Di dalam sebuah taman bunga. Anna melihat pasangan berpakaian putih-putih. Wajah mereka samar. Namun dari perangainya, terlihat seperti orang tua Anna. Pasangan itu melambaikan tangan kepadanya. Di hadapan mereka, ada sebuah meja. Sebuah kotak berwarna merah muda dan diikat kan pita senada, terletak di atasnya. Anna memandang penuh haru dan bahagia kepada mereka. Ia sungguh berharap, mereka adalah papa dan mama yang dirindukan.
Anna memandang penuh haru dan bahagia kepada mereka. Namun sayang, saat suara adzan berkumandang, semua keindahan yang terhampar di hadapan mata sirna. Anna terbangun dengan kecewa. Rasa penasaran akan mimpi tersebut, membuatnya melamun untuk beberapa saat sampai adzan selesai.
Piu yang tidur di kaki Anna, ikut terbangun melihat majikannya. Ia mendekati Anna dan mengusap-usapkan tubuhnya pada Anna. “Piu, kamu sudah bangun juga?” tanya Anna mengelus tubuh Piu dan menciumnya.
Dengan langkah gontai, dibawanya kedua kaki menuju lantai bawah. Kamar mandi adalah tujuannya. Lantai dua rumahnya tidak memiliki kamar mandi. Jadi, Anna memang harus rajin naik turun tangga setiap hari.
Sedangkan kamar gadis berambut sebahu itu awalnya adalah sebuah gudang. Praktis perabotan di kamar yang ditempatinya kini, sebenarnya adalah barang-barang bekas masih layak pakai. Anna tidak peduli hal itu. Baginya, untuk seorang Tante Nita, diizinkan tinggal bersama Piu saja sudah sangat membuat hati Anna gembira sekali.
Usai membasahi bagian tubuhnya dengan air wudhu, Anna kembali ke kamar. Shalat subuh pun dilaksanakan penuh haru. Tidak lupa, ia lantunkan doa-doa untuk Mama dan papa di alam sana. Mimpi semalam, membuat hatinya dihampiri rasa rindu yang mendesak-desak.
Sudah menjadi rutinitas tiap pagi, usai shalat, Anna segera bergelut dengan tugas sehari-hari. Ia memasak nasi goreng dan juga telur dadar sebagai menu andalan keluarga Tante Nita di pagi hari.
Pertama sekali memasak nasi goreng, Anna merasa amat kesulitan. Nasi goreng yang dibuat, sering kelebihan kecaplah, berminyaklah, atau kadang ada butiran garam yang menggumpal. Maklumlah, Anna tidak pernah masak sebelumnya. Ia anak semata wayang yang dimanja hampir dalam semua sisi kehidupan. Berteman dengan peralatan dapur, tentu saja hal baru baginya. Anna bahkan sangat ketakutan ketika harus menyalakan kompor. Maklum saja, ia masih berusia 10 tahun kala itu.
Syukurlah Kak Meira sudi membantu. Di saat tidak ada seorangpun, Kak Meira mengajarinya menyalakan kompor dan mengelola dapur. Ia juga mengajarkan Anna cara membuat nasi goreng ala keluarga mereka.
Detik yang kian bergulir, membawa Anna kecil kini telah menjadi seorang gadis cantik yang amat mahir mengelola dapur. Memasak berbagai macam makanan untuk dikonsumsi seisi rumah. Dan memastikan semua bahan makanan tersedia di dapur. Belum lagi ia harus membereskan rumah. Mencuci seabrek piring kotor. Menyapu dan mengepel lantai. Membersihkan debu dan menjaga kaca jendela agar tetap kinclong adalah kerja keras sehari-hari. Belum pula halaman Rumah Tante Nita yang luas dan penuh tanaman bunga yang menguras energi Anna sehari-hari.
“Anna, Milo hangat dimana?” Teriak sebuah suara dari lantai bawah, menyadarkan Anna yang sedang memakai jilbab putih sekolah.
Anna memakai jilbab, begitu pula Kak Meira dan dan Susan. Mereka memakai jilbab karena memang di Aceh, semua wanita wajib menutup aurat. Jadi kalau ada akhlaknya agak melenceng, harap maklum, karena jilbab hanya sebatas menggugurkan perintah dari pemerintahan setempat.
Jari lentik Anna hampir saja tertusuk jarum pentul karena terkejut. Ia buru-buru menyematkan jarum itu begitu saja di bagian bawah dagu. Kemudian menarik ujung jilbab bagian kanan ke sebelah kiri.
“Iya...sebentar,” jawab Anna dari pintu kamar.
“Sebentar! Sebentar! Kelamaan tau,” ujar Tante Nita kesal harus menanti.
Anna buru-buru turun. Tas ransel telah di pakai di punggung. Gadis berusia 18 tahun itu mulai membuka sachet coklat Milo dan menuangkan ke gelas yang tadi di gunakan Anna. Menuangkan air panas dan memberinya susu kental manis.
Anna bukan gadis pelupa. Namun, bayangan mimpi semalam, membuat isi kepalanya melayang. Lupa akan tugas yang seharusnya ia kerjakan.
Sebenarnya, di usia yang cukup dewasa, sudah sepantasnya Tante Nita meminta anak-anaknya agar mengurusi keperluan mereka sendiri. Tetapi, entah mengapa, beliau lebih suka semua hal remeh temeh pun dilakukan oleh Anna untuk anak-anaknya. Susan dan Meira seperti gadis bocah yang tidak bisa apa-apa. Mereka lebih tampak seperti boneka dibandingkan manusia.
Usai membuatkan segelas Milo, Anna yang harus berjalan kaki ke sekolah, segera melenggang keluar rumah. Tidak berapa lama dia melangkah, Meira dan Susan menyusulnya keluar diiringi Tante Nita.
Meira dan Susan menyalami Mama mereka.” Hati-hati di jalan ya,” ucapnya pada kedua gadis kesayangannya.
Anna yang mengetahui adegan perpisahan itu melirik sebentar namun kembali melangkah meninggalkan Susan dan Meira.
Tidak berapa lama, mobil Susan dan Meira telah mendahui Anna. Anna hanya menyaksikan mereka dan tetap melangkah. “Hai!” Ucap seseorang pada Anna.
“Oh, hai!” balas Anna.
“kamu, jalan juga ke sekolah ? “ tanya Anna lagi
“Motorku rusak, jadi aku berjalan saja ke sekolah,” jawab laki-laki jangkung teman sekelas Anna.
“Kamu sendiri kenapa tidak berangkat bareng mereka?” laki-laki itu menunjuk dengan wajah ke arah mobil yang baru saja berlalu.
“Oh, itu. Aku lebih senang berjalan kaki. Sambi berolahraga,” Anna tersenyum pada pria di sisinya.
Haekal namanya. Ia telah menjadi teman dekat Anna sejak pindah kemari beberapa waktu yang lalu. Ia baru saja berada di Banda Aceh selama 3 bulan. Kebetulan sekali ia bersekolah dan tinggal dekat rumah Anna.
( Bersambung)
![](https://img.wattpad.com/cover/183303232-288-k835973.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
THE SECRET GARDEN (Telah Menjadi Novel dengan Judul Gadis Tanpa Senyuman)
RomanceGadis cantik yang kehilangan kedua ayah dan ibu secara tragis. Perjalanan hidup membuatnya harus tinggal bersama keluarga tante yang tidak menginginkannya. Ia amat merindukan keluarga yang harmonis seperti sedia kala. Hingga takdir mempertemukannya...