2. Rapuh

43 3 1
                                    

Dadaku seketika terasa lapang luar biasa ketika janji yang terucap dari mulut pria yang kini pantas dipanggil suamiku dinyatakan sah.

Himpitan yang sebelumnya terasa mendesak di sana seketika sirna. Isakan tertahan yang keluar dari mulutku tak sadar terucap pelan. Diiringi dengan air mata yang sudah mengalir deras sesaat sebelum janji suci itu terucap.

Aku rapuh.

Hatiku kini malah terasa tersayat-sayat. Aku seharusnya merasakan kebahagiaan hakiki karena akhirnya dipersunting oleh pujaan hatiku. Namun, kepergian Bunda sebulan lalu masih menyisakan perih yang belum sedikitpun kering.

Bibirku bergetar menahan isak. Sampai sebuah tangan kukuh menyeka air mataku dengan selembar tisu beraroma segar.

"Ssstt ... sayang. " Suara yang selalu aku rindukan itu lirih menenangkanku. "Ada aku di sini." Dia seolah-olah tahu apa yang berkecamuk di dalam hatiku.

"Aku akan menjagamu," bisiknya lembut. "Selamanya."

~☆~

--------------------------
16.04.2019
A
--------------------------

Birai HarapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang