Wonwoo menggigit permen kapasnya sedikit dan mengunyahnya perlahan. Kalau boleh berkata jujur, sebenarnya ia tidak terlalu menyukai makanan manis. Tetapi, berhubung Soonyoung yang membelikan ini, ia harus menghargainya. Dasar Kwon Soonyoung, dia yang kalah dan harus traktir, dia juga yang memilih mau membelikan apa.
Akhir bulan, dompetku menipis, katanya.
Cukup, giginya tak tahan lagi. Diletakannya sebungkus besar permen kapas itu di ruang kosong di sampingnya, menggantikan segelas kopi susu yang sedari tadi teronggok di sana. Dengan rasa hangat dari gelas kopi yang menjalar ke telapak tangannya, Wonwoo membuang pandangannya ke luar jendela. Menikmati pemandangan malam kota Seoul seraya menyeruput kopi susunya.
"Aish, Jeon Wonwoo...."
Mendengar namanya disebut, pemuda itu menoleh ke depan. Kekehannya kembali terdengar saat mendapati sang kawan masih tertunduk lemas sambil meracau tidak jelas—walau sudah 7 menit berlalu.
"Ayolah, Soon. Apa masih mual?"
Soonyoung mengangguk. Mari berpikir, siapa yang patut disalahkan di sini? Wonwoo yang menyukai wahana ekstrem? Atau Soonyoung yang terlalu lemah?
"Hehe, maaf, ya." Namun tetap saja, Wonwoo yang meminta maaf.
Yah, dipikir bagaimana pun semua ini gara-gara Wonwoo kan? Dirinya yang mengajak Soonyoung naik kapal bajak laut bergoyang itu. Mau berapa kali Soonyoung berontak, ia tetap menarik tangan Soonyoung untuk menaikinya. Bahkan, saat Soonyoung berteriak ketakutan di atas sana sambil mengangkat tangannya tanda menyerah, Wonwoo seolah tuli dan malah berteriak kegirangan di samping temannya yang malang itu.
"Bagaimana kabarmu?"
Soonyoung tidak langsung menjawab. Dari sudut bianglala ini, Wonwoo bisa melihat sahabatnya duduk termenung di seberangnya sambil menatap gemerlap lampu-lampu di luar.
"Masih mual." Lirih Soonyoung.
"Bukan itu maksudku. Bagaimana kabarmu sebulan terakhir ini?"
Kini fokus Soonyoung terkunci sepenuhnya pada Wonwoo.
"Apa kau tidur dengan nyenyak? Apa kau makan teratur?"
Soonyoung tertawa sambil setengah mendengus, "Ada apa ini? Kenapa kau tiba-tiba seperti ini?"
Wonwoo mengedikkan bahunya seraya tersenyum menatap langit-langit besi, "Hanya sedikit merasa bersalah... dan rindu."
Sadar akan tatapan bingung Soonyoung, lelaki itu melanjutkan, "Kau tahu kan, akhir-akhir ini tugas sekolah kita sungguh menyebalkan. Datang berkeroyok tanpa memberi celah untuk istirahat. Apalagi, klub menggambar yang kupimpin sedang disibukkan dengan persiapan pameran,"
Ya, Soonyoung tahu itu. Bahkan ia sudah tidak tidur beberapa hari gara-gara harus menyelesaikan semua tugas sekolahnya. Dan sekarang, ia tak tahan untuk merutuki dirinya sendiri yang sempat mengeluh atas itu semua. Karena seseorang yang pemalas dan cuma tahu main sepertinya tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Wonwoo yang seorang ketua klub menggambar sekaligus anggota penting dalam beberapa organisasi sekolah. Itu berarti, Wonwoo jauh lebih menderita dari dirinya dalam menghadapi semua kesibukan itu. Tiba-tiba ia merasa tidak enak. Pantas saja Soonyoung jarang melihat Wonwoo berada di kelas belakangan ini.
"untuk mengurus diriku saja aku kewalahan, apalagi memberi kabar padamu. Jadi... maaf."
Maaf karena jarang membalas pesanmu.
Maaf karena tidak pernah bermain denganmu lagi.
Maaf untuk semuanya.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Farewell
Fanfic"Aku cuma mau menghabiskan waktu bersama sahabatku." 17's Soonyoung & Wonwoo