05. Langit yang menyebalkan

8.3K 635 210
                                    

Gue itu Langit. Gue cuma punya tiga warna. Hitam, kalau hujan. Putih kalau berawan. Dan biru kalau lagi cerah. Tapi gue enggak punya warna indah kaya lo. Jingga .... gue enggak punya warna itu. Dan lo, lo adalah warna yang gue cari.

***

Pastikan komen banyak. Biar cepat up!

***

Pagi sekali Anggia terbangun. Kali ini badannya sudah lumayan segar. Tidak seberat beberapa hari yang lalu. Ia menatap ke arah pintu yang masih saja tertutup. Menyebalkan, sampai kapan ia dipenjara di sini.

"Langit! Buka pintunya!"

Anggia mengetuk pintu sekuat tenaganya. Rasa benar-benar kesal pada laki-laki aneh itu.

"LANGIIIITTT! BUKAAA!"

Suara Anggia terdengar lebih keras. Membuat Langit yang memang tidur di kamar sebelah gadis itu mendengus jengah.

Ia dengan malas bangun dari atas ranjangnya. "Nih bocah pagi-pagi berisik banget sih."

Langit mengacak rambutnya kasar. Rasanya kepalanya pusing sekali. Ia terlalu telat semalam pulangnya.

"Apaan sih lo berisik banget?!" Langit membuka pintu. Dan menatap jengah si gadis berisik itu.

"Gue mau pulang."

Langit tak menggubrisnya. Ia malah masuk dan merebahkan dirinya di kasur gadis itu.

"Langiiiiitttt!"

Anggia menarik lengan laki-laki itu agar terbangun. Malah membuat laki-laki menyebalkan itu terkekeh.

"Mandi sana, turun sarapan."

"Gue mau pulang."

Sejenak Langit terdiam. Ia menatap Anggia dengan tatapan tajamnya. "Gue enggak akan ijinin lo pulang. Sebelum ada dari pihak kepolisian yang nyari lo! Paham?"

Anggia menggeleng. "Tapi ..."

"Kalau enggak ada dari pihak keluarga lo yang nyari lo, itu artinya mereka enggak peduli sama lo. Kenapa lo mesti pulang?"

"Langit, gue ..."

"Mandi! Gue tunggu di bawah!"

Langit beranjak dan meninggalkan Anggia yang masih termangu di tempatnya.

Benar? Kenapa enggak ada yang nyari gue? Papah ...

Mamah ...

Gadis itu meremas dadanya. Rasanya sakit sekali di sana.

Flassh back.

"Papah, Anggi masak mie goreng. Papah mau?"

Anggia kecil membawa mie goreng buatannya dengan kedua mata yang berbinar. Tapi sang Ayah hanya terdiam sama sekali tidak menatap padanya.

"Rasanya enak banget Papah, ini mie goreng rasa rendang. Rendangnya kerasa banget."

Lagi, sang Papah hanya terdiam saja. Seolah Anggia memang tidak ada di sana. Kemudian gadis itu berubah muram. Kedua matanya berkaca-kaca.

"Mie gorengnya enak lho papa."

Anggia tak mau kalah. Ia menyuapi sang Papah dengan kedua mata penuh harap. Tapi, hampir saja mie tersebut sampai ke mulut sang Ayah. Laki-laki itu malah menepisnya. Hingga mie itu berantakan di lantai.

"Papa..."

Anggia kecil buru-buru memunguti mie di atas lantai dengan kedua matanya yang berlinang basah.

Langit Senja (Dilanjut Di Dream)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang