01

30 4 0
                                    

Matahari sudah tenggelam saat Edgar keluar dari kantornya. Pria 22 tahun itu berjalan menuju motornya yang terparkir. Sebagai karyawan baru di sebuah perusahaan jasa membuat Edgar harus sedikit lebih lama karena menyesuaikan pekerjaannya.

Edgar menyusuri jalanan Ibukota. Matanya menangkap sesuatu. Ia melihat seorang perempuan sedang diganggu dua orang preman. Sontak ia menghentikan laju motornya.

"Tolong jangan ganggu saya." Perempuan itu meminta agar ia tidak diganggu.

"Serahin semua barang berharga milik lo" ancam salah satu preman dengan menggunakan senjata tajam.

"Iya serahin semua barang berharga milik lo atau kagak..." preman satu lagi menggerakkan tangannya membentuk garis dileher.

"S-saya nggak ada..." ucap perempuan itu terbata-bata.

Kedua preman itu merampas tas milik perempuan itu. Perempuan itu berusaha mempertahankan tasnya.

"Tolong...tolong..."

"Hei kalian lepaskan dia." Edgar sudah berdiri tepat dibelakang perempuan itu. Entah kenapa dia merasa perempuan itu harus ia tolong.

Mendengar suara Edgar, perempuan itu merampas kembali tasnya. Salah satu preman berusaha menyerang Edgar. Untungnya Edgar bisa menghindar dan menendang perut preman itu hingga tersungkur. Melihat temannya tersungkur, preman satu lagi yang bertubuh kecil melayangkan pisau kepada Edgar. Secepat kilat Edgar menghindari preman itu dan meraih pisau yang dipegang preman bertubuh kecil tadi.

"Pergi kalian!" ucap Edgar setengah berteriak. "Atau saya laporkan kalian berdua ke polisi."

"Lo beruntung kali ini. Yuk kita cabut". Kedua preman itu lalu pergi dari tempat tersebut.

"Kamu nggak kenapa-kenapa?" tanya Edgar kepada perempuan itu.

"Aku nggak apa-apa. Makasih banyak ya, kalau nggak kamu mungkin Aku udah celaka." Perempuan itu tersenyum.

"Sama-sama. Lain kali kamu harus hati-hati, soalnya di daerah sini rawan kejahatan."

"Padahal ini daerah tempat kerja tapi baru kali saya diganggu. Oiya, kamu juga nggak apa-apa?"

"Aku nggak apa-apa. Untung bisa menghindar hehe" ucap Edgar diselingi dengan tertawa kecil.

"Kamu lapar nggak? aku traktir, itung-itung balas budi aku karena kamu udah nolongin tadi" ajak perempuan itu.

"Nggak usah. Aku ikhlas kok tolongin kamu."

"Aku ngerasa nggak enak ini, masa saya cuma ngucapin terima kasih doang.

"Nggak usah. Btw aku belum tahu nama kamu. Kenalin, Edgardo Jovian." Edgar mengulurkan tangannya.

Anneke membalas uluran tangan Edgar sambil tersenyum. "Aku Anneke Anandya. Kamu bisa memanggilku dengan Ann saja."

"Oke Ann. Aku minta nomor handphone kamu, boleh?" kata Edgar to the point.

Matanya membulat. "Nomor?" tanya Anneke.

"Iya nomor kamu. Nanti kalau aku mau ditraktir tinggal hubungi kamu deh."

"Oh gitu, boleh boleh. Sini handphone kamu."

Edgar memberikan handphonenya kepada Anneke. Perempuan itu mengetikkan 12 digit handphonenya.

"Aku save ya." Anneke pun mengiyakan.

"Kamu pulang bareng siapa? aku anterin mau?"

"Aku pulang sendiri. Nggak apa-apa nih?" tanya Anneke.

"Nggak apa-apa. Kebetulan rumah kita searah. Daripada kamu sendiri nanti diganggui lagi sama preman."

"Boleh deh, Ed."

"Gitu dong. Nih helm satu lagi." Edgar menyodorkan helm untuk dipakai Anneke.

Sepanjang perjalanan mereka banyak berbincang-bincang tentang kehidupan sehari-hari.

"Jadi kamu penjual bunga, Ann?"

"Iya, baru 6 bulan. Kebetulan aku suka bunga jadi ngelamar kerja disitu. Kalau kamu kerja dimana?"

"Aku kerja di salah satu perusahaan jasa. Baru 2 minggu ini."

"Pulang sore terus?"

"Nggak kok. Cuma 2 hari ini aja." Anneke hanya ber'Oh ria'.

Tak sampai satu jam mereka sudah tiba ditempat Anneke. Anneke memberikan helm tadi kepada Edgar.

"Thanks ya udah nganterin pulang."

"No problem. Aku senang anterin kamu pulang."
Kata-kata Edgar sukses membuat pipi Anneke memerah.

"Mau mampir dulu?"

"Nggak usah Ann. Nanti ngerepotin kamu. Kapan-kapan aja deh aku mampir."

"Yaudah deh nggak apa-apa. Kalau gitu aku masuk dulu. Bye, Ed."

"Bye, Ann." Edgar memandangi Anneke yang sudah menghilang di balik pintu.

"Kayaknya gue jatuh cinta deh.." batinnya.

•••

06 April 2019

Love And DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang