07

1.5K 226 20
                                    

☄°•°○

☄°•°○

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

































Belum lama aku mengadu pada Bunda, Ayah pulang kerja. Beliau langsung panik bertanya perihal penyebab aku menangis. Dan sekarang kami bertiga berkumpul lagi di ruang tengah setelah sholat maghrib berjamaah.





Aku harus cerita juga ke Ayah.













"Yah, jangan marah, ya?" pintaku.



"Kamu aja belum cerita, gimana Ayah mau marah?"




"Ya makanya, setelah aku cerita pokoknya Ayah jangan marah."












Aku menarik nafas dalam. Kisah panjang keluar dari mulutku. Ayah mendengarkanku dengan saksama, raut wajahnya sangat serius. Tidak ada wajah bercanda di sana. Ah... aku pikir Ayah pasti jengkel habis ini.










Selesai berkisah, kulihat Ayah ikut menghela nafas sama sepertiku. "Ya sudah. Tunggu kabarnya aja," katanya.











Selamat.














Tak berselang lama, handphoneku berbunyi. Ini yang kutunggu. Aku mengusap tanganku yang gemetar sebelum akhirnya mengangkat telepon dari Jisung. Siapa lagi?





Tombol hijau kugeser dan jariku kemudian menekan tombol loudspeaker.










"Halo? (Y/n), kita ngomong pakai bahasa Inggris, ya?"




"I-iya..."









Aku menarik nafas panjang. Gugup. Di sana sangat sunyi sementara di sini Ayah dan Bunda makin merapatkan duduknya untuk ikut menyaksikan panggilan ini.








"Okay. Umm... PD-nim, we have to speak English and you can ask anything now," kata Jisung, bicara pada atasannya.






Suara dehaman dari Park Jinyoung ㅡpemilik JYPㅡ kedengaran lewat telepon. Aku makin gugup.










"So... can you explain first about this scandals? Han Jisung?" tanya Park Jinyoung. Aku masih diam membiarkan Jisung saja yang menjawab. Karena beliau menyebutkan nama Jisung jadi aku diam saja.








Hehe.













"This scandal began when I got lost in Indonesia. At that time I asked for help from a very kind family. I lived with them about a month. I don't know clearly. Maybe at that time there were fans who saw me always with her and report it through social media."




Park Jinyoung kembali bertanya padanya, "Her? Who is she?"





"She was the daughter of an uncle who had helped me."






"Ah..." Park Jinyoung kembali bersuara. "Then whether for a month living with them, do you have feeling with their daughter?"




"No, I don't have any feelings."




"How about you, miss?" tanya Park Jinyoung, ditujukan padaku. Aku pun menjawabnya, "I-I don't have any feelings too..."







Aku menjawabnya terbata karena gugup. Sangat gugup.







"Uhm... Miss, I wanna ask to you now," kata Park Jinyoung. "Did Han's explain is right?"



"Y-yes! Of course..."





"100% not making it up?" tanyanya. Aku kembali mengatakan ya. Memang benar begitu kisahnya.









Dehaman dari Park Jinyoung kembali terdengar. Ah, benar-benar... orang ini membuatku sangat gugup lebih dari apapun.











"Okay. As soon as possible agency will issue an official clarification letter. You don't need to worry. Han, focus on your promotion and you miss, focus on your school."




"Ne, gamsahamnida PD-nim. Choesonghamnida..."



Aku juga ikut menyahut, "Thank you very much."












Suara kursi bergeser dan langkah kaki pun kedengaran. Aku bernafas agak lega. Bunda juga mengelus pundakku, menenangkan aku yang masih gugup.






"(Y/n)? Masih di situ? Nggak nangis 'kan?"



Aku baru mau menjawab tapi Ayah keburu bicara. "Tadi sore dia nangis. Ternyata karena masalah ini," itu kata Ayah. Nadanya sangat rendah.




Jisung jadi hening di sana. Pasti dia tambah gemeter.





"Paman, maaf! Saya nggak maksud bikin anaknya Paman nangis! Aduh, maafin saya... maaf..." ucap Jisung panik.



Ayah terkekeh jahil. Sudah kuduga. "Sudah-sudah. Gak apa-apa. Saya malah berterimakasih sudah bertindak cepat, mau klarifikasi sama atasan kamu. Eh bener 'kan itu tadi atasan kamu?"


"Iya, Paman..."



"Ya sudah. Gak apa-apa. Paman cuma bisa berdoa supaya masalah ini cepat selesai," sambung Ayah. "Kamu di sana yang baik-baik, jaga kesehatan jangan sampai mikir ini terus. Kan kamu masih punya pekerjaan yang lebih penting."



"Iya, Paman. Makasih... sekali lagi saya minta maaf."






Ayah terkekeh sambil menjawabnya. Kemudian pria paruh baya ini beranjak dari sofa dan pergi ke ruang sholat. Sudah waktu isya'.











"Jisung? Udahan, ya? Kamu harus istirahat," kataku. Jisung hanya berdeham. Dia lalu mematikan sambungannya.





Sejenak aku menarik nafas sangat panjang dan menghembuskannya. Lega.










































☄°•°○

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

☄°•°○



[6] ʜɪᴅᴇ • ʜᴀɴ ᴊɪꜱᴜɴɢ ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang