Jisoo membuka mata ketika sinar matahari yang menyelinap masuk menyuntik kedua kelopak matanya. Ia melenguh sesaat, lalu mengangkat tangan hendak meregangkan otot, ketika ia menyadari keberadaan tangan seseorang di atas perutnya.
Ia melihat Jennie tertidur pulas di sampingnya sambil memeluk dirinya.
Jisoo memegang tangan itu, bermaksud ingin memindahkannya, namun perbuatannya itu justru membuat pelukkan ditubuhnya semakin erat. Bahkan Jennie menyembunyikan wajahnya di belakang telinga Jisoo, praktis membuat gadis itu bergidik.
"Ngh... aku tidak mau pakai sepatu itu, Eomma...!"
Jisoo yang semula ingin berteriak marah, mengurungkan niatnya begitu mendengar ucapan itu. "Dia mengingau?" Tanyanya pada diri sendiri, tapi ia tetap berusaha menyingkirkan tangan Jennie. Namun, gadis pengingau itu justru semakin menariknya ke dalam pelukkan. Jisoo mengembuskan napas kesal, ia tak ingin terlambat ke sekolah. "Ya! Lepaskan aku! Ayo, cepat bangun!"
"Ngh... sepatunya loreng-loreng, aku tidak suka... "
Jisoo mengernyit. "Loreng-loreng?" Ujarnya, kemudian meloloskan sebuah tawa.
Akibat tawanya itu, Jennie terbangun dan terkejut sendiri saat menyadari bahwa ia sedang memeluk Jisoo. Namun, bukan itu yang penting. Yang penting adalah ketika ia membuka mata, hal yang pertama ia lihat adalah tawa Kim Jisoo.
Ia terpukau. Tawanya begitu cantik.
Menyadari Jennie sudah bangun, Jisoo menghentikkan tawanya lalu bangkit. "Jadi, sepatumu dulu loreng-loreng?"
Kening Jennie mengerut, otaknya langsung mengingat sepatu bermotif leopard dengan gaya norak yang dulu diberikan ibunya karena sang ibu pecinta leopard. Kala itu, meski tak ingin, ia tetap memakai sepatu itu agar ibunya senang. "Apa aku mengigau lagi?"
"Kau tahu kalau kau suka mengigau?"
Jennie mengangkat sebelah bahu. "Lisa dan Rose, mereka yang mengatakannya."
Jisoo tersenyum tipis, namun Jennie bisa menangkap senyuman itu. Ia rela hidup ratusan tahun asalkan bisa terus melihat senyuman itu di setiap harinya.
"Jadilah pacarku!"
Bola mata Jisoo membulat seketika. Apa ia tidak salah dengar? Apa Kim Jennie baru saja mengajaknya pacaran?
"Apa kau tidak pernah memikirkan perkataanmu terlebih dahulu?"
"Sudah."
"Secepat itu?"
Jennie menggeleng. "Tidak juga, karena sejak awal pun aku memang sudah menyukaimu." Jawabnya spontan, seolah ia benar-benar tak pernah memikirkan ucapannya. "Kenapa menatapku seperti itu? Apa perkataanku menyeramkan?"
"Sangat!"
Jennie membawa tubuhnya ke posisi duduk, ia mengamati Jisoo yang memasang ekspresi seolah ia baru saja mengajak gadis itu untuk terbang ke bulan. "Aku hanya menyuruhmu menjadi pacarku, bukan menyuruhmu melompat dari ketinggian."
"Lebih baik aku melompat dari ketinggian."
"Heol!" Jennie menautkan alis. "Bagaimana bisa menjadi pacar lebih menyeramkan dari itu?"
"Itu masalahnya!"
"Apa?"
Jisoo melipat tangannya di depan dada, menatap kesal ke arah gadis yang tengah duduk santai di atas ranjangnya dan mengatakan sesuatu yang berhasil membuat jantungnya meronta-ronta. "Karena kau menyuruhku!"
Begitu saja, Jisoo berjalan melewati tempat tidurnya dan menghilang di balik pintu.
Jennie menatap kepergian gadis itu, kepalanya dimiringkan sementara bola matanya bergerak-gerak, ia sedang mencerna baik-baik perkataan Jisoo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Some Stories About JENSOO
FanfictionKumpulan cerita-cerita pendek tentang dua gadis Korea yang menggemaskan. Copyright monochrome_08 ©️ 2019