Four

212K 9.3K 87
                                    

Jika sebelumnya Ara nampak bersemangat untuk ke sekolah karena niat buruknya, kali ini ia menatap sekolah barunya dengan wajah yang sedikit lesu. Meskipun masih berada di dalam mobil, Ara rasanya enggan untuk masuk ke dalam sana.

"Cepetan turun, gue udah telat nih!" Reval yang barada disampingnya, hanya bisa manaikkan emosi. Padahal ia dikenal dengan cowok yang tidak pernah peduli, tapi kali ini ia peduli dengan kedisiplinannya.

"Sabar, gue juga mau turun kok!" seru Ara menyahuti.

"Ya udah sih, cepetan!" protes Reval lagi.

Dengan begitu kesal, Ara langsung turun dari mobil yang dikendarai sang sopir pribadi keluarganya itu. Rasanya ia tak mau lagi satu mobil dengan adiknya. Dengan langkah yang sedikit dihentak-hentakkan, Ara mulai berjalan masuk ke dalamnya.

"Hai..." sapa seseorang, ketika Ara baru saja berada pada satu langkah di depan gerbang.

Ara heran, dan menoleh kearah sumber suara. Nampak ada seorang gadis yang tersenyum polos tanpa ada kejelasan sama sekali.

"Lo nyapa gue?" tanya Ara yang masih sedikit tak percaya.

Gadis itu mengangguk. "Iya, aku nyapa kamu."

Ara hanya mengeratkan genggaman tangannya pada tasnya, lalu sedikit mengedikkan bahu. Ia tak perlu ramah kepada orang yang baru saja dikenalnya. Karena dari awalpun, Ara tak pernah menyakinkan dirinya untuk mengakrabkan diri kepada orang lain.

Gadis yang baru saja ditinggal oleh Ara itu, langsung mengerucutkan bibirnya. Ia baru saja diacuhkan oleh orang yang selama berjam-jam ini ditunggu olehnya, untung saja dia gadis yang penyabar. Dengan langkah cepat, ia menyusul Ara yang sudah membelokkan diri kearah koridor sekolah.

"Kinara, tunggu!" pekik gadis itu dengan sekuat tenaga berlari.

Ara yang merasa namanya dipanggil, langsung memberhentikan langkahnya. Ia menatap gadis itu, dengan sedikit bertanya-tanya.

"Lo kenal gue?" tanya Ara yang sedikit bingung.

Gadis itu kembali mengangguk. "Aku Nadia, perempuan cantik yang kemarin kamu tolong dilapangan." jawab gadis yang mengakui dirinya sebagai Nadia.

Ara hanya memamerkan deretan giginya  setengah jijik. Bukan karena Nadia yang merasa percaya diri didepan dirinya, tetapi karena semua penampilan orang dihadapannya yang serba pink.

Ara tentu saja tak suka dengan warna pink. Ia lebih suka dengan warna biru laut, atau warna dengan nuansa alam yang enak dipandang mata. Tapi Nadia? Dari bando, ikat rambut, tas, jam tangan, sepatu, kacamata, dan semua pernak-pernik yang diperbolehkan dipakai oleh pihak sekolah, semua dibalur oleh warna pink tanpa ada warna lain yang mencampurinya.

"Lo cupu! Pantes aja kena bully." hanya itu yang Ara ucapkan tanpa ekspresi untuk menggambarkan wajahnya lagi.

Nadia menghentak-hentakkan satu kakinya dengan bibir yang sedikit maju ke depan. Sambil membenarkan posisi kacamatanya yang agak melorot, Nadia langsung menatap Ara dengan penuh rasa kecewanya.

"Kamu jahat, Nadia nggak suka ih!" keluh Nadia dengan suara yang agak melengking, bahkan lebih dari sekedar anak kecil yang memperebutkan mainan.

Ara bergidik ngeri. Manusia apa yang baru saja ditolong olehnya? Rasa-rasanya ia telah salah menolong orang kemarin.

Dengan badan yang sudah berbalik, Ara bersiap untuk melanjutkan langkahnya. Tetapi Nadia langsung menghalangi Ara dengan merentangkan kedua tangannya.

"Nadia belum selesai ngomong. Nadia mau kalau Kinara itu jadi temen Nadia. Kinara pasti mau kan?" tanya Nadia.

Ara mengedipkan berkali-kali matanya, berharap ia hanyalah sedang bermimpi. Namun salah, Nadia memang benar-benar ada dan nyata di depannya. Ia memang sedang tidak berhalusinasi sekarang.

AKSARA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang