"Maaf hari ini aku nggak bisa mampir, Ann. Kapan-kapan saja ya?" Edgar menerima helm yang digunakan Anneke. Ia mendadak mendapat telpon dari mamanya yang mengatakan sang papa jatuh sakit.
"Nggak apa-apa Ed. Lagian lebih penting keluarga kamu dari aku." Anneke memberikan senyuman tulus dan itu membuat Edgar sedikit lega.
"Sekali lagi maaf ya, Ann."
Anneke mengangguk.
"Kalau begitu aku pamit dulu. Assalamu'alaikum."
"Waalaikumsalam. Hati-hati ya."
Edgar melajukan motornya meninggalkan Anneke yang masih berdiri disana. Setelah Edgar tak terlihat lagi, Anneke pun masuk kedalam rumah.
Sekarang Edgar telah tiba dirumahnya. Setelah memarkirkan motor, ia memasuki rumah megah tersebut. Langkah kakinya terhenti saat melihat sang mama dan adik perempuannya, Aruna, turun dari tangga.
"Assalamu'alaikum."
"Waalaikumsalam. Edgar akhirnya kamu datang juga."
"Iya, ma. Gimana keadaan papa? baik-baik aja kan, Ma?
"Papa sudah baikan sekarang lagi istirahat. Untung dokter Surya datang, kalau nggak mama nggak tau mesti ngapain.
"Syukurlah kalau begitu. Untung saja aku udah pulang dari kantor waktu mama telpon tadi."
"Iya, Ed. Papa pasti senang kamu datang" ucap Atika sambil mengelus rambut anak sulungnya itu. "Runa, buatin minum kakak kamu jangan main handphone terus."
"Siap" ucap Aruna dengan gaya hormat.
Edgar mengacak pelan rambut gadis 17 tahun itu.
"Kalau gitu aku keatas dulu." Edgar menaiki tangga yang terhubung langsung ke lantai dua. Tangannya memegang knop pintu dan membukanya dengan pelan, berharap papanya tidak terganggu.
Edgar mendekati ranjang yang ditiduri laki-laki yang sudah membesarkannya itu. Wajah pucat papanya membuat Edgar terdiam. Edgar tahu papanya tipe orang yang pekerja keras, mementingkan pekerjaannya hingga membuat beliau jatuh sakit seperti ini.
Cukup lama ia disana, Edgar memutuskan untuk keluar. Sebelum turun, ia menyempatkan untuk mengambil beberapa pakaian dikamarnya.
"Apa itu, Ed?"
Atika terkejut ketika putranya turun dengan tangan yang memegang sebuah totebag.
"Ini aku ambil beberapa baju. Waktu pindah kemarin nggak kebawa. Akhirnya aku bawa sekarang."
Atika mengangguk paham. "Kamu nggak mau nginep disini?"
"Nggak Ma, ada pekerjaan yang harus aku selesaikan. Kapan-kapan ya aku nginep."
"Ntar kalau pulang bawain martabak telor ya kak" sela Aruna.
"Iya iya." Edgar mencubit gemas pipinya adiknya itu.
"Ya sudah kalau begitu. Hati-hati dijalan ya sayang. Jangan ngebut. Mama nggak mau kamu sampai kenapa-kenapa."
"Siap ibu boss. Aku pergi dulu. Dek, kakak pergi dulu" ucapan Edgar dibalas dengan anggukan.
•••
Hari minggu adalah hari yang sangat disukai Anneke. Pasalnya, di hari itu ia bisa menghabiskan waktunya bersama ayah dan adiknya. Contohnya seperti sekarang ini. Pagi-pagi Anneke sudah menyiapkan sarapan. Menunya sederhana, hanya nasi goreng.
Semenjak ibunya meninggal, Anneke yang mengerjakan semua pekerjaan rumah. Terlebih lagi keadaan sang ayah sekarang memaksa Anneke harus bekerja keras untuk memenuhi semua kebutuhan, termasuk biaya pengobatan sang ayah.
Anneke membersihkan sisa-sisa makanan yang tercecer di meja. Dengan cekatan, ia membersihkan semua hingga tidak tersisa. Selanjutnya ia berjalan kedapur. Sebaskom pakaian kotor yang akan dicuci sudah menunggunya.
Anneke memasukkan satu-persatu pakaian yang kotor tersebut kedalam mesin cuci beserta deterjen. Tak lupa ia memisahkan pakaian yang berwarna dengan pakaian putih. Jari mungil Anneke menekan tombol on, sedetik kemudian mesin itu hidup.
Sambil menunggu cuciannya selesai, ia memilih mencuci piring yang kotor. Hanya di hari minggu ini Anneke bisa sibuk dirumah seperti ini.
Ayahnya sedang melanjutkan pekerjaannya. Ya, setelah mengalami kecelakaan keluarga Anneke membuka jasa menjahit pakaian di rumah. Dulu keluarga Anneke memiliki perusahaan textile, namun mereka menjualnya untuk biaya rumah sakit yang begitu besar. Untung saja ayah Anneke mempunyai keterampilan menjahit. Jadilah mereka membuka usaha ini.
"Ann, tolong ambilkan ayah benang merah sama krem yang di atas lemari. Yang baru dibeli kemarin itu."
"Iya Yah, tunggu sebentar." Anneke mencuci tangannya dan menggantungkan apron pink yang ia gunakan. Lantas ia berjalan menuju lemari tempat dimana alat dan bahan disimpan.
"Ini Yah." Damar menyambutnya dengan senang hati.
"Terima kasih cantik."
"Ihh Ayah bisa aja deh." Anneke kembali kedapur untuk meneruskan pekerjaannya.
"Kamu cantik, Ann. Persis kayak Ibumu."
"Karena cantik makanya Ayah klepek-klepek sama Ibu, iya kan Yah?" ucap Anneke dibarengi dengan cekikikan.
Damar menggunting pola yang sudah ia buat pada dasar kain. Lalu perlahan ia menjahitnya sesuai pola tadi. Untung saja menggunakan mesin jahit listrik sehingga tidak memakan banyak tenaga untuk mendorongnya.
"Ibumu wanita yang paling cantik bagi Ayah. Cantik fisik dan hatinya. Ibumu juga nggak pernah ngeluh sewaktu Ayah sibuk kerja. Pokok e Ibumu nomor 1."
"Ibu pasti bahagia disana, Alif juga."
"Kamu nggak mau cari pasangan?"
Anneke membawa pakaian yang sudah ke halaman untuk dijemur. "Belum tahu Yah, kayaknya aku mau fokus kerja dulu deh."
"Tapi kalau ada yang suka sama aku, ya alhamdulillah."
Tepat setelah Anneke selesai berbicara, terdengar suara klakson.
"Edgar?"
Lelaki itu datang dengan sebuah bingkisan yang besar.
"Assalamu'alaikum, Ann."
•••
Main Cast
Anneke Anandya
Edgardo Jovian
KAMU SEDANG MEMBACA
Love And Destiny
Teen Fiction[amazing cover by @kadekmaya] Bagi Edgar, Anneke adalah sosok perempuan special yang dikirim Tuhan untuknya. Bagi Edgar, Anneke adalah sosok perempuan hebat yang dikirim Tuhan untuknya. Namun mereka dipisahkan oleh takdir masing-masing.