Sunni 11

15.8K 1.2K 19
                                    

Koreksi typo ya ^^

Sejak kejadian itu Sunni lebih banyak melamun, tidak hanya di rumah tapi juga di sekolah. Rekan kerjanya pun menyadari jika Sunni lebih murung akhir-akhir ini.

"Kamu kenapa, Sun?" Nisya bertanya sambil duduk di depan Sunni.

Sunni berusaha tersenyum. "Apaan? Nggak ada apa-apa" Sunni mengalihkan pandangannya untuk menghindari tatapan Nisya.

"Kita bukan baru kenal kemarin loh, Sun" tatapan curiga itu betah berada di wajah Nisya.

Sunni menyembunyikan wajahnya pada meja.

"Sun... Sunni" panggil Nisya melembut.

Akhirnya Sunni mengangkat wajahnya. Mungkin ini waktunya dia bercerita. Selama satu minggu dia menyimpan perasaan yang lumayan menyiksa.

Nisya menegelus lembut bahu Sunni. "Aku siap kok dengerin kalau kamu mau cerita. Ini ada hubungannya dengan mantan suami kamu Budi?"

Sunni langsung menggeleng. "Bukan, Nis" Sunni bingung harus memulai dari mana. Dia sadar jika ini adalah masalahnya sendiri tapi dia juga butuh pelepasan. Ada yang sesak yang dia simpan rapat-rapat.

Setelah mengehala nafasnya berat, akhirnya Sunni menceritakan semuanya pada Nisya. "Akhir-akhir aku sering banget denger omongan nggak enak tentang aku."

Alis Nisya mengerut. "Omongan nggak enak gimana? Siapa yang omongin kamu?"

Sunni merilekskan tubuhnya dengan bersandar pada punggung kursi. "Tetangga komplek. Mereka bilang aku janda penggoda suami orang"

Nisya tercengang. "Apa?? Mereka bilang gitu? Ya Allah, jahat banget mulutnya. Minta aku cabein tuh kayaknya." Ucap Nisya tersungut-sungut.

Sunni kembali menegakkan tubuhnya."Tadi pagi saat aku mau berangkat kerja, mereka ngomongin aku lagi. Aku harus gimana ya, Nis?" Nisya mengelus lagi tangan Sunni.

"Gimana kalau kamu pindah aja?"

Sunni terdiam sejenak. "Aku nggak enak sama Kak Vita" akunya.

Nisya mendesah. "Tapi menurut aku, lingkungan komplek kakak mu itu udah nggak sehat, Sun. Mereka udah keterlaluan. Semakin lama kamu tinggal ditempat itu, bisa-bisa kamu semakin tertekan. Ini hanya saran. Jujur aku khawatir sama kamu, Sun"

Nisya ada benarnya juga. Apa aku harus pindah. Alasan apa yang akan aku berikan pada Kak Vita nanti? Aku tak mau jika Kak Vita merasakan sakit yang aku rasa. Cukup aku yang tahu semua ini.

"Sun, gimana?"

"Akan aku pikirkan dulu. Aku mau cari alasan yang tepat untuk Kak Vita" Sunni berusaha tersenyum dan dibalas oleh Nisya.

"Aku dukung apapun keputusan kamu, Sun. Kita teman, tentu aku mau yang terbaik untuk temanku"

.
.
.

"Kak, gimana kalau Sunni mencoba untuk tinggal sendiri? Emm... maksud nya, Sunni mau mandiri gitu" Sunni mengatakannya dengan penuh kehati-hatian.

Gerakan tangan Vita terhenti. Dia meletakan pisau dan bawang yang sedang dia iris lalu menatap Sunni serius. "Apa kamu sudah tidak betah?"

Dengan cepat Sunni menggeleng. "Bukan, Sunni hanya-"

"Tidak betah dengan omongan tentangga kita?" Tebaknya akurat.

Sunni menunduk. Dia memandang kentang yang ada di depannya. Sunni dan Vita tengah memasak untuk makan malam sore ini dan Sunni merasa jika ini adalah waktu yang tepat.

"Kakak tau dek-" Vita menghela nafasnya lalu melanjutkan kalimatnya, "mereka mulai membicarakan kamu sejak 1 minggu terakhir."

"Kakak tau darimana?"

"Kakak bukan tidak punya telinga, dek. Omongan seperti itu pasti cepat atau lambat akan sampai ketelinga kakak. Tapi, dek. Kamu serius mau pindah?"

Sunni mengangguk. "Sunni nggak mau bikin kakak malu, bikin Mas Ardan malu. Cukup Sunni aja, kak" ada genangan air yang tiba-tiba muncul di kelopak matanya.

Vita ingin berkata tidak, tapi apa yang dikatakan Sunni benar. Jika Sunni terus berada disini, gosip murahan akan menyakiti adiknya. Bukan karena dia malu, tidak sama sekali bahkan dirinya bisa saja menulikan telinganya. Lalu bagaimana dengan sunni? Apa dia bisa bertahan dengan hujatan yang tidak benar itu.

"Kakak setuju. Bukan karena kakak ingin kamu pergi, tapi karena kakak nggak mau kamu sakit lebih dari ini".

Air mata Sunni menetes. "Maafkan Sunni ya, kak"

"Sebenarnya kakak tidak mengerti dengan jalan pikiran mereka, apa salahnya dengan status janda? Tapi kakak nggak bisa membungkam mulut mereka, dek. Kakak hanya bisa melindungi kamu dengan menyimpan semuanya dari kamu tapi kakak nggak menyangka jika ternyata gosip ini sudah kamu dengar"

Sunni mengangguk. Dia juga tak menyangka jika selama ini kakaknya pun berusaha diam untuk melindunginya. Ternyata mereka saling melindungi agar tidak ada yang tersakiti.

Vita meraih Sunni kedalam pelukannya dan mengelus bahunya lembut. "Kakak tau jika status ini pasti akan membuat kamu harus banyak bersabar. Tapi kakak nggak nyangka aja ternyata rasanya seperti ini, dek. Walau kita sudah siapkan hati kita jauh-jauh hari tapi tetap saja rasanya sakit"

Dalam pelukan Vita, Sunni menangis sesegukan. Benar kata kakaknya, jika ternyata hati yang sudah siap pun masih merasakan sakit seperti ini.

"Mau kakak temani mencari kontrakan  baru?" Tawar Vita dan langsung dijawab anggukan oleh Sunni.

"Dari sekarang mulai lah hidup yang baru. Jangan malu dengan status kamu, yang tidak mengenal kamu pasti bisa berbicara apa saja tapi tidak dengan kami, dek. Ini tuh agar kamu kuat"

Mereka melerai pelukan dan Sunni mengelap sisa air matanya. "Sekarang Sunni akan berusaha lebih kuat lagi. Masalah seperti ini tidak boleh merusak semua mimpi Sunni kan, kak?"

"Harus, kamu bisa. Pasti!"

.
.
.

Happy Jum'at semua..
Alhamdulillah bisa Up lagi tapi nanti jika aku tidak Up juga mohon dimaklumi yaa karena sebentar lagi ada kesibukan baru 😄
Yang belum kenal, yuk kenalan dulu ama bunbun.. follow Ig aku @minmiee'aquarius maacih

Banjarbaru, 5 April 19

SUNNI (LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang