dari bola matanya. Ucapan itu sangat menyakiti hatinya.
"Aku tidak menggodanya." Raya membela diri.
"Aku tidak mau tau."
"Kangan berfikir aku ini adalah wanita murahan," ketus Raya.
"Sudahlah, tenangkan dirimu, kau terlihat seperti orang yang berhalusinasi." Fajar bangkit meninggalkan Raya yang kembali menangis.
***
Di karya karsa tamat.
Ramaikan vote dan komen ya
KAMU SEDANG MEMBACA
I Hate You ! But I Love You ( 21 + )
Любовные романы21 + Konten Dewasa Saling membenci tapi menikah, dipaksa dan terpaksa. Demi sebuah kehormatan keluarga. Apakah cinta bisa hadir didalamnya??