Arifa terbangun dari tidurnya saat ia merasa sakit dibagian perutnya. Sakitnya tak seberapa namun ia merasa celana tidurnya basah. Ketubannya pecah. Arifa panik karena menurut prediksi bidannya ia akan melahirkan sekitar 3 atau 4 minggu lagi saat kandungannya memasuki bulan ke delapan. Ia lalu membangunkan Arif dan bergegas ke rumah bidan.
Ya dua bulan lalu Arifa di temani keluarga besar Arif cek ke bidan dan saat itu di ketahui kalau Arifa mengandung anak kembar maka dari itu ia akan melahirkan prematur. Pantas saja perutnya begitu besar. Ia sangat senang apalagi Arif. Mama papa dan kak Nisa juga sangat senang mendengarnya.
"Arifa harus di rujuk ke RSUD karena ketubannya sudah kering jadi akan berbahaya jika melahirkan normal. Saya takut Arifa tidak akan kuat" ucap sang bidan setelah memeriksa keadaan Arifa.
Arif setuju karena tak ingin melihat Arifa lebih kesakitan lagi. sesampainya di rumah sakit Arifa langsung masuk ke ruang operasi setelah di periksa terlebih dahulu. Ia hanya sendiri menunggui Arifa karena mama dan papanya sedang di luar negeri dan kak Nisa ada urusan kampus yang tidak bisa di tinggalkan.
Setengah jam lebih akhirnya operasi selesai. Pintu terbuka dan Arif dapat melihat perawat membawa dua anak kembarnya ke ruang penghangat bayi dan setelah itu seorang dokter keluar.
"bagaimana keadaan istri saya dok ?" tanya Arif pada sang dokter.
"nyonya Arifa baik, Alhamdulillah operasinya berjalan lancar. Sebentar lagi ia akan di pindahkan ke ruang rawat" jawab sang dokter ramah.
"bayinya laki-laki dan perempuan juga sehat" lanjut sang dokter.
"boleh saya melihat anak saya dok ? saya ingin mengazankan mereka" tanya Arif lagi.
"oh tentu saja anda sudah bisa melihatnya" ucap sang dokter dan setelah itu Arif langsung menemui anaknya.
Mata Arif berkaca-kaca menahan haru saat pertama kali melihat anak kembarnya di dalam ingkubator. Tak menyangka ia benar-benar sudah menjadi ayah di awal 18 tahunnya.
Setelah itu Arif mengazankan bayi lelakinya dan iqomat untuk bayi perempuannya secara bergantian. Lalu mencium bayi-bayi yang belum bernama itu.
"Assalamualaikum anak-anak abi. Terima kasih sudah hadir dengan sehat abi sayang kalian" ucap Arif lembut pada bayinya.
"oo kalian haus yaa ? sabar dulu ya sayang sebentar lagi kita bertemu umi" tampak kedua banyinya menggerak-gerakkan bibirnya seperti ingin minum membuat Arif gemas namun juga tak tega anaknya kehausan.
"suster kapan mereka bisa bertemu uminya ? sepertinya mereka ingin minum" tanya Arif pada suster di depannya.
"tunggu sebentar lagi ya pak nyonya Arifa harus istirahat dulu setelah operasi dan si kembar harus di masukkan lagi ke ingkubator agar suhu tubuhnya stabil" jawab suster itu.
"baiklah terima kasih sus" ucap Arif lalu menyerahkan bayinya untuk di letakkan lagi ke dalam ingkubator.
Setelah itu Arif melihat Arifa di ruangannya. Ia tampak masih lemah. Ia tersenyum saat Arifa memandangnya.
"kamu hebat Fa. Terima kasih" Arif menggenggam tangan Arifa lalu menciumnya.
"hmm anak kita di mana Rif aku ingin lihat" tanya Arifa tak sabar.
"iya sebentar lagi ya kamu istirahat dulu sebentar" jawab Arif lembut.
Selang setengah jam suster masuk membawa anak kembar mereka agar mendapat ASI pertama. Saat pertama kali Arifa melihat dan menyentuh bayinya ia begitu terharu hingga menangis. Inilah anak yang ada di rahimnya selama lebih kurang tujuh bulan sekarang dapat di peluknya.
Arif menghapus air matanya dan tersenyum padanya.
"kita belum punya nama untuk mereka" kata Arif menatap Arifa lalu menatap anak-anaknya yang begitu semangatnya menyusu.
"bagaimana kalau Alif dan Alifa" ucap Arifa semangat.
"hmm boleh juga terdengar mirip dengan nama kita" ucap Arif antusias.
"lalu nama belakangnya ?" lanjut Arif.
"apa ya?" Arifa juga bingung untuk itu.
"gimana kalau Alif pakai nama belakang aku dan Alifa pakai nama belakang kamu ?" tanya Arif menatap Arifa.
"bagus.. Alif Muhammad Arfandi dan Alifa Auliani Hakim. Aku suka" jawab Arifa senang balas menatap Arif.
Lalu mereka sama-sama tersenyum menatap bayi kembarnya yang baru saja mendapat nama itu dengan bahagia.
Seminggu berada di rumah sakit akhirnya Arifa di perbolehkan pulang. Sesampainya di rumah mereka di sambut kedua orangtua Arif yang baru datang beserta kak Nisa juga. Mereka bergantian menggendong Alif dan Alifa. Mereka juga tampak behagia menyambut si kembar.
Arif dan Arifa senang bahwa kedua orangtuanya telah menerima pernikahan mereka dan anak-anak mereka. Walaupun sebenarnya sang opa belum memberikan restu untuk mereka. opa begitu marah saat tahu pernikahan mereka bahkan Arif sempat di tampar dan setelah itu kakek tidak mau bertemu Arif.
Waktu berjalan dengan cepat dan sekarang si kembar telah berumur 1 tahun. Mereka sudah bisa berjalan dan sudah bisa memanggil umi dan abi. Alif bisa memanggil abi dan Alifa bisa memanggil umi selebihnya mereka baru bisa berceloteh yang hanya mereka berdua yang mengerti.
"abi.."
"umi.."
Mereka tampak sedang mengobrol berdua sambil bermain lego di tangan masing-masing.
"sekarang waktunya mandi sayang... ayoo umi udah siapkan airnyaaa" ucap Arifa menghampiri mereka lalu menggendong mereka ke kamar mandi.
"umiii" kata Alifa girang di gendongan sang umi.
"iya Alifa mandi dulu yaa sayang" balas Arifa dengan nada lucunya.
"abii" ucap Alif tak mau kalah dari Alifa.
"iyaa abi sebentar lagi pulang.. sekarang Alif harus mandi supaya waktu abi pulang Alif sudah harum" balas Arifa sembari mencium gemas anak kembarnya itu.
Saat mandi mereka berdua saling main air satu sama lain lalu tertawa terbahak-bahak membuat Arifa senang melihat kedua anaknya. 'Anak-anakku sudah besar' ucap Arifa dalam hati.
Tak lama setelah mereka berpakaian Arif pulang dan langsung mencari si kembar.
"mandi dulu biar seger" ucap Arifa.
"nanti aja aku kangen sama tiga kesayangan aku ini" ucap Arif kemudian Arif menoel-noel pipi si kembar.
"jangan di ganggu bii mereka lagi nyusu" ucap Arifa berusaha mengahalangi tangan Arif.
"abis gemes mii" ucap Arif sambil nyegir lebar.
"ya sudah aku mandi dulu ya sayang" lanjut Arif mencium pipi Arifa sebelum beranjak mengambil handuknya dan masuk ke kamar mandi.
Tak terasa sudah setahun delapan bulan pernikahan mereka. Tahun ini Arif kuliah di kota ini dan sudah memasuki semester ke dua. Sebenarnya sang papa ingin Arif berkuliah di Jakarta saja namun Arif menolak dan memilih tetap di sini di kampung halaman Arifa.
Alhamdulillah papa dan mama tidak begitu memaksanya dan mengizinkannya. Dia hanya ingin tetap bisa mengurus restoran juga karena restoran itu adalah peninggalan umi dan abi Arifa yang sangat ingin Arifa jaga agar tetap berkembang.
Sedangkan Arifa memilih tidak kuliah dulu untuk fokus mengurus pada Alif dan Alifa. Meskipun tantenya mau membantu menjaga si kembar saat dia kuliah namun Arifa tetap ingin mengurus si kembar sendiri. Karena baginya setiap perkembangan mereka harus ia dampingi sebisa mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARIF & ARIFA
Teen FictionArif dan Arifa dua sahabat yang harus menikah karena suatu hal saat masih sma dan berusia 17 tahun tanpa di ketahui oleh keluarga Arif. Perlahan rasa sayang sebagai sahabat berubah menjadi cinta tanpa mampu mereka cegah. Saat mereka saling mencintai...