Destiny

5.1K 554 41
                                    

π

Dejun menatap tajam pada sesosok manusia yang tengah duduk dengan santainya di atas ranjang. Bukan hanya duduk, lelaki itu juga sedang membaca buku --entah berjudul apa-- tanpa mempedulikan Dejun yang semenjak setengah jam lalu memperhatikan lelaki itu.

"Jadi, kau hanya akan berdiri di sana sampai pagi datang?" Lelaki itu membuka suaranya, merasa jengah dengan kelakuan Dejun. Ia tidak takut dengan tatapan Dejun, hanya saja, ia merasa risih.

Dejun mendengus pelan, ia berjalan ke sofa yang berada tepat di depan ranjang. Matanya masih menatap lelaki tampan yang masih duduk santai sembari membaca buku itu.

"Kenapa masih menatapku begitu?" Lelaki itu menurunkan bukunya, matanya berbalik menatap mata tajam Dejun.

"Apa alasanmu dengan mengiyakan rencana pernikahan ini? Kau tahu 'kan, kita tidak saling mencintai? Bahkan kita tak pernah mengenal sebelum ini," Dejun membuka suaranya. Mengeluarkan segala kegelisahannya dalam hati. Dejun merasa bingung dengan lelaki tampan di depannya itu, bagaimana mungkin, lelaki itu mau menikahi orang asing seperti dirinya ini?

"Kau juga tahu jawabannya, Dejun. Ini hanya pernikahan bisnis, agar perusahaan ayahmu dan ayahku semakin maju. Orangtua kita, mana mau mengerti dengan perasaan kita, meskipun mereka tahu kita tak punya perasaan terhadap satu sama lain. Yang mereka inginkan hanya perusahaan mereka tetap maju dan terdepan. Dan aku tak bisa menolak itu, aku masih punya rasa tanggung jawab untuk keluargaku."

Dejun terdiam mendengar jawaban Hendery. Hendery adalah lelaki yang semenjak tadi pagi sudah resmi menjadi suaminya. Iya, mereka sudah resmi menikah. Namun bukan karena alasan cinta, tapi seperti yang sudah dijelaskan Hendery tadi, karena bisnis kedua orangtua mereka.

Mereka berdua bahkan baru bertemu bulan lalu akibat paksaan kedua orangtua mereka dengan alasan makan malam bersama teman lama. Yang mana itu berakibat mala petaka bagi keduanya.

Karena bagaimana tidak maka petaka? Baru bertemu satu jam, orangtua mereka malah sudah membicarakan pernikahan keduanya. Bagaimana Dejun dan Hendery tidak shock?

Tapi sekuat apapun mereka menolak pernikahan itu, mereka tidak bisa berbuat banyak. Ayah mereka sangat keras kepala, dan suka bertindak apapun sesuai dengan kemauan mereka. Mereka bisa menghalalkan cara apapun agar keinginan mereka tercapai. Begitu pula yang mereka lakukan kepada anak-anak mereka ini.

"Jadi, apa kau sudah punya kekasih sebelum menikah denganku?" Hendery kembali bertanya setelah sekian menit lamanya hanya keheningan yang menyelimuti keduanya.

Dejun menggelengkan kepalanya, "tidak. Maksudku, aku belum mempunyai kekasih. Aku terlalu fokus dengan pendidikan, dan aku juga tak mempunyai minat berpacaran sebelumnya." Jawabnya dengan wajah yang sedikit memerah.

"Kau sendiri bagaimana?" Dejun balik bertanya. Matanya menatap lurus ke mata Hendery yang sedari tadi terus menatapnya.

Hendery tersenyum tipis. Kepalanya menengadah, seperti mengingat sesuatu yang sudah lama tersimpan dimemorinya.

"Aku juga tidak," jawab Hendery yang lalu mengalihkan pandangannya pada Dejun. Hendery kembali mengulas senyum, matanya tak lepas untuk memperhatikan ekspresi wajah Dejun.

"Dejun, mau berjanji sesuatu tidak?" Hendery berdiri, berjalan mendekat ke Dejun dan berdiri tepat di depan wajah Dejun.

Dejun mendongak, mengerjai pelan saat wajah Hendery berjarak sepuluh centimeter dari wajahnya itu. Tiba-tiba saja Dejun merasa jantungnya berdetak lebih cepat dan juga wajahnya yang memanas. Dapat Dejun pastikan, wajahnya memerah saat ini.

"Be-berjanji untuk apa?" Dejun merutuki dirinya sendiri yang merasa gugup akibat tatapan intens Hendery padanya.

"Mungkin ini terdengar aneh, tapi aku rasa ini adalah keputusan yang benar. Mari berjanji untuk saling jatuh cinta, meskipun pernikahan ini adalah karena paksaan dari orangtua kita, jangan membuat diri kita menjadi ikut menyesal. Mari anggap ini semua adalah takdir Tuhan, takdir yang memang menunjukkan bawah kita tercipta untuk bersama. Kau mau 'kan?"

Dejun tertegun. Ia tak bergeming sedikitpun dari tempatnya. Matanya hanya menatap lurus mata Hendery yang saat ini menatapnya penuh ketulusan.

Mungkin benar, keduanya memang belum saling mencintai. Tapi siapa yang tahu 'kan, perasaan orang? Jika memang ini adalah takdir Tuhan, kenapa tidak mereka jalani dengan baik? Lagipula, Hendery juga termasuk orang baik. Orangtuanya tidak mungkin memilih orang yang salah untuk mendampinginya.

Dejun tersenyum manis sembari menganggukkan kepalanya.
"Aku berjanji."

Hendery tanpa ragu mendekatkan wajahnya pada wajah Dejun. Ia pun menempelkan bibirnya pada bibir Dejun dan melumatnya perlahan. Keduanya berciuman tulus kali ini, memulai sesuatu yang baru untuk kehidupan keduanya.

Karena bagaimanapun akhirnya nanti, keduanya sudah sama-sama saling berusaha.


.
.
.
End
π

Ide tiba-tiba muncul saat moodku sedang down hehe.
So, sorry kalo ada yang nunggu cerita ini tapi malah munculnya cerita nggak jelas begini.

See ya

Panda🐼🐼

ALL ABOUT US (HENJUN/HENXIAO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang