episode 10

20 0 0
                                    

" Mungkin agak terdengar aneh sih Ras, kalau misalnya orang bantu terus kita minta biaya administrasi atau apa, tapi kalau dipikir pikir Ras, duit itu nantinya buat gaji karyawan, buat perusahaan, terus buat bangun tim volunteer terus juga sama keperluan lain yang bisa start up ini naik gitu Ras" itu dari sudut pandangku. Memang tidak etis, tapi pendapatku itu hal yang wajar karena dia memakai jasa kita untuk saling bantu. Dan kita menjadi fasilitator untuk mereka saling membantu lebih gampang dan lebih cepat. Mungkin itu pertimbanganku. Ia terdiam. Sedikit mengangguk, entah tanda apa. Saat itu adzan berkumandang. Pembicaraan kita potong. Matahari terlalu kaku siang itu. Ia berdiri gagah, diatas horison. Sebelah timur hanya awan tipis bak goresan lukisan yang tidak disengaja, namun tetap berestetika.
Kalian percaya, manusia selalu ingin mempunyai teman. Samapi ia lupa kalau setiap manusia dilahirkan sendiri dan mati pun sendiri. Tidak ditemani, hanya jasad kita. Itu pun akan habis pada waktunya. Namun dari sana aku mengerti ternyata ada hal yang lebih dibandingkan dengan apa yang mata ini lihat. Ya, apapun yang kita lihat, tidak sejauh apa yang kita lihat. Ketika manusia melihat, mereka mempunyai indikator untuk melihat, namun tidak punya batasan ketika kita tidak melihat. Saat ini aku dan Ras, mencoba meraba masa depan, tidak ada yang tahu. Mata hati keyakinan terkadang jadi sebuah kompas dari semua pintu mimpi.
Lengang setelah sholat. Suasana damai terasa detik demi detik, tak terkikis. Semacam charger yang menambah daya dari sebuah teknologi untuk bertahan di dunia semu. Hanya bayangan. Kami kembali ke restoran itu dan disambut oleh dinginnya AC. Sebenarnya aku tidak mau memesan minum, setelah mengecek duitku tersisa lima puluh ribu, namun setelah berbincang dengan diriku, mencoba menego untuk jajan hari ini, aku terpaksa mengiyakan diriku yang satunya.
Kami kembali duduk di tempat yang sama. Sentuhan dengan kursi masih sedikit menyisakan rasa hangat setelah beberapa waktu lalu kami tinggal. Aku duduk, Ras juga. Kami berdua bercakap sejenak di luar masalah bisnis atau apalah.
" Jadi gimana Lo Ras setelah wisuda, terus kasih tau kabar ke Nara" aku tertawa bertanya padanya.
" Ah lam, udahlah, gue lagi berusaha nih buat buktiin"
" Mantap… dengan apa?"
" Dengan bisnis inilah, gue buktiin kalau gue enggak pernah main main" aku tertawa lagi mendengar jawaban darinya. Harus berapa kali dia harus seperti itu. Hadeh.
" Berarti Lo melanggar janji Lo dong Ras, kan Lo enggak mau ngejar dia lagi"
" Enggaklah lam, gue nepatin janji gue, sekarang gue enggak mau ngejar, gue cuma mau buktiin aja, kalau gue enggak main main" Ras tersenyum, hatinya seperti batu, hanya Nara yang bisa merubahnya. Kutukan macam apa yang membuat dia hanya bisa mencintai satu orang? Aku kembali menyeruput soda yang diberi eskrim diatasnya. Terlihat sudah mencair. Mengembun, beberapa kali sudah menyentuh meja. Aku memasukkan tanganku ke kantung celanaku yang berwarna hitam itu.
" Jadi gimana kalau saran gue tadi" aku kembali ke topik yang menjadi alasan kita kesini. Aku harap pembicaraan ini tidak hanya menjadi omong kosong.
" Hmmm, yaaa lumayan sih lam, tapi gue kembali ke Lo lam, kira kira kuat enggak buat bikin start up ini, terus juga kita harus mulai dari mana dulu nih" jawabnya datar.
" Oke Ras, dengerin dulu, dari pada itu, mending kita tentuin dulu, bakal bergerak di bidang apa gitu, biar nanti kita bisa mikirin kinerjanya"
" Iya bener bener, tapi kan kata Lo itu kalau misalnya kita bikin start up terus yang bisa bantu orang banyak buat jadi volunteer, terus juga kalau ada bencana kita bantu gitu yang kayak Lo cerita tadi, itu masuknya bidang apa emang?"
" Ohhh, itu sosial budaya kayaknya Ras, atau apa ya? Ya kurang lebih itu dah" aku pun sedikit bingung bagaimana menjelaskan.
" Nah jadi itukan kerja kita… pokoknya kurang lebih seperti itu dah, terus duit itu dananya dari modalnya dari kita dulu gitu, buat bikin start up?"
" Nanti kita ada platform yang bisa nemuin kita sama investor, nah investor ini yang nanti bakal bantu kita masalah dana gitu Ras" dia sepertinya paham. Di ber-ohhh beberapa detik.
" Nah gitu sih Ras"
" Oh iya nanti berarti kita bikin, semacam aplikasi gitu ya lam?"
" Mungkin Ras, kalau buat mempermudah kayak gitu sih, website juga perlu sih pastinya kalau ini"
" Hmmm, oh iya lam, Lo punya nama enggak buat nama aplikasi kita gitu, atau perusahaan kita nantinya kalau, semoga jalan" Ras tersenyum, seakan hal ini yang menjadi puncak pembicaraan. Matanya binar penuh harapan, dari apa yang aku katakan. Aku masih terdiam memikirkan nama yang bagus. Dua puluh detik kemudian, aku punya ide untuk nama perusahaan ini.
" E-peduli"

Hari Ini Adalah Esok Hari Kemarin.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang