Bab 4: Kue Untuk Susan

7 1 0
                                    


“Duh, lumayan terik juga siang ini,” ujar Haekal mengibas-ngibaskan kemeja putihnya.

“Tiap hari juga begini kok, kalau jam pulang sekolah. Kamu aja yang nggak pernah,” jawab Anna.

“Setiap hari aku pulang dan pergi sekolah jalan kaki. Jadi udah biasa banget bagi aku merasakan terik dan bahkan kadang kehujanan. Nggak aneh lagi kalau cuaca panas begini.” Anna kembali menjelaskan.

“Kelihatan kok,” jawab Haekal

Anna melirik Haekal dan menarik lengan kemejanya,” kelihatan apaan?”

“Kelihatan, kalau kamu itu kuat. Kemarin di lapangan sekolah, ketika jam olahraga kamu bisa kalahkan aku,” ujarnya kembali.

“Oh, aku pikir apaan.” Anna memanyunkan bibir.

“Kamu sih, serius amat sih jadi orang.” Haekal terkekeh melihat Anna yang begitu reaktif.

Anna memang gadis yang serius. Ia juga sensitif dan pemurung. Mungkin karena perjalanan hidupnya yang penuh lika-liku dan tidak mempunyai teman bergaul sejak papa dan mama tiada Anna sering menyendiri. Bahkan bila ada keramaian,ia lebih suka menarik diri dan menikmati kesendiriannya.

Haekal, adalah orang pertama yang mendekati Anna yang cenderung bersikap pasif. Ia tak mau memulai berteman jika orang lain tidak membuka percakapan terlebih dahulu.

Detik waktu bergulir, mengantarkan mereka tiba di rumah masing-masing. Setelah lambaian perpisahan, Anna membuka pagar rumah dan masuk ke dalam. Begitu juga dengan Haekal.

Saat masuk ke rumah. Tiada ditemui seorang pun. Namun, sayup-sayup terdengar suara Kak Meira dan Susan yang mengobrol dan tertawa di kamar mereka. Anna bergegas menaiki tangga kamarnya.Di sana Piu sudah menanti kehadiran Anna. Ia segera melompat dari tempat tidur dan berlari menuju pintu kamar saat Anna tiba.

“Ah, Piu...hanya kau yang paling merindukanku di rumah semegah ini.” Anna berjongkok dan mendekap Piu di dadanya.
Sementara Piu mengelus-elus keningnya dengan manja di dada Anna.

“Kamu kangen aku ya? Oh sayang…” Anna mengangkat Piu ke atas dan memandang Piu dengan gemas.

“Anna! Kau sudah di atas? Turunlah segera! “ Sebuah teriakan terdengar, membuat Piu kaget dan melompat ke bawah. Anna pun segera memenuhi panggilan itu.

“Aku mau makan, mana lauknya?” Seru Susan kesal.

“Harusnya, jam segini itu kamu udah hidangkan makan siang di meja kita. Lapar tau! Kamu tau sendiri kan ini udah jam berapa?” Susan mulai berkacak pinggang.

“Ah, sudahlah, San..ambil aja sendiri Napa? Biar Anna sekali-kali istirahat,” ujar Kak Meira menengahi dan menuju lemari dapur. Ia mengambil menu makan siang mereka yang telah disiapkan Anna semenjak pagi untuk mereka. Selain menyiapkan sarapan, Anna juga menyiapkan mereka makan siang. Jadi sepulang sekolah bisa langsung dimakan.

Anna bergeming, ia tak hendak menghabiskan waktu mendebat gadis manja nan menyebalkan itu. Melihat Kak Meira sudah mengambil alih tugasnya menghidangkan menu makan siang mereka di meja tanpa diminta, Anna memilih kembali ke kamar. Ia baru saja tiba dari sekolah dan belum berganti pakaian. Namanya juga jalan kaki. Tentu waktu tempuh yang diperlukan tidak secepat menggunakan kendaraan.

Selagi mereka makan, Anna berganti pakaian. Piu kembali menyerudukkan keningnya di kaki Anna. Kali ini sepertinya dia lapar.

“Kamu lapar ya Piu, tunggu di sini ya. Biar aku turun ambil makanan buat kamu.” Anna mengelus kepala Piu hingga ke tubuhnya. Kemudian beranjak turun setelah mengganti pakaiannya dengan setelan kaos oblong dan celana pendek.

Tanpa di sengaja, Anna menabrak Susan yang membawa piring berisi cup cake yang akan dibawa ke kamar hingga piring itu jatuh berkeping ke lantai.

“Kamu ini ya! Jalan lihat-lihat dong! Punya mata nggak, sih!” Susan mulai memarahi Anna.

“A, aku minta maaf, aku tidak sengaja.” Anna membungkuk mengutip pecahan piring di lantai.

“Kamu benar-benar anak sialan ya, cari dan bawa cupcake yang lain untuk aku sekarang juga!” Perintah Susan.

Kak Meira datang mendekati Anna,” Sini aku bantu,”

“Nggak apa-apa kak, biar aku aja yang ngerjain,” tolak Anna. Dalam sekejap, pecahan piring tadi kini telah berada di tong sampah.

Namun Anna tidak tahu di mana harus mendapatkan kue pengganti untuk Susan. Ia pun berpamitan pada Kak Meira hendak membeli cupcake tersebut.

“Duh, dimana ya beli cupcake coklat itu?” gumamnya menggaruk kepala yang tidak gatal.

(Bersambung)

#tantanganforsenapril

THE SECRET GARDEN (Telah Menjadi Novel dengan Judul Gadis Tanpa Senyuman)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang