Setelah memfikirkan kejadian tadi. Dia teringat kembali, bahwa cowok yang memboncengkannya tadi adalah teman sebangkunya. Namun sampai sekarang, dia belum mengetahui namanya. Mungin besok dia akan mengucapkan terima kasih dan membawakannya sandwich.
"Dekk!!!", panggil seseorang dari luar kamarnya. Nadanya masih seperti biasanya. Terdengar ketus tanpa berekspresi.
"Iya kak. Bentar.", Qilla pun membukakan pintu untuk kakaknya.
"Kerjain tugas gue sekarang. Mumpung nyokap belum pulang. Sebelum nyokap pulang harus selesai!!", ucap Nenza memerintah.
"Kak, tugasku juga banyak."
"GAK USAH BANYA BACOT LU! KERJAIN SEKARANG JUGA!", bantah Nenza sambil melemparkan bukunya didepan wajah Qilla. Qilla hanya pasrah. Lalu ia pun mulai mengerjakan tugas kakaknya itu.
Meski dia masih kelas 11, namun IQ nya melebihi kakaknya yang kelas notabene satu tahun lebih tua diatasnya.
Selalu saja seperti itu. Tak pernah berubah. Dia dan kakaknya tak pernah akur sedikitpun. Komunikasi pun jika kakaknya memerintah untuk mengerjakan tugasnya.
Dia mengerjakan tugas kakaknya dengan teliti. Tak ingin salah sedikitpun. Terkadang dia harus mengerjakan sampai larut malam hanya untuk mengerjakan tugas Nenza.
30 menit berlalu. Akhirnya tugas Nenza selesai. Dia langsung menuju kekamar Nenza untuk mengembalikan buku Nenza.
"Kak tugasnya udah selesai.", ucap Qilla. Tanpa menjawab sedikitpun perkataan Qilla, Nenza langsung membanting pintu kamar hingga membuat Qilla tersentak.
Ketika makan malampun. Nenza hanya diam. Tidak bicara sedikitpun. Bicarapun, Nenza tak pernah dianggap ada. Nenza berfikir, dia hanya anak yang ditemukan di sampah lalu diasuh oleh kedua orang tuanya.
"Dek Qilla?", tanya Gizza.
"Iya mah ada apa?", ucap Qilla sopan.
"Besok malam minggu temenin mamah ya?"
"Kemana emang Mah?", Qilla malah bertanya kepada mamahnya.
"Ke acara temennya Mamah, Nak.", ucap Gizza sambil mengelus puncak kepala Qilla. Qilla pun mengangguk menyetujui perkataan Gizza.
Makan malam pun selesai. Dengan hati yang sangat dongkol, Nenza meletakan garpu dan sendok secara kasar sehingga menimbulkan bunyi yang nyaring. Gizza pun nampak tak peduli dengan sikap anak sulungnya tersebut.
"Yaudah kalo gitu aku kekamar dulu ya mah. Mau ngerjain tugas.", pamit Qilla. Mamahnya hanya mengangguk dan mengusap puncak kepala gadis itu.
🌻🌻🌻
"Kakk Nenzaaa.", teriak gadis kecil itu. Umurnya baru menginjak tujuh tahun. Sang pemilik nama pun tidak mengindahkan seruan adeknya. Nenza terus saja berlari. Dia tidak ingin punya adek seperti Qilla yang manja. Dia ingin adek laki-laki yang pemberani, bukan manja dan cengeng seperti Qilla. Meskipun, seruan Qilla tidak dijawab oleh sang kakak. Qilla tetap berlari mengejar Nenza. Hingga sampai ditikungan jalan. Sebuah mobil berkecepatan tinggi itu menabrak Qilla yang sedang berlari. Gizza dan Farid pun terkejut melihat Qilla yang tertabrak mobil tersebut. Lalu keduanya pun menghampiri Qilla yang sudah pingsan dengan kepala yang sudah berlumuran darah.
Nenza bangun dengan keringat bercucuran. Mimpi itu kembali datang lagi. Meski kini Qilla sudah baik-baik saja. Namun Nenza masih merasa sangat bersalah. Dia penyebab kecelakaan Qilla.
Keesokan harinya, Nenza sengaja tidak mengikuti sarapan seperti biasanya. Dia sengaja berangkat lebih awal dari biasanya. Nenza dan Qilla memang satu sekolah. Namun, Nenza sudah lama bersekolah di SMA Harapan Jaya. Semenjak kecelekaan itu, Nenza sengaja dipindahkan ke Jakarta, bersama kakek neneknya. Namun sekarang keduanya telah meninggal, mau tak mau Qilla dan Mamahnya harus pindah ke Jakarta. Selain itu, Farid juga dipindah tugasnya menjadi diJakarta.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Story
FanfictionIni tentang sebuah luka. Luka yang perlahan luntur karena aku selalu bersamamu. Ini tentang sebuah rasa. Rasa yang mulai hadir ditengah kebersamaan kita. Maafkan rasa ini. Shaquilla Wirawan.