9.Hari Penuh Tangisan

152 6 0
                                    

Aku ingin memilikimu bukan karena kelebihan maupun kekurangan yang kau miliki tapi, aku ingin menjagamu dan aku juga berjanji akan membuatmu terus tersenyum di hadapanku.

"Bagaimana kabarmu nak?" Tanya ayah Lia.

Lia tak percaya dengan sesosok pria yang disebut dengan nama ayah itu, setidaknya Lia pernah memanggilnya seperti itu.

Hati Lia merasa campur aduk tak karuan, Lia sudah bisa melupakan masa lalu yang sangat menyedihkan dengan susah payah. Dan sekarang Lia seperti tenggelam dalam lautan yang paling dalam hingga kehabisan nafas.

Lia melepaskan pelukan itu, memejamkan mata untuk beberapa saat untuk berharap kejadian saat ini adalah mimpi buruk.

"Lia, sayang..ma.."

"Permisi yah, aku udah telat."

Belum sempat ayah Lia mengatakan sesuatu Lia sudah memotongnya dengan mengalihkan pembicaraan yang cukup masuk akal. Dengan kepala tertunduk Lia melewati ayahnya yang masih berdiri dengan wajah yang sedikit sedih.

"Kenapa ayah baru kembali? Dimana ayah ketika aku sedang membutuhkan pelukan dan seseorang yang memberiku semangat?" Dalam hati Lia.

Dalam perjalanan ke ruang kelasnya Lia tak henti-hentinya meneteskan air mata dan menunduk agar tidak banyak mengundang perhatian para siswa di lorong sekolah.

Di dalam kelas.

Tak biasanya, Lia hanya duduk dengan meletakkan kepalanya di atas meja, kadang sesekali mendongakkan kepala tapi dengan tatapan yang kosong.

"Lia lo kenapa dah,ngga kaya biasanya kalo baru berangkat langsung sumringah?" Tanya Sia yang bingung dengan kelakuan sahabatnya yang satu ini.

Lia hanya terdiam menolak berbicara untuk beberapa saat, bahkan saat pelajaran dimulai. Saat itu Farhan memperhatikan tingkah laku Lia yang tidak seperti biasanya.

"Tuh gebetan lu lagi galau." Cengir Anggi yang duduk sebangku dengannya.

"Brisik, udah catet tuh rumus sekalian di jidat lo."

"Weh ngambek nih anak." Ledek Anggi lagi.

Hingga KBM selesai dan bel pulang berbunyi Lia pun masih tetap diam tak mengucapkan sepatah kata pun, sehingga membuat sahabatnya bingung sendiri.

"Sebelumnya gwe minta maaf kalo gwe punya salah, tapi gwe pulang dulu ya soalnya udah dijemput sama Abang gwe." Sambil menyenggol sikut Lia.

"Kalo lo butuh temen curhat lo tinggal chat gwe, gwe bakalan online 24 jam jadi lo tenang aja." Ucap Sia dengan nada yang lembut.

"Iya Si makasih juga lo udah sabar ngadepin gwe."

"Y udah bye, kalo udah sampe rumah kabarin ya." Pamit Sia sambil berjalan keluar kelas.

***

Di parkiran.

"Bentar gwe balik kelas dulu."

"Kenapa ada yang ketinggalan?"

"Ho oh"

"Ya udah duluan ya."

Saat ini Lia sendirian didalam kelas yang gelap, sunyi, dan hening tanpa suara, seperti yang dirasakan Lia saat ini. Hati lia masih sangat sesak menahan sedikit air mata yang akan terjun dan membasahi pipi merahnya itu.

Satu persatu air bening pun jatuh dari matanya, dan Lia menangis tanpa suara. Lia menenggelamkan kepalanya pada tangan yang ditekuk di atas meja.

Cold and Humoris[Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang