05

1.6K 232 9
                                    

☄°•°○

☄°•°○

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



















































Tok.. tok.. tok!!





Aku bangun, melihat penjuru kamar hingga terpaku pada jam dinding kamar menunjukkan pukul sebelas pagi. Hampir siang. Aku tertidur dengan posisi yang sama ketika menelepon Jisung semalam. Di atas karpet, bersandar, dan menenggelamkan wajahku di lipatan kakiku.









Aku bangkit membuka pintu kamarku sebab diketuk tadi.















"Kenapa, Bun?" tanyaku, menatap bunda yang kelihatan agak gusar.


"Haduh... syukurlah kamu udah bangun," ucap Bunda pelan. Aku nggak ngerti.



"Emang kenapa?"









Bunda narik aku keluar kamar, menuju ke ruang tengah dan duduk di sofa depan tv. "Bunda takut di sini sendirian. Habisnya di luar ada orang, gelagatnya aneh," kata Bunda.










Sontak aku jadi agak panik sendiri. Secepat itukah mereka yang bekerja di penyiaran datang menemuiku karena skandal ini?















"B-bun... orangnya satu atau banyak?"


"Satu. Kenapa?"














Aku berdiri dan jalan ke jendela, mengintip dari balik tirai. Benar kata Bunda. Ada seseorang di luar pagar, dengan baju serba hitam dan masker. Dia juga bawa kamera DSLR, seperti masternim di Korea. Kulihat dia terus-terusan memperhatikan rumahku seperti mencari-cari orang.








Namun Bunda salah. Dia tidak sendiri. Ada satu orang lagi datang dan sepertinya dia kawannya.






Lama kelamaan mereka bertambah. Dari satu menjadi dua, kemudian menjadi empat, dan yang terakhir menjadi enam.















Aku makin takut.










Takut ini jadi besar ketika salah satu dari mereka melihatku. Aku menutup tirai dengan cepat dan kembali menemui Bunda.














"Bener 'kan?" tanya Bunda. Aku mengangguk, ikut duduk dengan wajah pucat.


"Bun... dia gak sendirian. Dia punya temen."




"Dia itu orang jahat apa bukan, sih? Bunda jadi waspada gini!" kata Bunda greget. Aku lantas menggeleng dengan cepat.



"Mereka bukan orang jahat, Bun..." ucapku, "Mereka... orang-orang penyiaran. Mereka bawa kamera."









Bunda mengernyit. Jelas, beliau pasti bingung.












"Lah? Ngapain ke sini? Rumah kita 'kan bukan sumber berita?"













Lagi-lagi aku menggeleng. Kepalaku tertunduk. Aku belum siap menjelaskan pada Bunda tentang segalanya. Aku takut Bunda malah kepikiran dan aku jadi merepotkannya.






Aku bangkit dari duduk, "Bun aku... mau mandi dulu," ucapku sembari berlalu kembali ke kamar.












Aku butuh air untuk mendinginkan kepalaku.
















"Maaf, Bun. Rumah kita adalah sumber berita sekarang. Aku sumbernya," batinku.
































































 Aku sumbernya," batinku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

☄°•°○



[6] ʜɪᴅᴇ • ʜᴀɴ ᴊɪꜱᴜɴɢ ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang