TDM 06 - Hilang

22 10 12
                                    

Satu tahun telah berlalu. Ternyata berawal dari obrolan ringan ketika hujan di masa itu bisa menjadi kenangan. Saat saya berharap kalau kamu bisa menjadi milik saya, tapi Tuhan tidak berharap begitu. Dan... Sepertinya bunga mawar yang saya bawakan kali ini untuk yang terakhir kalinya. Esok, lusa dan masa yang akan datang tidak akan pernah lagi. Kutitip rindu, kutitip Echa adik kecil separuh nyawaku pada kalian semua. Semoga kelak kita dapat kembali bertemu.

Raka terpaku. Mulutnya membisu. Setelah mendengar penjelasan dari Tito mengenai sepucuk surat yang Mawar kirim untuknya.

Kini Raka sedang terduduk dibangku depan rumahnya. Membaca surat dari Mawar yang mengatakan bahwa dia tidak akan kembali dalam waktu dekat. Mungkin setelah sepuluh tahun berlalu, Mawar baru akan kembali.

Satu tahun berlalu begitu cepat. Sosok kehadiran Mawar mengajarkan arti senyuman sesungguhnya, mengajarkan kasih sayang yang tulus tanpa berharap imbalan dan yang lebih penting berhasil membuat Raka mengerti bahwa Tuhan menghadirkan Mawar di hidupnya sebagai pelajaran bukan untuk pelengkap separuh hatinya.

Mawar harus pergi mengejar cita-citanya yang sempat tertunda. Sedangkan Raka, masih ditempat yang sama---mungkin ada saatnya ditempat yang berbeda.

Hai Raka...

Serangkai bunga indah yang penuh kisah. Kau kirim bersama hadir dan desah nafas disetiap langkah panjangmu. Berjalan berpuluh-puluh kilometer hanya untuk mengirim langsung bunga itu padaku. Bau harumnya yang khas dan berbeda, kadang membuatku bungkam karena begitu kagum. Kagum padamu yang kukenal sebagai sosok laki-laki sempurna. Ya, kamu sempurna. Perilaku santunmu membuatku termangu dan percaya bahwa tidak semua laki-laki itu menyebalkan. Membuatku semakin percaya bahwa dunia tidak begitu semenakutkan sebelumku mengenalmu lebih jauh.

Aku tahu, bunga mawar ikat yang kau kirim merupakan simbol perasaan yang kau simpan baik-baik didalam sanubarimu. Begitupun dengan nasi kotak yang kuhias sedemikian rupa untukku berikan padamu disetiap pagi, menjadikan simbol perasaan yang mulai bersemi malu dalam jiwaku.

Tapi maaf, ada kisah yang harus berjarak. Entah sampai kapan, aku pun tidak bisa memastikan.

Salam hangat, Mawar.

~~~Memang benar yang Tito katakan. Kau itu seperti bunga Mawar berduri. Indah saat dipandang, namun tajam untuk diraih. Sehingga sulit untukku miliki. Mawar, aku tidak benar-benar mengerti dengan perasaan ini. Aku takut dengan perasaan kita. Apakah akan tetap sama ataukan menjadi berbeda hanya karena terhalang zona yang membuat kita berjarak?~~~

Raka menghembuskan nafas beratnya. Pikirannya seketika kalut hingga menjadikannya kalang kabut. Keputusan Mawar yang dirasanya mendadak seakan menjadi goresan duri tajam pada setangkai yang sedang dia idamkan.

~~~Hai Mawar, aku menyesal. Goresan luka yang kau torehkan memang tak semestinya ada. Karena batu bara sepertiku tak seharusnya bertemu bunga seindah dirimu.~~~

Mata Tito terbelalak. Dilihatnya di kejauhan Om Tora dengan pandangan membara menatap Raka dari arah belakang tanpa Raka sadari dan di tangannya terdapat sebilah belati tajam yang siap menghujam keras isi perut Raka dari belakang.

"RAKA AWASS!!!" Teriak Tito berharap Raka sigap menghindar. Namun yang terjadi malah sebaliknya, Raka seakan tidak mendengar teriakannya.

Om Tora dengan kuat membekap mulut Raka sebelum Raka menyadari kehadirannya dan mengunci posisi Raka hingga dia berhasil menghujamkan pisau belatinya kedalam perut Raka secara berkali-kali. Membuat Raka seketika tidak berdaya dengan darah yang terus mengalir keluar dari tubuhnya. Raka tergolek begitu saja diatas tanah basah seusai hujan.

Tito segera berlari menghampiri Raka yang sudah tidak bernyawa. Dia benar-benar terlambat untuk melindungi Raka sebagai sahabat karibnya. Sementara Om Tora pergi meninggalkan Raka begitu saja.

Suasana sunyi perlahan menjadi ramai. Orang-orang saling berbondong-bondong ingin tahu apa yang terjadi. Cucuran darah yang mengalir seakan menjadi panorama ciamik untuk dipandang.

Gemuruh. Ramai. Ada tangisan yang tak pernah ingin Raka dengar seumur hidupnya, ada air mata yang tak pernah diharapkan Raka untuk jatuh. Tapi semua itu tidak dapat tertahan. Tangisan gadis kecil yang amat Raka sayangi pecah sembari memeluknya. Percayalah, Raka masih dapat merasakan itu semua sebelum tujuh menit berakhir menuju tempat paling damai milik Tuhan.

Semoga kelak kita dipertemukan kembali di antara singgasana-Nya.

~TAMAT~

Tergores Duri MawarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang