Growing up together; Bts (2)

65 5 5
                                    

Aku sedang memasak makan malam saat suara gaduh berasal dari ruang tamu membuatku tidak bisa berkonsentrasi pada masakanku, memang mereka selalu bising tapi kali ini keterlaluan namanya.

Dengan kesal aku langsung menghampiri mereka masih memegang pisau daging yang tadinya kupakai, "Kalian pikir ini kebun bina-"

Ucapanku menggantung ketika seluruh mata menatap ke arahku, di tambah sepasang mata bundar yang berbinar polos. Aku mengerjap, tatapan mereka lalu jatuh ke arah pisau yang kupegang.

"Hyung!"

Aku menyembunyikan pisau di belakang punggung, "Ada yang bisa menjelaskan apa ini?"

Hoseok melompat berdiri, mendekatiku dan menyeretku kembali ke dapur, "Hyung kenapa bawa pisau segala?" Hoseok menatap takut takut ke pisau yang ukurannya memang cukup besar itu.

Aku meletakkan pisau itu dan Hoseok membuang napas lega, "Jadi?" Aku memasang posisi serius dengan kedua tangan kelipat di atas dada.

Hoseok memainkan jemarinya, matanya melirik ke segala arah kecuali ke arahku. Astaga anak ini.

"Kau tidak menyeretku untuk diam saja kan?"

Hoseok mengusak rambutnya gusar, dia seperti sedang menenangkan diri.

Aku menunggu dengan sabar. Untungnya aku orang yang sabar.

"Oke hyung, aku akan menjelaskannya tapi kau jangan memotongku sampai aku siap bicara," Hoseok mengusap tengkuknya tersenyum paksa.

Aku memicingkan mata dan mengangguk, "Lanjutkan."

"Jadi hyung, beberapa waktu yang lalu aku mendapat pesan dari seseorang yang kukenal dulu. Dia nanya apa bisa berjumpa, aku bilang 'ya, ayo berjumpa' karena aku sudah lama tidak bertemu dengannya dan aku sedikit merindukkannya. Kami berjumpa di kafe langganan kita, bicara ini itu bertanya kabar semacam itulah. Tapi tiba tiba dia menangis dan aku langsung panik, aku berusaha nenangin dia tapi dia masih saja terus menangis. Terus dia mengatakan sesuatu yang membuatku terkejut, aku kira dia hanya bercanda jadi aku tertawa dan dia kembali menangis."

Hoseok mengusap wajahnya, aku sedikit kurang paham apa yang sebenarnya ingin dia ceritakan.

"Dia bilang dia sudah punya anak, aku langsung memberi selamat tapi dia masih menangis. Dia bilang anaknya masih sangat kecil, tiga tahun. Aku tanya kapan dia menikah dan dia menggeleng 'aku tidak menikah', aku bingung lalu aku bertanya siapa ayahnya dan dia kembali menangis. Aku merasa sedikit kesal karena memikirkan siapa orang bresengsek di luar sana yang melakukan itu padanya, dia terus menangis dan aku memeluknya sampai dia berhenti. Dia tersenyum dan bilang terimakasih sudah mengiburnya, aku mengatakan semuanya akan baik baik saja. Lalu dia bertanya 'Boleh aku mengatakan satu hal lagi?' aku tentu saja mengiyakan. 'Kau adalah ayah dari anak itu, Jung Hoseok' aku terkejut dan hampir pingsan di tempat kalau tida-"

Aku menggebrak meja makan dan Hoseok terlonjak, memang wajah horor ke arahku.

"JADI KAU MAU BILANG KALAU KAU PUNYA ANAK? ASTAGA HOSEOK AKU KECEWA PADAMU!"

Emosiku membuatku ingin membanting sesuatu, apa saja. Masih dengan kesal luar biasa aku keluar dari dapur dan pergi ke kamarku, tidak menghiraukan Hoseok yang memanggilku dan tatapan takut dari yang lain.

Aku segera masuk ke kamar, membanting pintu dengan keras. Berjalan mondar mandir berusaha menenangkan diri, aku mengambil bantal dan berteriak di sana berusaha meredamkan teriakanku. Puas berteriak aku mengantam dinding kamar sampai sedikit retak dan buku-buku jariku berdarah. Beginilah pelarianku ketika aku kesal, aku akan meledak dan harus melampiaskannya ke sesuatu jika tidak aku bisa saja melukai seseorang.

Magic Shop; Oneshots 🌻Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang