ALBERT'S SCENE
"Kau mau apel karamel?" tawarku pada Abigail yang sedang sibuk mengerjakan pekerjaannya.
Abigail tidak menjawab pertanyaanku, ia masih terlalu fokus dengan pekerjaannya.
"Hei.." panggilku.
"Iya, Pak?" jawab Abigail sambil masih fokus dengan komputernya.
"Kau mau apel karamel, tidak? Keburu habis kumakan semua.."
"Aaah!! Iya-iya.. saya mau!!" Abigail merebut apel karamel dari tanganku, kemudian ia memakannya.
"Ehn.. ehnaaakk!!"
"Kau makan seperti anak kecil."
Aku membersihkan mulutnya dengan jariku, dan menjilat karamel dari tanganku. Manis. Akupun mulai menggigit apel karamel milikku.
DRRRTT!!DRRTTT!!
"Ponsel Bapak berbunyi.." kata Abigail.
Aku mengambil ponselku di meja kerjaku, dan melihat siapa yang meneleponku.
Ayah?
"Halo, Ayah.."
"Albert! Kau sedang sibuk?"
"Tidak.. ada apa, Ayah?"
"Pulang kerja nanti, mampirlah ke rumah. Paket apel dari perkebunanku baru saja sampai! Aku ingin membagikannya kepadamu dan Ethan! Kemarilah! Oh, jangan lupa bawa juga gadismu itu. Dia juga mendapat box apelnya!"
"Okay, Dad.. see ya.."
Aku memutus hubungan teleponku dengan ayahku
"Ada apa, Pak?" tanya Abigail.
"Pulang kerja, kita ke rumah ayah ibuku. Paket apel dari perkebunannya sudah sampai di rumahnya. Dia ingin membagikan apel-apel itu." jawabku sambil duduk di kursiku.
"Saya juga ikut?" tanya Abigail.
"Justru ayahku memintamu untuk ikut. Kau akan mendapat banyak apel."
"Wah!! Senangnyaaa!!! Baik, Pak. Saya akan ikut!" Abigail tersenyum dan menggigit apel karamelnya.
~~
Berjam-jam menyelesaikan pekerjaan, entah membuat badanku terasa pegal-pegal, berulang kali aku mencoba meregangkan otot-ototku. Tapi rasanya sama saja, rasa capek itu tetap tidak mau hilang. Ah, lebih baik aku istirahat sejenak. Toh, untung saja semua pekerjaanku sudah selesai.
Aku berdiri dari kursiku dan berjalan menuju sofa panjang yang dari tadi menggoda pandanganku untuk segera kurilekskan otot-ototku yang mulai pegal tidak karuan ini.
Aku memejamkan mataku, merasakan nyamannya sofa ini dan merasakan suhu dingin AC yang menerpa kulitku. Ah, rasanya aku ingin sekali minum Taro Latte.
"Silakan, Pak."
Abigail datang dengan membawakan secangkir Taro Latte. Tahu saja dia, kalau aku sedang ingin minum Taro Latte.
"Thanks."
Aku mengambil minumanku dan menyesapnya sedikit. Rasa manis dari Taro Latte, ditambah hangatnya minuman ini, membuatku menjadi sedikit lebih tenang. Aku memandang kearah jendela, langit sudah berubah menjadi berwarna oranye. Mentari sudah akan tenggelam digantikan dengan langit malam dan bulan bintang yang menemaninya.
Saking asyiknya aku melihat langit senja itu, aku sampai tidak sadar, kalau Abigail tidur di sebelahku. Aku tersenyum, dan mengarahkan kepala Abigail untuk tidur di pundakku. Dia sudah bekerja keras selama ini. Terima kasih, Abigail..
KAMU SEDANG MEMBACA
She is Mine
Teen FictionAlbert Grissham, seorang pemilik sebuah perusahaan terbesar di London, melanjutkan perjuangan ayahnya. Selama ini, Albert tidak pernah merasakan jatuh cinta kepada seseorang. Sampai ia bertemu dengan Abigail Williams, pegawainya yang bekerja dengann...