Arifa terbangun pada jam 04.00 subuh. Ia memutuskan untuk bangun dan segera ke kamar mandi yang ada di kamar untuk berwudu lalu sholat tahajud. Dalam sholatnya Arifa kembali menangis teringat pada umi dan abi.
“ya Allah.. hamba percaya engkau lebih berhak dan lebih mencintai mereka.. hamba janji akan ikhlas dan sabar jadi tolong beri hamba kekuatan dan kesabaran pada cobaanMu ini. Maafkan hamba yang seperti tidak ikhlas pada takdirMU ini..” air matanya sesekali jatuh dalam doanya itu saat ia mengadu pada sang maha cinta.
“tolong sampaikan pada umi dan abi kalau hamba baik-baik saja dan akan bahagia.. sampaikan juga salam cinta dan rindu hamba untuk mereka ya Allah.. aamiin” dia segera menghapus air matanya setelah ia selesai berdoa.
Arifa merasa lebih lega setelah mencurahkan semua isi hatinya pada sang maha cinta itu. Ia berniat mengaji sambil menunggu azan subuh namun dia lupa membawa Al-Quran dari rumahnya. Ia hendak meminjam pada Arif namun ia takut Arif belum bangun.
TOK TOK TOK
‘CEKLEK’ pintu kamar arif terbuka.
“oo lu bangun Rif gua ganggu tidur lu gak ?” tanya Arifa hati-hati saat dilihatnya Arif menggunakan baju koko, kain sarung dan pecinya menandakan dia juga sudah bangun dari tadi.
“enggak aku udah bangun dari tadi kok.. kamu tahajud ?” tanya Arif saat melihat arifa yang masih menggunakan mukenahnnya dan di jawab anggukan oleh Arifa.
“kamu perlu sesuatu ?” tanyanya lagi.
“iya rif gua pengen ngaji tapi gua gak bawa Al-Quran, boleh pinjam gak” jawab Arifa dengan senyum canggungnya.
Dan sekarang mereka duduk bersama di depan tv tapi bukan buat nonton melainkan mereka mengaji bersama saling menyimak bacaan satu sama lain. Setelah lima belas menit terdengar rington azan dari hp Arif menandakan sudah masuk waktu subuh. Disini azan tidak terdengar karena agak jauh dari masjid.
Untuk pertama kalinya mereka sholat berjamaah berdua saja sebagai imam dan makmum. Saat selesai salam dengan ragu Arifa mencium tangan Arif.
Mereka memang masih canggung satu sama lain karena sedekat apapun mereka selama ini mereka masih tahu batasan, mereka tidak pernah bersentuhan fisik sedikit pun begitu juga dengan Angga dan Sani.
Setelah libur dua hari Arif dan Arifa kembali ke sekolah. Arifa tampak sedikit ragu untuk pergi berdua saja dengan Arif. Dia takut hubungan mereka akan di ketahui oleh anak-anak di sekolah dan lebih takut jika ada yang tahu mereka tinggal bersama karena bagaimanapun tidak ada yang tahu soal pernikahan sirinya kecuali para sahabatnya dan dokter di rumah sakit.
“ada apa Fa kok melamun” tanya Arif yang melihat Arifa melamun saat mereka sedang sarapan.
“aa itu.. Rif bagaimana kalau ada yang tahu kalau kamu menikahi ku ?” tanya nya ragu. Dia sudah mulai membiasakan tidak menggunakan lu gua lagi pada Arif.
“kamu takut ?” bukannya menjawab Arif malah balik bertanya tapi Arifa hanya menatapnya.
“tidak akan ada yang tahu selagi kita bersikap seperti biasanya.. kamu tenang aja” ucapnya lagi dengan senyum hangatnya.
Mereka berangkat menggunakan bus. Sesampainya di sekolah ada beberapa siswa yang menghampiri Arifa dan mengucapkan belasungkawanya. Setelah itu mereka langsung ke kelas dan duduk di tempat duduk masing-masing.
“Assalamulaikum” ucap Arif pada Sani dan Angga yang di jawab serentak oleh mereka berdua.
“eh pengantin baru udah datang” ucap Sani kuat namun memelankan suaranya pada kata pengantin baru. Sontak Arifa, Arif, dan Angga membelalakkan matanya mendengar ucapan Sani barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARIF & ARIFA
Teen FictionArif dan Arifa dua sahabat yang harus menikah karena suatu hal saat masih sma dan berusia 17 tahun tanpa di ketahui oleh keluarga Arif. Perlahan rasa sayang sebagai sahabat berubah menjadi cinta tanpa mampu mereka cegah. Saat mereka saling mencintai...