Ceritanya

1.7K 161 6
                                    

Aku mengerjapkan mataku. Mencoba mencerna cerita bunda dan mempercayainya namun hatiku masih saja tak mau di ajak berdamai. Seolah olah cerita bunda hanya sebuah kebohongan belaka. Hatiku menuntut sesuatu yang lebih, walaupun ku tahu itu akan sangat menyakitkan untuk diketahui. Masih terekam jelas di ingatanku  saat wanita bernama Kirana mencekik ku. Saat itu terlihat jelas api amarah di mata indahnya. Andai saja membunuh bukanlah dosa mungkin dia sudah menghabisiku saat itu.

"Jangan dipikirin ,  bunda udah bilangkan mamanya Dava itu sangat sayang sama Dava. Cuma waktu itu keadaan memaksa. Jadi mamanya Dava nitipin Dava ke bunda " entah sudah berapa kali bunda meyakinkan ku tentang itu. Tentang betapa susahnya keadaan keluarga ku dulu yang membuat mereka harus menitipkan ku ke orang lain.

Bunda menarik tangan kurusku dan langsung menciumi punggung tangan ku" semuanya akan baik baik saja"

"mama nggak benci Dava kan bunda" tanya ku.

Bunda tak memberi jawaban namun bunda hanya mengeratkan gengamannya. Ini adalah gengaman tererat yang pernah aku rasakan. Karena selama aku bernapas di bumi bunda lebih sering memeluk dan menciumi pucuk kepalaku,yang terkadang membuat Kak Nada iri padaku lantas mengerucutkan bibirnya.

" Bun mau pulang "

Bunda menghela napas panjang" nanti kalo udah sembuh ya"

" Bunda tau nggak, kadang dadaku sesak banget bun, kalo yang kiri nyeri banget. Dava capek bun tiap kali harus negosiasi sana malaikat buat nggak bawa Dava pergi. Karena Dava takut bun, Dava banyak dosa. Dava selalu nyusahin bunda. Dava sering buat bunda nangis " pertahanan ku runtuh, air mata meluruh turun.

" kata siapa Dava banyak dosa? Dava itu putranya bunda, permata indahnya bunda, dan adik istimewanya Kak Nada"

Tangan ku terulur mengelus wajah bunda "bunda punya yang lebih baik dari Dava"

Bunda mengeleng pelan "Kevin Dava Adipratama cuma satu"

"Tapi ada satu yang persis Dava bun"

"hanya persis bukan sama" bunda membenahi poni rambutku yang mulai memanjang.

" Dava udah dapet semuanya, Dava udah lihat ibu kandung Dava juga kembaran Dava, bun. Dava seneng banget"

"iya"

"kalo Dava nggak sakit lagi bunda seneng kan"

"iya" tangan ku masih setiap mengelus wajah bunda. Wajah wanita yang selama ini menemani setiap hirupan juga hembusan napasku. Wajah yang kian hari menua namun tak pernah mengurangi kadar kecantikannya.

"ikhlaskan Dava! bun, bunda jangan cari donor jantung buat Dava. Kalo seandainya mata Dava cocok sama Kevan beriin aja bun buat dia. Dava ikhlas! "

Bunda menundukan kepalanya. Sakit rasanya saat mata hangat itu tak lagi menatap tubuh ringkih ini. " kamu ngelantur! Mungkin karena efek obat. Nanti bunda bilang ke dokter buat ngurangin dosisnya"

Aku menurunkan tangan ku "Bunda ikhlaskan Dava!"

Bunda bangkit dari duduknya " ikhlas Dav! Bunda nggak akan bisa. Bunda rawat kamu dari kecil, bunda anggap kamu kayak putra bunda sendiri. Dan sekarang bunda hanya minta kamu berjuang namun kamu justru menyerah di tengah jalan. Boleh bunda egois! Bunda nggak akan pernah terima jika kamu mendonorkan mata mu untuk Kevan. Suka tidak suka bunda tetap akan mencarikan pendonor buat kamu "

Aku begitu terkejut mendengar ucapan bunda"  kenapa? "

" karena mereka nggak akan pantas menerima kebaikan mu. Maaf membentak mu" aku menatap sendu bunda. Yang kini telah menghilang di balik pintu.

De Historia In Vita MeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang