Dia Sama Sepertiku

1.8K 162 16
                                    

BOSAN! Sebuah perasaan yang terus saja mengendap di hatiku berjam-jam tanpa ada niat sedikitpun untuk pergi. Padahal aku sudah mencoba berbagai hal untuk mengusirnya jauh jauh. Aku sudah berkeliling rumah Om Raffi sebanyak tiga kali dan bisa di tebak setelah itu dadaku rasanya seperti di hantam beton raksasa.  Sakit memang, tapi tak sesakit kala bunda perlahan menjauh dari hidupku. Entah kenapa aku masih mengingat itu semua, padahal biasanya aku ini sangat mudah melupakan sesuatu.

Sudahlah, aku sudah cukup lelah dengan semuanya. Dengan penyakit yang tak kunjung sembuh, orang tua ku yang penuh tanda tanya besar, dan bunda yang meninggalkan ku disini.

Tanpa ku sadari sudut bibirku terangkat naik, membentuk sebuah lengkungan senyum. Bukan, itu bukan senyum bahagia! Setetes air bening mulai keluar dari mataku. Aku sama sekali tak ada niat untuk menghentikannya, toh buat apa ku hentikan kalo hanya untuk mengendap di dada yang semakin hari akan semakin menyakitiku.
Aku tak pernah marah pada siapapun, aku hanya marah dengan diriku yang payah ini. Terkadang aku berpikir kenapa Tuhan memberi skenario yang rumit untuk ku jalani selama ini. Lebih tepatnya selama 15 tahun.

Karena Dava itu kuat, Dava istimewa, dan Dava hebat. Bunda yakin Tuhan pasti sudah menyiapkan sesuatu yang suatu hari nanti akan membuat Dava tersenyum untuk selamanya.

Semoga saja Bun, semoga saja Tuhan nanti memberi skenario terindahnya untuk ku.

"Ndra tiduran dulu! " aku menghapus jejak-jejak air mataku, walaupun sudut mata ini masih basah. Entah suara siapa itu? Seperti suara perempuan!  Dan tadi sepertinya dia menyebutkan nama Nandra! Tiba tiba perasaan ku menjadi tak tenang, jadi ku putuskan untuk segera turun ke bawah.

Benar saja saat aku sudah sampai di bawah ku lihat Nandra tengah tertidur di sofa dan disampingnya ada seorang gadis berambut semampai.

DARAH!

Deghh!

" Haah gue nggak papa Dav, Va lo tolongin adek gue! " aku hanya dia membisu di sudut ruangan . Melihat darah bercucuran dari lengan Nandra.

"Bang" panggil ku dengan suara yang begitu pelan. Aishhh tenaga ku seperti terkuras habis. Jangan pingsan!

"Va tolongin adek gue, jantungnya nggak sehat"  perempuan yang di panggil Va itu menghampiri ku , memapah ku untuk duduk di sofa sebelah Nandra berbaring.

Napas ku seperti tercekat di ujung tenggorokan. Sebisa mungkin ku usahakan untuk mempertahankan kesadaran ku.

"heh Dava, jangan merem. Liat gue, gue baik baik aja! " ahhh sensasi panas dan nyeri sudah merajai dada kiri ku. Kelopak mata ku terasa benar-benar berat.  Bahkan suara Nandra pun terdengar seperti dengungan di telinga ini!

" Duhh Ndra ini gimana? "

" hikss darah, abang kenapa? " hanya kalimat itu yang bisa keluar dari mulutku.

"jangan merem! " Nadra mengusap- usap telapak tangan ku yang dingin.

Napas ku semakin memburu, bahkan mataku kian sulit untuk terbuka. Aku menyerah!  Ku biarkan cahaya itu menghilang bersama kesadaran ku  yang lenyap di sapu angin.

🍁🍁🍁🍁🍁🍁

"  Ndra gimana nih? "

" duh gue juga nggak tahu, lima belas menit dia nggak bangun gue bakal panggil ambulans"

Aku mendengar sayu sayu percakapan itu.

Ayo buka mata mu Dava, jangan nyusahin orang lain!

Akhirnya aku benar benar membuka mata ku. Pertama kali yang ku lihat adalah Nandra dengan perban yang membalut tangan kirinya duduk di tepian ranjang sambil merekahkan senyuman indahnya.

De Historia In Vita MeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang