Meira dan Susan berteriak minta tolong dibukakan pintu toilet. Mereka sama sekali tidak menyangka akan ada orang yang menjahili mereka.
“Tolong! Tolong! Siapapun di luar sana, tolong buka pintunya!” Meira mengguncang-guncang pegangan pintu berulang-ulang. Tidak kalah pula Susan yang menggedor-gedor pintu dengan kencang sambil berteriak-teriak memanggil orang-orang.
“Teriak saja! Nggak akan ada yang menolong,” seru Haekal dari balik pintu.
“Apa maumu sebenarnya? Kenapa kau melakukan ini pada kami?” tanya Meira berusaha bernegosiasi dengan Haekal.
“Mauku? Kalian mau tau mauku?” Haekal balas bertanya kepada mereka.
“Iya, katakan saja maumu. Apapun itu akan kami penuhi. Asalkan kau membukakan pintu untuk kami.” Anna ikut mengajukan permohonan pada Haekal.
“Mauku cuma satu. Jangan pernah menganggu Anna apalagi menyakitinya! Jelas!” ancam Haekal.
“Kami tidak pernah mengganggu Anna,” jawab Susan tidak terima dengan tuduhan Haekal.
“Baiklah, kalau begitu, menginap sajalah di sini malam ini.” Haekal berjalan menjauhi pintu, agar mereka bisa tahu, kalau ia sungguh-sungguh dengan ucapannya.
“Ba, baiklah. Kami setuju dengan permintaanmu. Ayo bukakanlah pintu untuk kami.” Meira kali ini berusaha bernegosiasi dengan Haekal yang mulai menjauh.
Saat mendengar janji Meira, Haekal mendekat dan membukakan pintu untuk mereka. Setelah memastikan bahwasanya benar mereka akan berlaku baik pada Anna, Haekal melangkah cepat meninggalkan Meira dan Susan yang bengong melihat kelakuan Haekal.
Susan memandang Meira dengan sorot mata penuh tanya. Sementara Meira hanya mampu mengangkat bahu demi lintasan tanya netra Susan.
Kelas telah berlangsung saat masing-masing mereka memasukinya. Sungguh Anna tidak mengerti kenapa Haekal yang senantiasa bersamanya tadi sempat menghilang.
Sorot mata Anna tak lekang dari wajah Haekal ketika menemukan Haekal berdiri diambang pintu.
Haekal membuang tatapannya dan meminta izin memasuki kelas pada Ibu Guru. Sejenak terjadi percakapan alot antara Haekal dan Ibu Marina. Namun, kemudian ia bisa duduk kembali di bangkunya.
Sementara Anna masih menyimpan tanya dalam hati tentang misteri hilangnya Haekal sejenak sebelum jam masuk kelas.
Begitu jam istirahat tiba, Anna langsung membalikkan tubuh ke belakang bangku. Ia segera menyerang Haekal dengan pertanyaan yang telah dipersiapkan sejak pelajaran berlangsung.
“Jawab aku. Tadi kamu kemana,” tudingnya menatap Haekal tajam.
“Aku terlambat karena ketiduran.” Haekal menjawab pertanyaan Anna yang masih memandangnya dengan sorot tak percaya
“Sudahlah, aku sudah lapar nih, ayok!” Ajak Haekal mengalihkan pembicaraan mereka.
Anna masih bergeming di bangku saat Haekal berlalu dan sampai pintu kelas. Menyadari Anna tidak mengikutinya, ia berbalik dan melambaikan tangan pada gadis berwajah murung itu.
“Bagaimana harimu di rumah?” tanya Haekal saat mereka menanti pesanannya.
“Seperti biasa, tak ada yang istimewa.” Anna memanyunkan bibir tipisnya dan kembali mengunyah makanan favoritnya.
“Kau harus semangat dan bahagia Anna.” Perkataan Haekal seperti embun pagi hari yang bergulir di dedaunan dan menetes tepat ke relung hati yang terdalam. Terasa sejuk dan menyegarkan. Gadis dengan tubuh tinggi semampai itu seperti mendapatkan energi baru kembali.
Hari itu berlalu seperti biasa. Tidak ada hal aneh atau pun istimewa. Anna tetap pulang sekolah dengan berjalan kaki. Karena ingin pulang bersama Anna, Haekal pun mulai memilih ikut berjalan kaki bersama Anna. Ia senang bisa selalu berada di samping Anna. Entah kenapa, seperti ada rasa nyaman tersendiri bila berada disisi gadis pendiam itu.
Dirumah, Susan yang telah mendapat ancaman dari Haekal, semakin membenci Anna. Ia memaksa Anna mengerjakan tugas sekolahnya tanpa peduli, banyak pekerjaan rumah yang sedang melambai-lambai pada gadis yatim itu.
Karena waktunya terpakai membantu tugas Susan, sementara hari itu Meira sedang ada kegiatan di sekolah. banyak pekerjaan rumah yang terbengkalai saat Tante Nita pulang dari arisan. Tante Nita marah besar pada Anna dan menghukum Anna dengan tidak mengizinkannya makan malam. Malam itu, Anna pun tidur dengan perut kosong.
Sang mentari tampak malu-malu mengintip dari celah pepohonan, saat seorang gadis menyandang tas ransel berwarna biru muda keluar dari pintu rumahnya pagi itu. Tak berapa lama, dua orang gadis cantik dengan tas sandang di bahu mereka masing-masing keluar juga dari pintu yang sama diiringi ibu mereka. Saat mobil mereka berlalu, keluar dari halaman rumah, sang ibu melambaikan tangan kepada anak-anaknya. Sementara gadis berbalut kerudung putih persegi yang di ku takkan kedepan begitu saja, tanpa Bros atau aksesoris lainnya,dengan hanya dikaitkankan dengan peniti kecil di dagu itu masih melangkahkan kaki menuju pagar halaman rumah, seekor kucing putih, berekor panjang berlari dengan lincahnya keluar tanpa disadari. Gadis itu terus melangkah hingga ke pinggir jalan. Hingga kemudian langkahnya terhenti, saat terdengar suara ban mobil menjerit dibelakangnya.
Anna berbalik dan terkejut setengah mati melihat pemandangan di belakangnya.
(Bersambung)
![](https://img.wattpad.com/cover/183303232-288-k835973.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
THE SECRET GARDEN (Telah Menjadi Novel dengan Judul Gadis Tanpa Senyuman)
RomanceGadis cantik yang kehilangan kedua ayah dan ibu secara tragis. Perjalanan hidup membuatnya harus tinggal bersama keluarga tante yang tidak menginginkannya. Ia amat merindukan keluarga yang harmonis seperti sedia kala. Hingga takdir mempertemukannya...